Sangat mungkin, hanya ada dua nama geografis Cigalintung di Jawa Barat. Kedua nama geografis itu berada di Kabupaten Garut, sekitar tujuh-delapan kilometer jarak lurus dari pantai selatan ke arah utara.
Pertama Lembur Cigalintung yang berada di Desa Cijayana, Kecamatan Mekarmukti, dan kedua Lembur Cigalintung di Desa Margalaksana, Kecamatan Bungbulang.
Ada juga nama geografis Galintung yang disebut menjadi sumber bahan baku atau asal besi untuk pembuatan keris. Dalam pembuatan keris pusaka (gagaman) di Sumenep, Madura, disebutkan bahwa bahan dasar pembuatan kerisnya berupa campuran bermacam besi yang berasal dari berbagai tempat.
Ada besi kuning dari Negri Cina, besi pulosani dari Pulau Asin, besi malelo (dari …?), besi karangkijang dari Pulau Karangkijang, besi karangsemut dari Pulau Karangsemut, besi sambojo dari Negeri Kamboja atau Cempa, dan besi galintung dari daerah Galintung di Tanah Hindu. Namun tidak disebutkan dengan persis, di mana letak daerah Galintung di Tanah Hindu itu.
Kembali ke Lembur Cigalintung di Kabupaten Garut yang sudah pasti lokasinya, berada di Jawa Barat bagian selatan, tepatnya di Garut Selatan. Kawasannya berupa rangkan gunung-gunung api tua yang ditoreh oleh lembah yang dalam, dengan arah utara-selatan. Di dasar lembahnya mengalir anak-anak sungai, yang bermuara di aliran sungai yang lebih besar, meliuk-liuk mengikuti karakter bumi yang dilaluinya, kemudian bermuara di Samudra Hindia yang bergelora.
Gawir-gawir gunung yang tegak, di punggungannya menjadi lintasan para peziarah masa lalu yang berangkat dari arah laut menuju gunung, atau sebaliknya dari arah gunung menuju laut. Jalan-jalan setapak itu kemudian diperlebar, diperkeras, dibangun menjadi jalan-jalan yang saat ini dipakai untuk menghubungkan masyarakat yang berada di pesisir dan masyarakat yang berada di gunung.
Ketika punggungan gunung terlalu tinggi untuk dilintasi, sulit untuk mencapainya, terlalu mengurai tenaga, dan berbahaya bagi para penjelajah masa lalu, maka ada jalan setapak yang dibuat meniti gawir dengan lembah yang curam di satu sisi, dan tebing yang tegak menjulang di sisi lainnya. Keadaan buminya itulah yang membuat jalan lintasan yang membujur utara-selatan di selatan Jawa Barat itu keadaannya bergelombang berkelok-kelok menurun saat melaju menuju pantai, menuju laut, dan, bergelombang berkelok-kelok menanjak ketika berjalan dari pantai menuju ke gunung di utara.
Dalam bahasa Sunda yang lebih baru, keadaan ronabumi galintung itu disebut arileu, arula-arileu, bergelombang berbukit-bukit dengan lembah yang dalam dan berkelok-kelok. Ada juga toponim arinem. Apakah kata arinem mempunyai arti yang sama dengan galintung atau arileu? Perlu penelusuran lebih dalam lagi.
Mengapa Jawa Barat Selatan menjadi kawasan yang galintung? Di Kabupaten Garut terdapat kerucut-kerucut gunungapi aktif tipe A, seperti Gunung Guntur dan Gunung Papandayan, serta gunung-gunung api yang sedang tertidur pulas, seperti Gunung Cikuray. Untuk mudahnya, bila menyusuri jalan dari Cikajang ke arah selatan, menuju pantai yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, jalannya akan terus menurun dan berkelok-kelok.
Rangkaian Pegunungan Selatan itu sesungguhnya berupa rangkaian gunung-gunung api yang pernah meletus antara 28 juta sampai 20 juta tahun yang lalu. Material letusannya berupa batupasir, abu gunung api, batu apung, kerikil, bom gunung api, bongkah lava, dihamburkan ke kawasan yang sangat luas dengan ketebalan endapan ada yang mencapai 2.500 m. Pegunungan Selatan Jawa Barat itu berupa fosil gunung-gunung api yang membentang barat – timur sepanjang 250 km dengan lebar sekitar 50 km.
Setidaknya ada tiga lapisan batuan yang menyusun rangkaian Pegunungan Selatan Jawa Barat. Pertama lapisan bebatuan hasil letusan gunung api yang masih aktif sampai saat ini. Lebih ke selatan, di bawah endapan itu terdapat lapisan endapan dari letusan gunungapi purba berumur 28 juta sampai 20 juta tahun. Di bawah lapisan itu terdapat lapisan endapan batuan hasil dari letusan-letusan gunung api yang lebih tua, yang meletus 45 juta tahun yang lalu.
Peran iklim sangat kuat setelah material letusan gunung-gunungapi itu diendapkan. Hujan, panas pada siang hari – dan dingin pada malam hari, akar tumbuhan yang menembus bebatuan, faktor-faktor itu menyebabkan terjadinya pelapukan yang terus menerus. Ditambah panas dari dalam bumi yang terus mengukus, telah mengubah bebatuan di atasnya, menyebabkan Jawa Barat Selatan menjadi kawasan yang mudah dihancurkan alam. Torehan air meteorik yang kuat di bebatuan yang lapuk, telah membentuk rangkaian pegunungan yang ditoreh erosi yang kuat selama dua puluh delapan juta tahun.
Inilah yang menyebabkan Jawa Barat Selatan menjadi kawasan dengan rona bumi yang galintung, kawasan yang berbukit-bukit, berlembah dalam, dengan aliran sungai yang berkelok-kelok di daerah-daerah terendahnya. (*)