West Java Festival (WJF) 2025 kembali digelar dan disambut antusias oleh wargi Jawa Barat. Namun, ada yang berbeda tahun ini. Jika sebelumnya WJF identik dengan pesta perayaan hari jadi Jawa Barat yang meriah dengan konser musik, tahun ini fokusnya sedikit bergeser.
Lantas, apakah WJF 2025 masih sekadar panggung hura-hura, atau kini menjadi etalase budaya Jabar yang sesungguhnya?
Panitia West Java Festival 2025, Rama, menjelaskan bahwa WJF kali ini memiliki misi yang lebih mendalam, yakni promosi pariwisata dan kebudayaan.
"Kalau dua tahun sebelumnya itu memang West Java Festival untuk merayakan hari jadi Jawa Barat, tahun ini berbeda karena sekarang agenda ulang tahunnya udah terselenggara sebelumnya di acara Kirab Budaya. Jadi West Java Festival ini lebih fokusnya kepada promosi pariwisata, dan kebudayaan Jawa Barat," ujar Rama saat diwawancarai.
Istimewanya lagi, WJF 2025 berhasil menembus kurasi ketat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Tahun ini, Alhamdulillahnya, kita itu lolos dalam Karisma Event Nusantara (KEN). Dia tuh bisa dibilang meranking event-event terbaik yang ada di Indonesia. Tahun ini Jawa Barat itu perwakilannya ada West Java Festival, Asia Africa Festival, satu lagi yang di Sukabumi, Hari Nelayan," jelas Rama.
Filosofi Sunda 'Gapura Panca Waluya'
Alih-alih jor-joran menjual nama artis ibu kota, WJF 2025 justru mengusung tema filosofi Sunda "Gapura Panca Waluya". Menurut Rama, ini adalah visi yang ingin diimplementasikan Gubernur untuk menggambarkan hidup yang sempurna ala orang Sunda.
"Panca Waluya sendiri terdiri dari lima hal penting. Cageur (kesehatan mental/fisik), bageur (ahlak/sikap), bener (integritas/jujur), pinter (pengetahuan), singer (kreativitas/inovasi)," paparnya.
Kelima filosofi ini tidak hanya jadi pajangan, tapi benar-benar diterjemahkan dalam rangkaian acara. Untuk 'Cageur', ada wellness tourism seperti Poundfit, pijat refleksi, hingga jamu modern.
Untuk 'Bageur', fokusnya pada kepedulian lingkungan. "Misalkan kita ada workshop pengolahan sampah yang dikawal sama Plastavfall, terus ada ecoprint, seni membatik dengan daun-daun lokal," kata Rama.
Di area 'Bener', WJF bekerja sama dengan berbagai dinas untuk membuka pelayanan publik. Wargi yang hadir bisa mengurus paspor, KTP, bayar pajak, hingga konsultasi kesehatan mental di akhir pekan.
Sementara 'Pinter' diisi dengan talkshow edukatif dari Mokajabar (Mojang Jajaka Jawa Barat), seperti mengolah ulat maggot, membuat skincare dari daun pohpohan, hingga tips menjadi content creator.
Saat Tradisi Bertemu Modernitas
Lalu, di mana letak konsernya? Nah, kemeriahan musik dan artis ibu kota seperti Kunto Aji, The Changcuters, dan King Nassar masuk dalam pilar 'Singer' (kreativitas).
Namun, 'Singer' tidak melulu soal musik modern. Di sinilah WJF 2025 unjuk gigi.
"Singernya itu lebih diimplementasikan dalam bentuk atraksi budaya seni tari dari dua puluh tujuh kabupaten kota," tegas Rama.
Salah satu yang paling ditonjolkan adalah Tari Berokan dari Indramayu. "Tari Berokan ini salah satu tarian yang hampir punah dari Indramayu dan pengen kita lestarikan di sini," tambahnya.
Tak hanya itu, WJF 2025 juga memboyong langsung tradisi Seren Taun dari Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi, sebagai bagian dari opening ceremony.
"Kita ingin nunjukin nih ke ibaratnya orang kota, ini loh tradisi-tradisi yang jadi ciri khas Jawa Barat. Anak Gen Z mana tau Seren Taun, tapi supaya bikin mereka tau, kita datangin kesini dengan acara yang familiar, konser musik," ujar Rama.
Pesan untuk Wargi Jabar: Motekar Tanpa Lupa Akar

Rama mengakui bahwa WJF sebelumnya memang masih terpaku pada guest star. Namun, mulai tahun ini, budaya Jabar akan dibuat lebih kental.
"Sebetulnya sih memang kita pengennya tuh bukan guest star yang jadi jualan kita. Guest star mungkin hanya gulanya lah. Kita tuh pengen nonjolin temanya, pesannya," katanya.
Rama berharap wargi Jabar tidak hanya menikmati visual, tapi juga meresapi makna di balik kemeriahan WJF 2025.
"Kalian bolehlah sekreatif mungkin, semodern mungkin, sekeren mungkin, tapi jangan sampai lupa tempat kalian berasal. Itu sih poin pesannya. Istilahnya motekar (kreatif), tapi tetep jangan lupa roots (akar) kamu," pungkasnya. (*)