Bahasa, Puisi, dan Kesadaran Kultural: Musikalisasi Puisi sebagai Tindakan Reflektif

Abah Omtris
Ditulis oleh Abah Omtris diterbitkan Rabu 29 Okt 2025, 14:45 WIB
Suasana perayaan Bulan Bahasa 28 Oktober 2025 di SMKN 3 Cimahi (Foto: Dokumen pribadi)

Suasana perayaan Bulan Bahasa 28 Oktober 2025 di SMKN 3 Cimahi (Foto: Dokumen pribadi)

Martin Heidegger pernah mengatakan, “Language is the house of Being” - bahasa adalah rumah keberadaan. Di dalam bahasa, manusia tinggal dan memahami dunia. Ketika bahasa kehilangan maknanya, manusia pun kehilangan rumah kesadarannya.

Kutipan itu terasa relevan setiap kali kita memperingati Bulan Bahasa, terutama di tengah derasnya arus informasi dan distraksi digital. Bahasa yang dahulu menjadi wadah refleksi kini sering terperangkap dalam ruang yang serba instan. Kata-kata kehilangan kedalaman karena terjebak dalam laju komunikasi yang lebih mementingkan kecepatan daripada makna.

Di tengah situasi seperti itu, musikalisasi puisi hadir bukan hanya sebagai bentuk ekspresi artistik, tetapi juga sebagai tindakan kebudayaan — usaha untuk memulihkan kembali kesadaran manusia akan bahasa, makna, dan pengalaman.

Musikalisasi Puisi: Ruang Pertemuan antara Kata dan Suara

Musikalisasi puisi, dalam sejarahnya, adalah pertemuan dua dunia: dunia kata dan dunia bunyi. Ia lahir dari kebutuhan manusia untuk tidak hanya berkata, tetapi juga menggetarkan. Dari tradisi pantun hingga balada kontemporer, musik selalu menjadi medium yang memperluas jangkauan bahasa - menjadikannya tidak hanya dibaca, tetapi dirasakan.

Dalam konteks Indonesia, praktik ini sering muncul sebagai perlawanan terhadap pembekuan bahasa. Dari WS Rendra yang menghidupkan teater dan puisi sebagai bentuk kritik sosial, hingga berbagai komunitas seni di Bandung, Yogyakarta, atau Surabaya yang menggabungkan puisi, musik eksperimental, dan performans sebagai cara membaca realitas.

Musikalisasi puisi menjadi jembatan antara literasi dan musikalitas, antara perenungan dan perlawanan. Ia mempertemukan bahasa dengan tubuh, gagasan dengan getaran, refleksi dengan aksi. Di sinilah letak kekuatannya: ia menyelamatkan bahasa dari keterasingan.

Bahasa yang lahir dari puisi dan musik tidak lagi menjadi simbol elitis, tetapi menjadi denyut kesadaran yang bisa dirasakan bersama. Dalam setiap bait yang dinyanyikan, manusia sedang berlatih untuk berpikir dan merasakan sekaligus.

Menjaga Bahasa dari Kebanalan

Krisis terbesar bahasa hari ini bukan lagi soal kebisingan, melainkan kebanalan. Bahasa menjadi banal ketika kata-kata kehilangan bobot maknaya - ketika “perjuangan” hanya tinggal jargon kampanye, “kebudayaan”, atau “literasi” sekadar tema acara seremonial saja “.

Dalam dunia yang dikendalikan algoritma, kata-kata direduksi menjadi tagar, puisi menjadi caption, dan refleksi menjadi template motivasi. Di situ, bahasa berhenti menjadi ruang kesadaran dan berubah menjadi produk yang bisa dijual.

Kebanalan adalah lawan dari refleksi. Ia muncul ketika manusia berhenti memikirkan makna kata-katanya sendiri. Maka, tugas seorang penyair, pemusik, dan seniman adalah mengembalikan kesakralan bahasa, bukan dengan cara mengkhotbahkan makna, melainkan dengan menghadirkannya kembali secara puitis - melalui bunyi, ritme, dan perasaan.

Musikalisasi puisi, dalam konteks ini, menjadi tindakan penyelamatan. Ia menyatukan bahasa dan suara sebagai pengalaman batin yang menolak kebiasaan berpikir dangkal. Ia menuntut pendengaran yang sabar, pemaknaan yang jujur, dan perjumpaan yang manusiawi.

Bahasa yang dinyanyikan dengan kesadaran adalah bentuk perlawanan terhadap kebanalan. Ia menolak automatisme berpikir dan menegaskan kembali bahwa kata masih bisa menjadi ruang pertemuan antarmanusia, bukan sekadar gema dari mesin sosial.

Bahasa dan Kebudayaan sebagai Ruang Refleksi

Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)
Kosakata arkais itu mulai berdebu, tak lagi sering diganggu. (Sumber: Pexels/Anna Shvets)

Masalah kita bukan kurangnya kegiatan kebudayaan, melainkan cara pandang terhadap kebudayaan itu sendiri. Banyak kebijakan, bahkan di tingkat lokal, masih memahami budaya sebatas “seni tradisi” - tarian, gamelan, festival daerah, pakaian adat - seolah kebudayaan berhenti di panggung dan seremoni.

Padahal, seperti dikatakan Raymond Williams, budaya adalah “a whole way of life” — keseluruhan cara hidup, berpikir, dan berkreasi manusia. Sementara Sutan Takdir Alisjahbana menekankan bahwa kebudayaan adalah wujud perkembangan daya cipta dan nalar manusia dalam menanggapi perubahan zaman.

Maka, ukuran seseorang yang berhak mengelola kebudayaan bukanlah tempat tinggalnya atau identitas administratifnya, melainkan gagasannya. Siapa pun yang berpikir, menulis, dan mencipta untuk memperluas kesadaran kebudayaan - dialah bagian dari penggerak kebudayaan itu sendiri.

Kebijakan kebudayaan seharusnya lahir dari pandangan seperti ini: bahwa budaya bukan museum, tetapi proses hidup yang dinamis. Bahasa - termasuk bahasa puisi dan musik - adalah cermin dari proses itu. Ia terus berubah, menyesuaikan, dan menafsirkan ulang kenyataan.

Musikalisasi Puisi dan Pendidikan Kesadaran

Dalam konteks pendidikan dan kebahasaan, musikalisasi puisi juga memiliki peran penting: ia melatih sensitivitas terhadap bunyi, makna, dan emosi. Di tengah sistem pendidikan yang terlalu menekankan hafalan dan prosedur, praktik ini membuka jalan bagi pengalaman estetik yang lebih reflektif.

Ketika siswa, mahasiswa, atau masyarakat mendengarkan puisi yang dinyanyikan dengan kesadaran, mereka sebenarnya sedang belajar berpikir melalui perasaan. Di sinilah seni kembali pada fungsinya yang paling purba: mendidik manusia untuk menjadi manusia.

Herbert Read pernah menulis bahwa “seni adalah pendidikan melalui indra.” Artinya, seni -termasuk musikalisasi puisi - membentuk kesadaran bukan dengan dogma, melainkan dengan pengalaman yang menyentuh batin. Ia mengajarkan kepekaan, ketulusan, dan kemampuan untuk merasakan realitas dengan jernih.

Bahasa, Bunyi, dan Keberanian untuk Berpikir

Menulis, membaca, dan menyanyikan puisi adalah bentuk keberanian untuk berpikir di tengah arus yang mematikan makna. Dalam setiap bunyi yang lahir dari puisi, selalu ada pertanyaan yang bergetar: apa makna menjadi manusia hari ini ?

Maka, musikalisasi puisi bukan sekadar proyek seni, tetapi praktik eksistensial — usaha untuk menjaga agar bahasa tidak kehilangan daya pikirnya, agar kata tidak terjerumus dalam kebanalan, dan agar manusia tetap mampu berbicara dengan hati.

Bahasa yang lahir dari puisi dan musik adalah bahasa yang belum menyerah. Ia menolak diam, tapi juga menolak berteriak kosong. Ia memilih bernyanyi - perlahan, jernih, dan penuh makna.

Baca Juga: MAMPUS (Malam Minggu Puisi)

Di tengah perayaan Bulan Bahasa, penting bagi kita untuk kembali memahami bahwa bahasa bukan hanya alat ekspresi, tetapi ruang keberadaan. Dalam bahasa, kita berpikir, merasa, dan mencipta.

Dan dalam musikalisasi puisi, bahasa menemukan tubuhnya yang paling hidup - tubuh yang bernapas bersama bunyi dan kesadaran.

Menjaga bahasa dari kebanalan berarti menjaga agar kata tetap menjadi rumah bagi manusia. Selama kita masih mampu menyanyikan puisi, masih ada harapan bahwa dunia belum sepenuhnya kehilangan kedalaman berpikirnya. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Abah Omtris
Tentang Abah Omtris
Musisi balada juga aktif di berbagai komunitas lainnya
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Beranda 16 Des 2025, 07:38 WIB

Suara Perempuan di Garis Depan Perlawanan yang Disisihkan Narasi Kebijakan

Dari cerita personal hingga analisis struktural, diskusi ini membuka kembali pertanyaan mendasar: pembangunan untuk siapa dan dengan harga apa.
Suasan diskusi buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” Minggu (14/12) di perpustaakan Bunga di Tembok, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Beranda 15 Des 2025, 21:18 WIB

Tanda Kerusakan Alam di Kabupaten Bandung Semakin Kritis, Bencana Alam Meluas

Seperti halnya banjir bandang di Sumatera, kondisi alam di wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan tanda-tanda kerusakan serius.
Warga di lokasi bencana sedang membantu mencari korban tertimbun longsor di Arjasari, Kabupaten Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 20:05 WIB

Tahun 2000-an, Palasari Destinasi 'Kencan Intelektual' Mahasiswa Bandung

Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung.
 Tahun 2002, Palasari bukan sekadar pasar buku. Ia adalah universitas paralel bagi mahasiswa UIN Bandung (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Farisi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 19:25 WIB

Benang Kusut Kota Bandung: Penataan Kabel Tak Bisa Lagi Ditunda

Kabel semrawut di berbagai sudut Kota Bandung merusak estetika kota dan membahayakan warga.
Kabel-kabel yang menggantung tak beraturan di Jl. Katapang, Lengkong, Kota Bandung, pada Rabu (03/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Masayu K.)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 18:08 WIB

Menghangat di Hujan Bandung dengan Semangkuk Mie Telur Mandi dari Telur Dadar JUARA

“Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial.
 “Mie Telur Mandi” dari sebuah kedai di Kota Bandung yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:14 WIB

Mengukus Harapan Senja di Jatinangor

Ketika roti kukus di sore hari menjadi kawan sepulang kuliah.
Roti-roti yang dikukus kembali sebelum diberi topping. (Foto: Abigail Ghaissani Prafesa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 17:04 WIB

Selamat Datang di Kota Bandung! Jalan Kaki Bisa Lebih Cepat daripada Naik Kendaraan Pribadi

Bandung, yang pernah menjadi primadona wisata, kini menduduki peringkat sebagai kota termacet di Indonesia.
Deretan kendaraan terjebak dalam kemacetan pasca-hujan di Kota Bandung, (03/12/2025). (Foto: Zaidan Muafa)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:52 WIB

Cerita Kuliner Nasi Tempong dan Jalanan Lengkong yang tak Pernah Sepi

Salah satu kisahnya datang dari Nasi Tempong Rama Shinta, yang dahulu merasakan jualan di gerobak hingga kini punya kedai yang selalu ramai pembeli.
Jalan Lengkong kecil selalu punya cara menyajikan malam dengan rasa di Kota Bandung, (05/11/2025). (Foto: Zaki Al Ghifari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 16:09 WIB

Lampu Lalu Lintas Bermasalah, Ancaman Kecelakaan yang Perlu Ditangani Cepat

Lampu lalu lintas di perempatan Batununggal dilaporkan menampilkan hijau dari dua arah sekaligus yang memicu kebingungan dan potensi kecelakaan.
Kondisi lalu lintas yang berantakan di perempatan Batununggal, Kota Bandung (4/12/25) (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Amelia Ulya)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:56 WIB

Terjangkau namun Belum Efisien, Trans Metro Pasundan di Mata Mahasiswa

Mahasiswa di Bandung memilih bus kota sebagai transportasi utama, namun masih menghadapi kendala pada rute, jadwal, dan aplikasi.
Suasana di dalam bus Trans Metro Pasundan di sore hari pada hari Selasa (2/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dheana Husnaini)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 15:16 WIB

Bandung di Tengah Ledakan Turisme: Makin Cantik atau Cuma Viral?

Artikel ini menyoroti fenomena turisme Bandung yang makin viral namun sekaligus makin membebani kota dan lingkungannya.
Sekarang Bandung seperti berubah jadi studio konten raksasa. Hampir setiap minggu muncul cafe baru dan semuanya berlomba-lomba tampil seestetik mungkin agar viral di TikTok. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:36 WIB

Jalan Baru Literasi dan Numerasi di Indonesia: Berkaca pada Pendidikan Finlandia

Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia berdasarkan data PISA dan faktor penyebabnya.
Butuh kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak dalam rangka mewujudkan pendidikan terbaik bagi anak-anak negeri ini. (Sumber: Pexels/Agung Pandit Wiguna)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 14:28 WIB

Tahu Bakso di Pasar Sinpasa Summarecon Bandung: Lezatnya Paduan Tradisi dan Urban Vibes

Di sekitar Pasar Modern Sinpasa Summarecon Bandung, salah satu tenant mampu menarik perhatian siapa saja yang lewat: tahu bakso enak.
Tahu Bakso Enak. (Sumber: dokumentasi penulis)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 12:06 WIB

Polemik Penerapan Restorative Justice di Indonesia sebagai Upaya Penyelesaian Perkara

Polemik restorative justice dibahas dengan menggunakan metode analisis normatif, namun pada bagian penjelasan contoh digunakan juga analisis sosiologis.
Ilustrasi hukum. (Sumber: Pexels/KATRIN BOLOVTSOVA)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:19 WIB

Babakan Siliwangi Perlu Cahaya: Jalur Populer, Penerangan Minim

Hampir setiap malam di wilayah Babakan Siliwangi penerangan yang minim masih menjadi persoalan rutin.
Suasana Babakan Siliwangi saat malam hari (4/12/2025) dengan jalanan gelap, mural warna-warni, dan arus kendaraan yang tak pernah sepi. (Sumber: Bunga Citra Kemalasari)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 10:00 WIB

Kunci 'Strong Governance' Bandung

Strong governance adalah salah satu kebutuhan nyata Bandung kiwari.
Suasana permukiman padat penduduk di pinggir Sungai Cikapundung, Tamansari, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 15 Des 2025, 08:31 WIB

Benarkah Budidaya Maggot dalam Program 'Buruan Sae' Jadi Solusi Efektif Sampah Kota Bandung?

Integrasi budidaya maggot dalam Program Buruan Sae menjadi penegasan bahwa pengelolaan sampah dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya maggot di RW 9 Lebakgede menjadi upaya warga mengolah sampah organik agar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Beranda 15 Des 2025, 07:48 WIB

Pembangunan untuk Siapa? Kisah Perempuan di Tengah Perebutan Ruang Hidup

Buku ini merekam cerita perjuangan perempuan di enam wilayah Indonesia, yakni Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB, serta dua titik di Kalimantan, yang menghadapi konflik lahan dengan negara dan korporasi.
Diskusi Buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” yang digelar di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Minggu (14/12/2025).
Beranda 15 Des 2025, 07:32 WIB

Diskusi Publik di Dago Elos Angkat Isu Sengketa Lahan dan Hak Warga

Dari kegelisahan itu, ruang diskusi dibuka sebagai upaya merawat solidaritas dan memperjuangkan hak atas tanah.
Aliansi Bandung Melawan menggelar Diskusi Publik bertema “Jaga Lahan Lawan Tiran” pada 12 Desember 2025 di Balai RW Dago Elos, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Biz 15 Des 2025, 07:16 WIB

Berawal dari Kegelisahan, Kini Menjadi Bisnis Keberlanjutan: Perjalanan Siska Nirmala Pemilik Toko Nol Sampah Zero Waste

Toko Nol Sampah menjual kebutuhan harian rumah tangga secara curah. Produk yang ia jual sudah lebih dari 100 jenis.
Owner Toko Nol Sampah, Siska Nirmala. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)