Kenapa 2nd Miracle in Cell No. 7 Layak Ditonton? Bukan Karena Sedihnya Aja

florentina elgi
Ditulis oleh florentina elgi diterbitkan Rabu 29 Okt 2025, 15:19 WIB
2nd Miracle in Cell No. 7, sekuel dari film remake yang sebelumnya sukses besar. (Sumber: Falcon pictures)

2nd Miracle in Cell No. 7, sekuel dari film remake yang sebelumnya sukses besar. (Sumber: Falcon pictures)

Setiap kali Indonesia merilis film yang bisa bikin penonton menangis bareng di bioskop selalu membuat penasaran, bukan cuma karena ceritanya, tapi karena bagaimana film itu bisa menyentuh sisi sosial masyarakat kita. Salah satu contohnya adalah 2nd Miracle in Cell No. 7, sekuel dari film remake yang sebelumnya sukses besar.

Sekilas, film ini tampak seperti drama keluarga biasa, tapi kalau dilihat lebih dalam, justru di sanalah menariknya, film ini jadi bukti nyata bagaimana industri film Indonesia berkembang di tengah perubahan teknologi dan sosial.

Dalam Buku Ajar Filmologi yang di tulis oleh R.A. Vita N.P. Astuti, Ph.D (2022), dijelaskan bahwa film adalah bentuk komunikasi massa yang merepresentasikan kehidupan sosial, sekaligus media informasi, pendidikan, dan hiburan. Jadi, film itu tidak hanya sebatas tontonan, tapi juga “cermin” tempat masyarakat melihat dirinya sendiri. Nah, di 2nd Miracle in Cell No. 7, cermin itu tampak jelas lewat tokoh Kartika Rozak yang harus melanjutkan hidup setelah ayahnya, seorang narapidana difabel intelektual, dihukum mati secara tragis karena sistem hukum yang tidak adil.

Film ini memang mengharukan, tapi di balik kisah emosionalnya, ada lapisan sosial yang kuat. Dari sisi aliran, film ini bisa dikategorikan sebagai drama sosial. 2nd Miracle in Cell No 7 bicara tentang stigma, kemiskinan, dan ketimpangan yang masih relevan dengan realitas masyarakat kita. Di sinilah peran film sebagai alat komunikasi sosial terasa banget, bahwa film berfungsi menyampaikan pesan kemanusiaan dan menciptakan kesadaran publik. Penonton diajak bukan hanya untuk menangis, tetapi juga untuk memahami realitas di balik kisahnya, bagaimana cinta seorang ayah bertahan meski tertindas oleh sistem yang tidak adil.

Film Miracle in Cell No 7 (Sumber: Falcon pictures)
Film Miracle in Cell No 7 (Sumber: Falcon pictures)

Kalau dilihat dari sisi sinema, film ini memperlihatkan bagaimana industri perfilman Indonesia terus berkembang dan beradaptasi. Produksi 2nd Miracle in Cell No. 7 menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam aspek teknis, mulai dari sinematografi, pencahayaan, hingga tata musik. Visualnya yang hangat, pencahayaannya lembut, dan penggunaan warna yang kontras antara masa lalu dan masa kini berhasil memperkuat nuansa emosional. Pencahayaan dan warna menjadi elemen penting untuk membangun suasana dan makna dalam film.

Film ini juga mencerminkan dinamika industri perfilman Indonesia yang kini semakin terbuka pada format digital. Jika dulu film hanya bisa dinikmati di bioskop, sekarang penonton bisa menyaksikannya lewat platform streaming seperti Netflix. Pola distribusi yang berubah ini memperlihatkan pergeseran besar dalam cara masyarakat mengonsumsi film. Teknologi digital membuat film lebih mudah diakses, tapi sekaligus menantang pembuat film untuk tetap menghadirkan pengalaman emosional yang sama kuatnya seperti di layar lebar.

Kehadiran platform digital membawa efek sosial yang menarik. Setelah dirilis, film biasanya banyak dibicarakan di media sosial, baik itu potongan adegannya, kutipan dialognya, bahkan sampai ekspresi para pemainnya ramai dijadikan bahan diskusi atau konten ulang. Di sini terlihat bagaimana film tidak berhenti di ruang bioskop, film hidup kembali di ruang digital sebagai bagian dari percakapan publik. Inilah yang disebut sebagai transformasi fungsi film dari media hiburan menjadi media refleksi sosial dan komunikasi massa.

Selain itu, film ini menunjukkan bagaimana teknologi dan narasi bisa saling melengkapi. Pemanfaatan kamera digital beresolusi tinggi, teknik warna yang sinematik, dan tata suara yang halus membuat setiap adegan terasa lebih hidup. Semua itu memperkuat cerita tanpa harus mengurangi kedalaman emosionalnya. Ini menjadi bukti bahwa perkembangan teknologi tidak menghilangkan kehangatan film drama, justru memperkaya cara cerita disampaikan.

Penggunaan tone warna yang mampu menyesuaikan suasana (Sumber: voi.d)

Secara industri, 2nd Miracle in Cell No. 7 juga memperlihatkan tren baru di perfilman Indonesia, di mana produksi lokal mampu bersaing secara kualitas dan strategi pemasaran. Promosi film dilakukan secara gencar lewat media sosial, menargetkan penonton muda yang aktif di dunia digital. Ini menandakan bahwa industri film kita tidak hanya berkembang dalam aspek artistik, tetapi juga mulai paham bagaimana membangun hubungan dengan penontonnya di ruang daring.

Namun yang paling menarik, mungkin justru bagaimana film ini menyentuh kesadaran sosial penontonnya. Di tengah derasnya arus hiburan cepat, film ini hadir membawa nilai kemanusiaan yang lembut tapi kuat. Ia mengingatkan bahwa keadilan dan kasih sayang adalah hal yang tidak bisa digantikan, bahkan di dunia yang semakin berkembang sekalipun.

Akhirnya, 2nd Miracle in Cell No. 7 bukan hanya kisah tentang kehidupan, tetapi juga cerminan tentang arah baru sinema Indonesia. Ia memadukan teknologi dengan empati, menggabungkan industri dan idealisme, dan menghadirkan cerita yang bukan hanya sekadar ditonton tapi juga bisa dirasakan. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

florentina elgi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 29 Okt 2025, 18:40 WIB

Bandung, Kota Bakmi Baru? Menakar Potensi Pasar Kuliner Lewat Festival Tematik

Bandung, dengan populasi lebih dari 2,5 juta jiwa dan tingkat kunjungan wisata yang tinggi, menjadi lahan subur bagi pertumbuhan bisnis kuliner berbasis mie.
Bandung, dengan populasi lebih dari 2,5 juta jiwa dan tingkat kunjungan wisata yang tinggi, menjadi lahan subur bagi pertumbuhan bisnis kuliner berbasis mie. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 29 Okt 2025, 18:03 WIB

Yang Dilakukan Ratu Belanda Saat KAA Dihelat di Bandung

Sejarah mencatat ketika suasana Bandung memanas dengan pekik kemerdekaan dalam Konferensi Asia-Afrika, Ratu Juliana leih memlih utuk terhanyut dalam suasana dingin ala Eropa, sedingin sikapnya terhada
Ratu Juliana (kiri) berfoto di Paleis Soestdijk saat ultah ke-46. (Sumber: Het Nieuewesblad van Het Zuiden 2 Mei 1955)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 17:04 WIB

Spiritualitas pada yang Biasa Saja

Kadang kita suka pikir, hidup yang biasa saja itu rasa-rasanya kurang rohani.
Kadang kita suka pikir, hidup yang biasa saja itu rasa-rasanya kurang rohani. (Sumber: Pexels/Arbiansyah Sulud)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 16:03 WIB

Revisi Salah Kaprah tentang Pluralisme Agama

Sering kali, istilah pluralisme agama dipahami secara keliru.
Ilustrasi tradisi budaya. (Sumber: Pexels/Arjun Adinata)
Ayo Biz 29 Okt 2025, 15:45 WIB

Gerakan Literasi Cinambo, Menyalakan Api Baca di Kampung-kampung Kota Bandung

Bukan hanya sebagai kawasan pemukiman dan pusat aktivitas warga, Cinambo menorehkan predikat baru sebagai destinasi wisata literasi di perkotaan.
Bukan hanya dikenal sebagai kawasan pemukiman dan pusat aktivitas warga, Cinambo mulai menorehkan predikat baru sebagai destinasi wisata literasi di perkotaan. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 15:19 WIB

Kenapa 2nd Miracle in Cell No. 7 Layak Ditonton? Bukan Karena Sedihnya Aja

2nd Miracle in Cell No. 7, sekuel dari film remake yang sebelumnya sukses besar.
2nd Miracle in Cell No. 7, sekuel dari film remake yang sebelumnya sukses besar. (Sumber: Falcon pictures)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 14:45 WIB

Bahasa, Puisi, dan Kesadaran Kultural: Musikalisasi Puisi sebagai Tindakan Reflektif

"Selama masih ada kata yang digubah, nada yang dinyanyikan, dan hati yang tergugah—bahasa belum mati.”
Suasana perayaan Bulan Bahasa 28 Oktober 2025 di SMKN 3 Cimahi (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 13:04 WIB

Benarkah Novel 'Teruslah Bodoh Jangan Pintar' adalah Gambaran Pertambangan Indonesia di Masa Depan?

Kita diminta untuk belajar realitas dan lebih peduli dengan kondisi alam sekitar juga isu pelik yang dialami oleh masyarakat Indonesia dibagian pulau lain.
Belajar Realitas dari Novel Teruslah Bodoh jangan Pintar (Sumber: Instagram | bukune_simbok)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 11:57 WIB

Kenapa Hijab Viscose Jadi Primadona Baru di Dunia Fashion Muslimah?

Lembut, adem, dan elegan. Nggak heran hijab viscose jadi pilihan favorit muslimah modern yang ingin tampil modis tanpa ribet!
hijab viscose. (Sumber: Pexels/PNW Production)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 10:11 WIB

Dekolonisasi Ateisme: Enggak Percaya Tuhan Belum Tentu Gak Beragama?

Menyingkirkan dikotomi antara beragama dan tak beragama, mencari bentuk religiusitas yang lebih kaya, merdeka, dan tak lagi terjebak bayangan Barat.
Di Indonesia pun ada bentuk religiusitas tanpa agama. (Sumber: Pexels/ROCKETMANN TEAM)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 08:49 WIB

'Abadi Nan Jaya' Film Zombie Versi Nusantara, Apa yang Bikin Viral?

Film "Abadi Nan Jaya" yang mulai tayang perdana di Netflix pada 23 Oktober 2025 lalu menuai respons menarik dari masyarakat Indonesia.
Poster Film Abadi Nan Jaya. (Sumber: Instagram: @miktambayong)
Ayo Netizen 29 Okt 2025, 07:39 WIB

Panduan Sederhana Menjadi Seorang Penulis

Menulis bukanlah hal yang sulit bila kita tahu trik atau kiat-kiatnya.
Buku karya Dwi Suwiknyo "Cara Kreatif Menjadi Penulis Produktif". (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 20:54 WIB

Menengok Penderitaan dalam Kacamata Agama-Agama

Benarkah agama-agama mengajarkan bahwa penderitaan adalah kesalahan pribadi atau bukti lemahnya iman?
Ilustrasi orang dengan gangguan kesehatan mental. (Sumber: Pexels/Nothing Ahead)
Ayo Jelajah 28 Okt 2025, 18:13 WIB

Sejarah Panjang ITB, Kampus Insinyur Impian Kolonial di Tanah Tropis

Technische Hoogeschool te Bandoeng berdiri tahun 1920 sebagai sekolah teknik pertama di Hindia Belanda, cikal bakal ITB dan lahirnya insinyur pribumi seperti Sukarno.
Peresmian Technische Hoogeschool te Bandung (THS) 3 Juli 1920. (Foto: KITLV)
Ayo Biz 28 Okt 2025, 17:52 WIB

Langkah Kecil, Dampak Besar: Gaya Hidup Sehat Menjadi Gerakan Sosial di Bandung

Gaya hidup sehat di Bandung tidak hanya dipicu oleh kesadaran individu, tetapi juga oleh ekosistem kota yang mendukung.
Gaya hidup sehat di Bandung tidak hanya dipicu oleh kesadaran individu, tetapi juga oleh ekosistem kota yang mendukung. (Sumber: Ist)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 17:13 WIB

Mahasiswa Boleh Sibuk, tetapi Jangan Lupa Bahagia

Di balik jadwal padat, tugas menumpuk, dan tuntutan produktivitas, banyak mahasiswa yang diam-diam berjuang melawan stres dan kelelahan mental.
Ilustrasi mahasiswa di Indonesia. (Sumber: Pexels/Dio Hasbi Saniskoro)
Ayo Biz 28 Okt 2025, 16:06 WIB

Rebo Nyunda di Cikapundung, Menjaga Napas Budaya Sunda di Tengah Deru Modernisasi

Rebo Nyunda bukan sekadar pertunjukan, program ini adalah gerakan akar rumput yang lahir dari keresahan akan lunturnya identitas budaya Sunda.
Cikapundung Riverspot, yang biasanya dipadati wisatawan dan pejalan kaki, menjelma menjadi panggung terbuka bagi warisan leluhur yakni Rebo Nyunda. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 28 Okt 2025, 16:05 WIB

Hikayat Cipaganti Group, Raksasa Transportasi Bandung yang Tumbang Diguncang Skandal

Dari garasi kecil di Jalan Cipaganti, lahir raksasa transportasi yang pernah kuasai Jawa Barat. Tapi skandal finansial membuatnya tumbang tragis.
Travel Cipaganti
Ayo Biz 28 Okt 2025, 14:41 WIB

Meluncur di Meja Makan: Sushi Konveyor dan Dinamika Kuliner Bandung

Jika dulu makanan Jepang identik dengan restoran eksklusif dan sajian formal, kini hadir cara baru yang lebih dinamis dan interaktif yakni sushi konveyor.
Jika dulu makanan Jepang identik dengan restoran eksklusif dan sajian formal, kini hadir cara baru yang lebih dinamis dan interaktif yakni sushi konveyor. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 28 Okt 2025, 13:59 WIB

Dari Mimbar Kecil di Tasikmalaya sampai ke TVRI Bandung

Di era digital yang serba cepat, Ustaz Atus hadir sebagai sosok pendakwah yang mampu menyentuh hati lewat layar.
Dakwah di program TVRI Bandung "Cahaya Qolbu" (Foto: Tim TVRI Bandung)