Kondisi Jalan Cupu Rancamanyar, Kamis, 31 Juli 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Ayo Netizen

Solusi Kemacetan, Batasi Konsumtif Kendaraan Roda Dua atau Pelebaran Jalan Raya?

Kamis 31 Jul 2025, 14:25 WIB

Jauh sebelum kota Bandung mendapat predikat sebagai kota termacet nomor 1 di Indonesia. Rancamanyar-Cibaduyut sudah mengalami permasalahan pelik ini sejak lama.

Akses jalan yang kecil, hilir-mudik masyarakat yang memiliki aktivitas atau pekerjaan di luar kabupaten bandung hingga peningkatan penggunaan kendaraan roda dua.

Sepanjang ingatan penulis sekitar tahun 2010, sepanjang jalan Cibaduyut-Rancamanyar selalu mengalami perbaikan jalan menjelang ramadhan hingga lebaran. Kondisi jalan yang kerap kali rusak dan berlubang karena genangan air hujan menjadi salah satu penyebab kemacetan.

Dulu kondisi jalan berada di bawah bangunan dan toko-toko yang berjejer sepanjang jalan. Namun karena seringnya mendapat perbaikan, hari ini jalan sudah rata tingginya dengan toko-toko tersebut.

Kemacetan tak terhindarkan karena seringkali akses buka- tutup membuat masyarakat semakin tidak sabar untuk melintasi jalan yang sedang diperbaiki. Beberapa kendaraan ada yang memilih trabas akses jalan yang belum sepenuhnya kering dan masih tertutup plastik atau triplek.

Belum lagi kondisi ramadhan yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat keluar di jam rawan untuk war takjil atau hanya sekedar jalan-jalan. Karyawan pabrik pun ikut serta meramaikan situasi jalanan karena saatnya jam pulang menuju rumah.

Bisa dibayangkan bagaimana kondisi haus, lapar, panasnya knalpot kendaraan serta pergumulan orang tak sabar yang ingin segera sampai tujuan. Menghela napas untuk meredam amarah tidak keluar dari jalannya.

Menjadi ciri khas tersendiri selain stigma tentang banjir, kawasan Cibaduyut - Rancamanyar adalah zona merah kemacetan. Kemacetan pun biasanya bisa terurai jika sudah melewati waktu shalat tarawih.

Meski demikian kawasan Cibaduyut-Rancamanyar tidak pernah kehilangan peminatnya bagi mereka yang memilih pindah dari kota untuk mendapatkan harga perumahan yang sangat murah.

Tahun berjalan, makin banyak kawasan perumahan yang berdiri. Bahkan hari ini , sawah-sawah yang dulunya tampak asri sudah hilang tinggal kenangan. Menambah masalah baru akan ketersediaan oksigen yang berkurang.

Suasana dingin cenderung sejuk, tetesan embun yang hadir pada setiap daun perlahan berubah menjadi sedikit lebih gersang.

Pembatasan Konsumtif Kendaraan Roda Dua

Kemacetan di Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)

Indonesia merupakan negara yang cukup konsumtif dalam membeli kendaraan. Bukan hanya untuk kebutuhan yang bersifat primer tapi ada alasan lain dibalik itu semua.

Pertama, tak dapat dipungkiri jika status sosial yang bisa ditunjukkan dengan seberapa banyak jumlah atau mewahnya kendaraan membuat masyarakat berlomba-lomba untuk memenuhi rasa validasi itu.

Mirisnya apapun siap dilakukan , termasuk berhutang. Hutang dulu, masalah bayar urusan kemudian. Kebutuhan masyarakat yang ditangkap oleh penyedia jasa jual beli kendaraan, menjadikan sasaran baru hadirnya dealer motor yang semakin menjamur.

Brosur-brosur penawaran dengan angsuran dan down payment yang murah tersebar di sepanjang perjalanan. Tak peduli jangka panjang pembayaran, yang penting harga motor bisa dicicil semurah-murahnya.

Kedua, selain pemenuhan status sosial, sebagain masyarakat indonesia juga termasuk yang malas untuk berjalan kaki.

Pergi ke warung yang hanya berjarak 300-500 meter menggunakan motor, jalan bertemu teman yang masih satu kampung untuk nongkrong menggunakan motor juga, kadang dengan sengaja menghabiskan bensin untuk menunjukkan eksistensi motor yang sudah di modif dengan jalan hilir-mudik tanpa tujuan.

Sudahlah Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi karbohidrat yang cukup beragam, di tambah rasa malas untuk bergerak menjadi penyumbang terbesar angka diabetes untuk datang.

Ketiga, penggunaan kendaraan bermotor tidak pada usia yang tepat. Banyak anak-anak dibawah umur yang sudah dengan percaya diri mengendarai motor bak seperti Valentino Rossi yang bertanding di sirkuit.

Tak mengindahkan kendaraan yang berada di lawan arah, tak mempertimbangkan kondisi jalanan yang berbahaya, tak dimarahi pula oleh orang tua yang melihatnya. Kecelakaan bukan lagi sebuah kejadian yang bisa dihindari atau diantisipasi. Tapi kecelakaan menjadi pertaruhan nyawa yang di undang untuk datang dengan suka cita.

Rasanya sampai kapanpun kemacetan tidak akan berhenti, selama pembatasan penggunaan dan pembelian kendaraan roda dua tidak diatur oleh regulasi. Pentingnya menyediakan transportasi umum yang bisa menjangkau daerah pedalaman pun harusnya segera dirancang kan.

Pembenahan fasilitas dan rute kendaraan umum makin disebarluaskan. Indonesia seharusnya Belajar dari negara maju yang mampu mengkoordinasikan penggunaan transportasi umum sebagai pilihan utama dalam mobilisasi.

Mereka saja yang memproduksi kendaraan seperti motor sangat membatasi dan enggan menggunakan produknya dan lebih memilih sepeda , lantas kenapa mau saja menjadi korban pasar para produsen di sana.

Pelebaran Jalan Raya

Kemacetan di Jalan Merdeka, Kota Bandung, Rabu 31 Juli 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Solusi ini kelihatannya cukup efektif tapi akan menimbulkan dampak lain setelahnya. Kawasan Cibaduyut- Rancamanyar merupakan salah satu jalan dengan kondisi yang tidak terlalu lebar tapi cukup menjadi alternatif banyak kendaraan dari berbagai macam daerah.

Kondisi ini akan diperparah ketika banjir datang melanda. Masyarakat dari daerah Dayeuh kolot, Baleendah, Pameungpeuk , Banjaran berkumpul menjadi satu melintasi jalan yang tidak mampu menampung ribuan kendaraan.

Belum lagi saat melintasi kawasan jembatan Citarum 2 yang tidak jauh dari SDN Rancamanyar. Pengendara saling berebut untuk segera terbebas dari kemacetan. Ada pengendara dari kawasan Cupu menuju Cibaduyut, Cupu menuju Banjaran, Cupu menuju Katapang , Dayeuh kolot- Baleendah-Banjaran menuju Rancamanyar dan sebaliknya. Tidak adanya lampu lalu lintas yang mengatur kondisi jalan makin memperparah kondisi kemacetan.

Kendaraan dengan muatan besar seperti truk pun turut serta meramaikan kemacetan. Peraturan jam keluar kendaraan tersebut seringkali tidak ditaati. Bukan lagi macet bahkan kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali saking tidak adanya celah untuk maju. Semua kendaraan terjebak dengan penuh perasaan yang dongkol.

Pelebaran jalan menjadi opsi kedua yang bisa dipilih jika pertambahan kendaraan roda dua tidak bisa dikendalikan. Meski hal ini bisa memicu masalah baru yaitu penggusuran pemukiman yang akan menjadi relokasi pelebaran jalan baru.

Demikian sebetulnya masih ada jalan bagi masyarakat yang terdampak untuk berpindah lokasi ke tempat yang masih sedikit jumlah penduduknya. Misalnya saja Bojong kunci, Cikambuy, Bojong buah, Suka mukti, Patrol dan daerah sekitarnya.

Meski demikian ini juga bukan solusi yang mudah, terlebih bagi para toko yang akan ikut terusir tidak hanya tempat tapi kesempatan dan peluang usahanya pun bisa saja terancam hulang.

Bagaimanapun daerah terpencil yang disebutkan diatas memang menjadi suatu kondisi gambling. Belum bisa digambarkan secara nyata apakah masyarakat yang terusir akan tetap bisa bertahan dan mengembangkan usahanya atau justru sebaliknya. (*)

Tags:
volume kendaraanpelebaran jalan rayakemacetan

Dias Ashari

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor