Gara-Gara Macet, 108 Jam Tak Pernah Kembali

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Selasa 29 Jul 2025, 19:04 WIB
Kemacetan panjang di Jalan Cimindi, Kota Bandung pada Jumat, 10 Januari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Kemacetan panjang di Jalan Cimindi, Kota Bandung pada Jumat, 10 Januari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

BAYANGKAN Anda duduk santuy di mobil. Tapi, mobil tak bisa laju. Tersendat. Bahkan, nyaris tak bergerak. Ini mungkin bukan sesuatu kejadian luar biasa. Pasalnya, ini  adalah menu rutin harian yang dialami ribuan orang di kota-kota besar Indonesia. Termasuk Bandung.

Diperkirakan rata-rata penduduk kota besar di Indonesia bisa kehilangan hingga 108 jam per tahun karena kemacetan. Itu berarti hampir lima hari penuh hanya untuk menatap kemudi, aspal, dan lampu merah.

Angka 108 jam per tahun tersebut diperoleh dari hasil perkiraan waktu tempuh tambahan yang dialami oleh pengendara di kota-kota besar akibat kemacetan lalu lintas, dibandingkan dengan waktu perjalanan normal tanpa hambatan.

Misalnya, jika seseorang menghabiskan rata-rata 15 hingga 20 menit ekstra setiap hari karena kemacetan dalam perjalanan pulang-pergi, maka dalam 250 hari kerja setahun, akumulasi waktu yang hilang bisa mencapai lebih dari 100 jam.

Studi seperti TomTom Traffic Index atau laporan transportasi dari Bappenas dan Kementerian Perhubungan menggunakan data kecepatan kendaraan real-time, GPS, dan pola perjalanan harian untuk memproyeksikan total waktu terbuang tersebut.

Maka, angka 108 jam bukanlah hasil spekulasi, melainkan gambaran nyata tentang bagaimana infrastruktur dan manajemen lalu lintas berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat urban.

Boleh jadi angka itu seakan hanya statistik. Tapi, mari kita bayangkan ulang. Jumlah 108 jam adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan membaca lima novel tebal atau menulis tiga cerita pendek. Atau juga membangun satu bisnis kecil online dari nol.

Kemacetan mencuri waktu kita

Sejatinya, kemacetan bukan cuma membuat kita telat. Ia mencuri waktu hidup kita yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun dan mengembangkan sesuatu yang mungkin jauh lebih berguna dan lebih bermanfaat.

Jelas, kemacetan menggerogoti produktivitas kiat secara diam-diam. Bukan hanya tenaga kerja dan pelaku bisnis yang terkena dampaknya. Ibu rumah tangga, pelajar, lansia, bahkan anak-anak ikut mengalami akibat tak langsung dari kemacetan.

Nah, jika kita bisa mengubah 108 jam yang hilang itu ke dalam waktu yang lebih berkualitas bersama keluarga, akan seperti apa dampaknya bagi hubungan emosional kita?

Sebagian orang tua mengeluh tidak punya waktu untuk mendampingi anak belajar atau sekadar bermain bersama. Padahal, waktu itu ada, hanya mungkin hilang di jalan gara-gara macet.

Bayangkan pula jika 108 jam digunakan untuk mengasah keterampilan baru. Misalnya, mempelajari teknik desain grafis, belajar bahasa asing, atau mengikuti kursus online yang banyak tersedia gratis saat ini.

Kita bisa melakukan banyak hal dengan 108 jam. Kita bisa membangun kembali mimpi yang dulu ditinggalkan karena alasan sibuk dan tidak sempat. Tapi, gara-gara macet, mimpi itu akhirnya gagal kita wujudkan.

Dalam satu studi yang dikembangkan oleh Daniel Kahneman, peraih Nobel Ekonomi, disebutkan bahwa manusia merasa paling tidak bahagia ketika berada dalam perjalanan kerja yang macet. Ini menunjukkan bahwa kemacetan bukan hanya pemborosan waktu, tapi juga menguras energi psikis.

Waktu hilang selamanya

Kemacetan di Jalan Merdeka, Kota Bandung, Rabu 31 Juli 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Kemacetan di Jalan Merdeka, Kota Bandung, Rabu 31 Juli 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Waktu adalah satu-satunya sumber daya yang tak bisa dikembalikan. Uang yang hilang, kita bisa mencarinya  lagi. Rumah yang hancur, kita bisa membangunnya lagi. Tapi, waktu yang hilang? Ia hilang selamanya.

Jika 108 jam -- yang hilang gara-gara macet itu -- dibagi ke dalam 30 menit per hari, kita, misalnya, bisa menggunakannya untuk membaca berita internasional, memperluas wawasan geopolitik, atau memahami tren industri terbaru.

Bahkan, jika hanya digunakan untuk merenung dan menulis jurnal harian, itu bisa membentuk refleksi pribadi yang dalam, memperkuat jati diri dan arah hidup kita.

Banyak orang mengaku tidak sempat berolahraga. Padahal, 108 jam itu cukup untuk menyelesaikan 54 sesi olahraga ringan berdurasi 30 menit. Tapi, karena macet dan waktu kita hilang, kita jadi tak sempat berolahraga.

Dengan 108 jam, kita juga bisa membuat konten edukatif yang menjangkau ribuan orang di media sosial. Kita bisa berbagi pengetahuan, pengalaman, bahkan membangun komunitas baru.

Bagi pelaku UMKM, waktu sebanyak itu bisa menjadi ruang untuk memoles strategi pemasaran, memperbaiki tampilan produk, atau menjalin koneksi dengan pelanggan baru.

Adapun untuk siswa dan mahasiswa, 108 jam bisa menjadi bekal tambahan menghadapi persaingan masa depan. Waktu tersebut bisa digunakan untuk membaca buku-buku pemikiran kritis atau mendalami bidang minat.

Bukan berarti terus bekerja

Orang sering lupa bahwa produktivitas bukan berarti terus bekerja. Kadang, duduk diam bersama orang terdekat, berbagi cerita dan tawa, adalah bentuk produktivitas emosional yang luar biasa.

Jumlah 108 jam bukan angka mati. Ia adalah kesempatan hidup yang bisa ditukar menjadi pengalaman, relasi, ide, dan bahkan perubahan sosial.

 “Time is the longest distance between two places,” tulis Tennessee Williams. Barangkali jarak fisik antara rumah dan kantor hanya 15 kilometer. Tapi, gara-gara macet, waktu yang dibutuhkan seolah memisahkan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi dengan tembok yang tinggi.

Dalam 108 jam, kita bisa mendengarkan lebih dari 1.500 lagu berdurasi rata-rata 4 menit. Bayangkan jika lagu-lagu itu mengusung makna, semangat, atau inspirasi yang membangun mood positif. Pasti luar biasa dampaknya.

Atau, 108 jam itu bisa menjadi sesi diskusi mingguan dengan pasangan atau anak, memperbaiki komunikasi dan meredakan konflik kecil sebelum menjadi besar.

Waktu sebanyak itu bahkan cukup pula untuk menanam dan merawat satu petak kecil kebun di emperan atau di belakang rumah, dan menghasilkan sayuran organik, bunga, atau tanaman obat keluarga.

Tersedot kerangkeng kemacetan

Kemacetan di Flyover Antapani. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Kemacetan di Flyover Antapani. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)

Sebagian dari kita barangkali mengeluh hidup terasa monoton. Tapi, mungkin, karena sebagian waktu terbaik kita tersedot dalam kerangkeng kemacetan di jalan raya.

Kita mungkin sering menyalahkan hal-hal kecil atas hilangnya rasa damai, padahal yang mencuri ketenangan kita adalah sistem yang membuat kita kehilangan waktu. Maka, kita agaknya perlu mulai memikirkan mobilitas bukan sekadar soal kendaraan, melainkan soal manajemen hidup.

Kota-kota yang bijak adalah kota yang memperlakukan waktu warganya sebagai aset paling berharga.

Transportasi publik yang andal, sistem kerja fleksibel, dan kebijakan work from home bisa menjadi solusi dalam mengurai kemacetan. Dan ini sesungguhnya bukan hanya soal solusi mengurangi kemacetan, tapi juga soal solusi mengembalikan 108 jam itu kepada kita.

Jadi, mulai hari ini, mari kita hitung ulang waktu kita di jalan raya. Berapa banyak kira-kira waktu yang kita sia-siakan karena kemacetan dan sekaligus apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya? (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 03 Nov 2025, 20:51 WIB

Tawas, Bahan Sederhana dengan Khasiat Luar Biasa untuk Atasi Bau Badan

Si bening sederhana bernama tawas punya manfaat luar biasa.
Sejak lama, tawas digunakan dalam berbagai keperluan. (Sumber: Wikimedia Commons/Maxim Bilovitskiy)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 19:47 WIB

Fesyen sebagai Cerminan Kepribadian: Lebih dari Sekadar Gaya

Fashion tidak hanya berbicara tentang pakaian yang indah atau tren terkini, tetapi juga menjadi cara seseorang mengekspresikan diri.
Setiap pilihan busana, warna, hingga aksesori yang dikenakan seseorang menyimpan cerita tentang siapa dirinya (Sumber: Pexels/PNW Production)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:40 WIB

Tempo vs Menteri Pertanian, AJI Tegaskan Sengketa Pers Bukan Urusan Pengadilan

Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”.
Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” yang tayang di akun X dan Instagram Tempo. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 19:24 WIB

Pusat Perbelanjaan Bandung di Era Digital, Bertahan atau Bertransformasi?

Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis.
Bandung, kota yang dikenal sebagai Paris van Java, tak hanya memikat lewat pesona alam dan kulinernya, tetapi juga lewat denyut bisnis ritelnya yang dinamis. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:54 WIB

Sejarah Flyover Pasupati Bandung, Gagasan Kolonial yang Dieksekusi Setelah Reformasi

Flyover Pasupati Bandung menyimpan sejarah panjang, dari ide Thomas Karsten di era kolonial hingga menjadi simbol kemajuan urban modern Jawa Barat.
Flyover Pasupati Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Jelajah 03 Nov 2025, 18:39 WIB

Hikayat Tragedi Lumpur Lapindo, Bencana Besar yang Tenggelamkan Belasan Desa di Sidoarjo

Sejarah amukan lumpur Lapindo telan 16 desa dan 60 ribu jiwa, tapi yang tenggelam bukan cuma rumah, juga nurani dan keadilan negeri ini.
Lumpur Lapindo. (Sumber: Shutterstock)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 17:54 WIB

Perundungan Dunia Maya (Cyberbullying), Siswa SMAN 25 Bandung Diajak Lebih Bijak di Dunia Digital

Mahasiswa Telkom University mengedukasi siswa SMAN 25 Bandung tentang bahaya cyberbullying melalui kegiatan sosialisasi dan diskusi interaktif.
Dokumentasi Pribadi, sosialisasi "Perundungan Dunia Maya (cyberbullying)" SMAN 25 Bandung, 27 oktober 2025.
Ayo Biz 03 Nov 2025, 16:56 WIB

Fesyen Sunda dan Anak Muda Bandung: Warisan atau Wawasan yang Tergerus?

Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan.
[ilustrasi]Sejak satu dekade terakhir, anak-anak muda mulai tampil dengan pangsi hitam, iket Sunda, atau aksara kuno yang menghiasi kaus mereka, simbol dari pencarian identitas budaya yang lama terpinggirkan. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 15:41 WIB

Bandung dan Krisis Nurani Ekologis

Pemerintah kota Bandung tampak lebih sibuk memoles citra daripada memelihara kehidupan.
Sungai Cikapundung Kampung Cibarani Kota Bandung (Foto: Dokumen River Clean up)
Ayo Biz 03 Nov 2025, 14:56 WIB

Milenial dan Generasi Z Tak Lagi Beli Barang, Mereka Beli Nilai

Di tangan generasi milenial dan Gen Z, konsep Keberlanjutan menjelma menjadi gaya hidup yang menuntut transparansi, nilai, dan tanggung jawab sosial.
Produk upcycle, yang mengolah limbah menjadi barang bernilai, kini menjadi simbol perubahan yang digerakkan oleh kesadaran kolektif. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:46 WIB

‘Galgah’, Antonim Baru dari ‘Haus’ yang Resmi Masuk KBBI

Kata baru “galgah” sedang jadi sorotan warganet!
Kata "galgah" menunjukkan seseorang sudah tidak lagi haus. (Sumber: Pexels/Karola G)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 14:10 WIB

Cahaya di Tengah Luka: Ketulusan Ibu Timothy Anugerah yang Mengampuni dan Merangkul

Kehilangan seorang anak adalah duka yang tak terbayangkan. Namun, Ibu dari almarhum Timothy Anugerah memilih jalan yang tak biasa.
Ketulusan hati ibu Timothy Anugerah (Sumber: https://share.google/StTZP2teeh7VKZtTl)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 13:15 WIB

Diskusi Buku 'Berani Tidak Disukai' bersama Salman Reading Corner

Membaca adalah cara kita untuk menyelami pemikiran orang lain. Sementara berdiskusi adalah cara kita mengetahui berbagai macam perspektif.
Diskusi Buku Bersama Salman Reading Corner, Sabtu, 01 November 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 11:32 WIB

Menyalakan Kembali Lentera Peradaban

Refleksi Milad ke-113 Muhammadiyah.
Lentera dengan karya seni Islam. (Sumber: Pexels/Ahmed Aqtai)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 10:01 WIB

Perutku, Makanan, dan Rasa Lapar yang Sia-sia

Perut adalah salah satu inti kehidupan manusia. Dari sanalah segalanya bermula, dan juga sering berakhir.
Para pengungsi. (Sumber: Pexels/Ahmed akacha)
Ayo Netizen 03 Nov 2025, 08:12 WIB

Mati Kelaparan di Negeri para Bedebah

Membunuh memang tidak selamanya melukai tubuh seseorang dengan senjata.
Ilustrasi Meninggal karena kelaparan (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 20:37 WIB

Mengapa Tidur Cukup Sangat Penting? Begini Cara Mencapainya

Sering begadang? Hati-hati, kurang tidur bisa merusak kesehatan tubuh dan pikiranmu!
Ilustrasi tidur. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 17:53 WIB

Inspirasi Sosok yang Teguh Mengabdi di Cipadung Wetan

Sosok lurah di Cipadung Wetan yang memiliki dedikasi tinggi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Lurah Cipadung Wetan, Bapak Tarsujono S. Sos, M,. M,. (Sumber: Mila Aulia / dok. pribadi | Foto: Mila Aulia)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 15:14 WIB

Peran Orang Tua di Tengah Tantangan Pendidikan Modern

Perkembangan teknologi dan perubahan gaya belajar membuat pendidikan modern tidak lagi sama seperti dulu.
Orang tua dan anaknya. (Sumber: Pexels/Lgh_9)
Ayo Netizen 02 Nov 2025, 14:01 WIB

Ketika Kampus Tak Lagi Aman: Belajar dari Kasus Timothy Anugerah di Universitas Udayana

Kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana, membuka mata kita tentang bahaya perundungan di lingkungan kampus.
Korban perundungan, Timothy Anugerah. (Tiktok/apaajaboleh2012)