Jemari para pengrajin dengan terampil menyelipkan benang-benang menjadi simpul membentuk ornamen motif hingga lembaran kain tenun indah nan cantik. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Menghidupkan Warisan, Menenun Masa Depan: Perjalanan Sutra Alam Majalaya

Senin 19 Mei 2025, 17:57 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Di salah satu sudut daerah di Kabupaten Bandung, jemari para pengrajin dengan terampil menyelipkan benang-benang menjadi simpul membentuk ornamen motif hingga lembaran kain tenun indah nan cantik.

Tak hanya kaum perempuan, para pengrajin pria pun bekerja tak kalah cekatan, teliti nan fokus menggerakan bilah kayu Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).

Bunyi kayu beradu dari belasan ATBM saling bersahutan di salah satu rumah produksi tenun sulam memecah kesunyian di Kampung Leuwinanggung, Desa Talun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.

Dengan gerakan tangan yang lembut penuh hati-hati, para pengrajin itu terampil menenun untaian benang demi benang untuk menyelesaikan satu lembar kain Ulos berbagai motif.

Jemari para pengrajin dengan terampil menyelipkan benang-benang menjadi simpul membentuk ornamen motif hingga lembaran kain tenun indah nan cantik. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Kala itu, para penenun dengan sigap mengejar target pesanan dari sang pembeli dari tanah Sumatera. Dari pagi hingga sore, tangan dan jemari para pengrajin dengan gemulai menenun untaian benang warna-warni nan berkilau jadi selembar kain tenun halus bernilai jual tinggi.

Harmonisasi ketukan mesin tenun diselingi obrolan ringan para penenun ini sedianya tersaji setiap hari di salah satu rumah produksi kain tenun asal Majalaya, Kabupaten Bandung bernama Sutra Alam Majalaya.

Sang pemilik rumah produksi Sutra Alam Majalaya, Evi Sopian bercerita bahwa setiap lembar tenun sutra yang dihasilkan industri tenun rumahan tersebut diproduksi dan dipasarkan ke berbagai daerah.

Berdiri sejak tahun 2000, Sutra Alam Majalaya memproduksi berbagai jenis kain tenun rumahan mulai dari kain tenun ikat hingga Ulos berbahan benang sutra khas Sumatera Utara.

Jemari para pengrajin dengan terampil menyelipkan benang-benang menjadi simpul membentuk ornamen motif hingga lembaran kain tenun indah nan cantik. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Demi mengedepankan kualitas, proses produksi kain tenun di Sutra Alam Majalaya masih menggunakan alat tenun tradisional dan teknik sulam tangan untuk menjaga nilai otentik dan ekslusifnya.

Evi menguturkan, di masa jayanya, rumah produksi Sutra Alam Majalaya merupakan sebuah industri rumahan yang mampu menampung hingga 100 orang pekerja.

Industri ini dulu amat menggeliat hingga dapat membantu perekonomian warga sekitar dan membuat Kampung Leuwinanggung, Desa Talun terkenal sebagai sentral tenun.

Namun saat pandemi Covid-19 menghantam, rumah indutri tenun ini sempat limbung dan mengalami pukulan berat. Dari tiga rumah produksi yang dimiliki Evi, kini hanya menyisakan satu pabrik yang total menampung 50 pekerja.

Demi menjaga roda perekonomian warga sekitar dan laju usahanya tetap berjalan, Evi pun menerapkan sistem shift agar pekerja yang didominasi masyarakat sekitar tak kehilangan mata pencahariannya.

Jemari para pengrajin dengan terampil menyelipkan benang-benang menjadi simpul membentuk ornamen motif hingga lembaran kain tenun indah nan cantik. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Maklum, sebagian besar penenun yang bekerja pada Evi mengandalkan pemasukan dari menenun sebagai mata pencaharian utama mereka sehari-hari.

“Pandemi jadi pukulan terberat. Ibaratnya saat mesin lagi maksimal kerja semua fokus kejar setoran, tiba-tiba mati lampu. Usaha semua stop semua, berhenti total," kata Evi saat berbincang dengan wartawan Ayobandung beberapa waktu lalu.

Beruntung, meski sempat limbung gegara pembatasan saat pandemi Covid-19, rumah industri kain tenun di Sutra Alam Majalaya kini kembali bergeliat memenuhi pesanan mulai dari Sumatera Utara, NTT, Lampung, hingga Kalimantan.

Evi menyadari, inovasi dan kreativitas menjadi kunci utama dari bisnis kain tenunnya hingga bisa tetap bertahan sampai hari ini. Dia mengatakan, dengan berinovasi mengembangkan setiap desain dan motif kain tenun menjadi kunci para pelaku usaha di dunia fesyen.

"Kuncinya yang saya sadari hingga saat ini adalah kita harus selalu putar otak dan terus melakukan riset sampai pengembangan inovasi. Termasuk mengamati tren pasar," kata Evi.

Jemari para pengrajin dengan terampil menyelipkan benang-benang menjadi simpul membentuk ornamen motif hingga lembaran kain tenun indah nan cantik. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Evi mencontohkan, saat awal rumah produksi ini berdiri, tenun sulam dari rumah produksi Sutra Alam Majalaya hanya fokus dan bermain di pakem-pakem motif tenun kontemporer pada umumnya.

Namun demi mengembangkan inovasi dan mengikuti tren pasar kekinian, Evi mulai melirik inovasi tenun sulam untuk menerapkan corak dan motif-motif modern, semisal bermain aksen motif flora hingga fauna.

“Untuk kami yang bergelut di bidang fesyen memang harus selalu mengedepankan inovasi. Pokoknya, gimana caranya supaya pasar itu harus selalu tertarik. Tentu itu bisa dilakukan jika kita banyak riset yang diinginkan pasar,” lanjut Evi.

Tentu dalam berbisnis, berbagai cobaan dan masalah dapat datang tanpa diundang. Hal itu pun terjadi pada bisnis yang dirintis Evi.

Evi mengakui sempat mengalami kebocoran desain, sebelum motif baru tenun tersebut resmi dikenalkan. Namun dia menyadari bahwa dalam berbisnis akan selalu ada jalan untuk datangnya sebuah inovasi.

“Terkadang ada kebocoran atau ada yang jiplak tapi apa boleh buat. Tenun tradisional ini kan tak bisa dihak paten, jadi kita biarkan saja karena ini warisan nenek moyang. Tapi jika bicara inovasi, ada nilai yang tidak bisa diukur,” ungkapnya.

Diketahui, produk kain tenun ATBM Sutra Alam Majalaya bisa tetap bertahan hingga kini karena menonjolkan eksklusivitas sebagai karya buatan tangan pengrajin.

Pemilik rumah produksi Sutra Alam Majalaya, Evi Sopian saat menunjukkan satu lembar tenun sutra yang dihasilkan industri tenun rumahannya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Evi pun menjaga nilai ekslusif tersebut saat memasarkan produk tenun Sutra Alam Majalaya. Bagaimana tidak? Untuk menghasilkan satu set kain tenun dibutuhkan waktu waktu 2 hari hingga satu minggu pengerjaan.

Lamanya proses pembuatan satu lembar kain tenun ini pun sangat dipengaruhi dengan tingkat kerumitan dari motif dan pola akses tenun sulam yang dihasilkan.

Evi mengatakan, untuk satu set kain tenun ATBM berikut selendang memiliki harga bervariatif mulai dari paling murah Rp800 ribuan hingga Rp1,2 jutaan. Sementarauntuk kain tenun ATBM yang memiliki motif lebih rumit serta berbahan benang sutra, harga satu set kain tenun berkisar Rp3 jutaan.

“Kita mengerjakan Ulos fesyen sehingga yang kita jual di sini adalah jual karya seni. Kita juga menghargai tenaga manusia. Karenanya upah disesuaikan dengan tingkat kerumitan kain tenun yang dikerjakan,” ujar Evi.

Alamat rumah produksi: Kampung Leuwinanggung RT 04/RW 07 Desa Talun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.

No. HP: +62 813-9450-9423

Tags:
ATBMtenun sulamtenun tradisionalulosSutra Alam MajalayaKabupaten Bandungkain tenun

Eneng Reni Nurasyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nurasyah Jamil

Editor