Kopi Wanoja: Dari Tangan Perempuan Kampung di Kamojang ke Pasar Dunia

Mildan Abdalloh
Ditulis oleh Mildan Abdalloh diterbitkan Jumat 09 Mei 2025, 09:46 WIB
Para pekerja di Kopi Wanoja sedang memilah biji kopi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)

Para pekerja di Kopi Wanoja sedang memilah biji kopi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)

AYOBANDUNG.ID - Tangan-tangan terampil bergerak lincah memilah biji kopi di atas meja stainless. Sorot mata yang tajam mengawasi setiap butir, sementara jari-jemari dengan cekatan memisahkan biji yang tidak memenuhi standar.

Selusinan perempuan berkerudung, seragam kuning, dan celemek tampak khusyuk bekerja. Mereka adalah para pekerja di Kopi Wanoja, yang berlokasi di Kampung Sangkan, Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung—sebuah daerah di kaki Gunung Kamojang.

Meskipun berasal dari perkampungan, omzet bisnis ini mencapai miliaran rupiah. Berton-ton biji kopi dalam bentuk green bean mereka kirim ke berbagai penjuru negeri, bahkan hingga ke pasar ekspor di sejumlah negara.

Di balik kesuksesan ini ada sosok Eti Sumiati, pendiri Kopi Wanoja yang kini berusia 70 tahun. Perempuan tangguh inilah yang mengubah wajah pertanian di Kamojang.

Lima Perempuan Pelopor

Kawasan Kamojang kini dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terkemuka. Padahal, dulu daerah ini mengandalkan pertanian hortikultura yang kerap dianggap merusak lingkungan.

Meski masih banyak petani yang bertahan dengan sayuran, luas kebun kopi terus bertambah. Peralihan ini tak lepas dari peran Eti Sumiati pada 2012. Saat itu, perempuan yang akrab disapa Nenek ini baru pensiun dari pekerjaannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Setelah pensiun, Nenek melihat potensi kopi di Kamojang," kata Silvi, petugas administrasi Koperasi Wanoja, Rabu (7/5/2025).

Potensi itu terlihat dari kebun-kebun kopi kecil di pinggiran hutan Kamojang. Meski belum banyak, Nenek yakin komoditas ini menjanjikan—meski saat itu bisnis kopi belum booming seperti sekarang.

Tanpa bekal pengalaman bertani kopi, Nenek memberanikan diri membentuk kelompok tani. Dengan susah payah, ia berhasil mengajak lima perempuan untuk bergabung. Kelompok itu kemudian dinamai Wanoja, dari bahasa Sunda yang berarti "perempuan".

Mengubah kebiasaan petani dari menanam sayur ke kopi bukan hal mudah. Sayur bisa dipanen dalam hitungan bulan, sementara kopi butuh waktu hingga tiga tahun. Namun, berkat kegigihan Nenek, lambat laun petani lain mulai tertarik.

Dari awal hanya menggarap 5 hektar, kini Koperasi Wanoja memiliki 102 anggota dengan total lahan 188 hektar. Meski anggotanya sudah campur laki-laki, nama Wanoja tetap dipertahankan sebagai penghormatan pada peran perempuan.

Pekerja di Kopi Wanoja memiliah biji kopi untuk memenuhi permintaan ekspor. Arab Saudi yang awalnya hanya memesan dua ton per tahun, kini meningkat hingga satu kontainer atau 20 ton. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)

Dari Jual Cherry Hingga Juara Kompetisi

Sejak berdiri pada 2012, perjalanan Wanoja terus menanjak. Dalam 13 tahun, mereka berhasil menembus pasar internasional.

Namun, jalan menuju kesuksesan tidak mulus. Awalnya, mereka hanya menjual kopi cherry (buah kopi mentah) dengan harga rendah. Namun, Nenek tak berhenti belajar. Ia mengikuti berbagai pelatihan, mulai dari budidaya hingga pengolahan kopi menjadi green bean.

Perlahan, bisnis mereka berkembang—dari sekadar menjual cherry, lalu membeli cherry petani lain untuk diolah menjadi gabah, hingga akhirnya mengekspor green bean.

Bahkan, dengan keberanian yang bisa dibilang nekat, Nenek ikut Kontes Kopi Spesialti Indonesia padahal baru belajar mengolah kopi. Hasilnya? Juara kedua!

Tidak Serakah, Fokus pada Kemitraan

Seiring tren kopi yang melonjak pada 2018, permintaan ke Wanoja pun meningkat. Mereka mulai menerima pesanan dari berbagai daerah, bahkan hingga ekspor ke Belanda dan Arab Saudi.

Arab Saudi, misalnya, awalnya hanya memesan 2 ton per tahun. Kini, pesanannya mencapai 20 ton (satu kontainer) setiap tahun. Di pasar domestik, penjualan daring via Tokopedia saja mencapai 100 kg per hari.

Meski bisa mengembangkan produk jadi (kopi sangrai atau bubuk), Wanoja memilih bertahan sebagai pemasok green bean. Alasannya prinsip: tidak ingin bersaing dengan mitra mereka sendiri.

"Kalau kami jual kopi siap seduh, kami justru jadi pesaing mitra kami. Kami ingin fokus memperkuat rantai hulu," jelas Silvi.

Penggerak Ekonomi Warga

Keberadaan Wanoja telah menjadi roda penggerak ekonomi warga sekitar. Setidaknya, 60 orang menggantungkan penghasilan mereka di sini—mulai dari pengelola kebun hingga pekerja sortir. Saat musim panen, jumlahnya bisa lebih banyak lagi, dengan upah harian Rp100.000–Rp150.000.

Salah satunya adalah Nenden (31), yang bekerja sebagai pemilah biji kopi. "Ini sangat membantu ekonomi keluarga," ujarnya. Apalagi, penghasilan suaminya sebagai pekerja konveksi belakangan tidak menentu.

Menurut Silvi, Wanoja memprioritaskan pekerja lokal. "Semuanya warga sini, paling jauh masih di Kecamatan Ibun," katanya.

Kualitas tetap menjadi kunci. Mulai dari pemilihan bibit, perawatan, pemanenan, hingga penyortiran, standar ketat diterapkan. Bahkan mitra pemasok pun harus memenuhi kriteria Wanoja.

Dalam 13 tahun, dari kelompok tani pemula, Wanoja telah bertransformasi menjadi pengekspor kopi sekaligus tulang punggung perekonomian warga Kamojang.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Jelajah 10 Jul 2025, 19:00 WIB

Tapak Sejarah Reak, Seni Kesurupan yang Selalu Bikin Riweuh di Bandung Timur

Reak adalah seni kesurupan yang sering dipentaskan di Bandung Timur yang memadukan musik, mistik, dan sejarah panjang dari Pajajaran hingga Citarum.
Penampil Reak dalam salah satu helatan di Bandung. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 10 Jul 2025, 16:24 WIB

Sayur Lodeh: Makanan Lokal yang Penuh dengan Nilai Tradisi Masyarakat Jawa

Sayur lodeh merupakan makanan khas dari Jawa Tengah yang masih kental dengan budaya dan tradisi yang dikaitkan sebagai makanan penolak bala.
Sayur Lodeh Warung Ngonah Braga (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Beranda 10 Jul 2025, 13:45 WIB

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan: Tidak Masuk Akal Bandara Husein Ditutup, yang Diuntungkan Justru Jakarta!

Ia menilai kebijakan ini justru menguntungkan Jakarta karena masyarakat Bandung dan sekitarnya kini terpaksa terbang melalui Bandara Halim.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Netizen 10 Jul 2025, 12:27 WIB

Memupuk Welas Asih, Menebar Belas Kasih

Pada dasarnya kita memiliki kekuatan untuk berbuat dan perilaku belas kasih.
Inilah logo baru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Welas Asih (Sumber: www.jabarprov.go.id | Foto: Humas Jabar)
Ayo Biz 10 Jul 2025, 11:24 WIB

Kupat Tahu dan Lontong Kari Cicendo, Kuliner Legendaris yang Tak Pernah Sepi

Aroma rempah dari seporsi kupat tahu dan lontong kari mengepul sejak pagi buta di sudut sempit Gang Polisi, Cicendo, Bandung. Tempat itu menjadi saksi bisu salah satu keberadaan kuliner legendaris Kot
Gerai kupat tahu dan lontong kari Cicendo (Foto: GMAPS)
Ayo Jelajah 10 Jul 2025, 10:52 WIB

Pieterspark, Taman Tertua di Bandung yang Berdiri Sejak 1885

Pieterspark dibangun pada 1885 sebagai taman pertama di Kota Bandung. Dibangun untuk mengenang Pieter Sijthoff, kini menjelma jadi Taman Dewi Sartika yang sarat sejarah dan estetika.
Lukisan Pieterspark Bandung. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Ayo Biz 10 Jul 2025, 09:41 WIB

Kisah Dapur Qnoy, dari Katering Hingga Produksi Abon Kemasan yang Lezat dan Sehat

Berawal dari kegemaran memasak dan kebutuhan rumah tangga, Endah Susantie sukses mengembangkan Dapur Qnoy, sebuah usaha kuliner rumahan dengan berbagai produk.
Owner Dapur Qnoy, Endah Susantie (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 10 Jul 2025, 08:58 WIB

Rekam Kelam Derita Satwa, Tragedi Kebun Binatang Bandung Berulang Kali

Sejarah Kebun Binatang Bandung mencatat pola kelam yang berulang.
Taman Jubileumpark (Sumber: (Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden))
Ayo Netizen 09 Jul 2025, 18:18 WIB

Merindu Masakan Mama yang Dibuat Warung Ngonah di Braga

Warung Ngonah adalah salah satu kuliner rumahan yang berada dibelakang gang tidak jauh dari hingar-bingar jalanan Braga.
Nasi Rames Warung Ngonah Braga (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 17:18 WIB

Dari Gerobak ke Legenda: Warisan Rasa di Balik Waroeng Sate Kardjan sejak 1925

Waroeng Sate Kardjan bukan sekadar tempat makan, kuliner legendaris ini saksi bisu perjalanan rasa, warisan keluarga, dan cinta tak berkesudahan pada budaya kuliner tanah Jawa.
Waroeng Sate Kardjan bukan sekadar tempat makan, kuliner legendaris ini saksi bisu perjalanan rasa, warisan keluarga, dan cinta tak berkesudahan pada budaya kuliner tanah Jawa. (Sumber: Ist)
Ayo Jelajah 09 Jul 2025, 16:58 WIB

Hikayat TPU Cikadut, Kuburan China Terluas di Bandung yang Penuh Cerita

Tak cuma makam etnis Tionghoa, TPU Cikadut juga punya kisah guru muslim, cinta beda budaya, dan kremasi simbolis.
TPU Cikadut (Sumber: bandung.go.id)
Ayo Netizen 09 Jul 2025, 15:50 WIB

Transportasi Umum dan Permasalahan Kota Bandung yang Tak Ada Habisnya

Kini, hiruk pikuk Kota Bandung sudah hampir menyaingi Ibu Kota Jakarta. Namun, di tengah penduduk yang terus meningkat, transportasi umum malah sebaliknya.
Bus Damri di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 09 Jul 2025, 14:11 WIB

Menanti PJ yang Komunikatif, Evaluasi Menjelang 2031

Keputusan MK soal Pilgub dan Pilkada tak hanya menarik dari sisi politik tapi juga komunikasi publik. Seperti apakah?
Mantan PJ Gubernur Jabar Bey Machmudin (Sumber: Unpar.ac.id | Foto: Unpar)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 13:36 WIB

Kupat Tahu 99 Padalarang: Tempat Sarapan Bersejarah yang Menggugah Selera

Setiap pagi, deretan warung sederhana di Desa Kertamulya, Kecamatan Padalarang, selalu ramai dikunjungi warga. Para pemburu sarapan memenuhi kursi-kursi di jongko-jongko penjaja kupat tahu yang sudah
Kupat Tahu 99 Padalarang (Foto: GMAPS)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 13:10 WIB

Membangun Brand dari Ikatan, Qistina dan Cerita di Balik FNF by Niion

Lewat Friends and Family (FNF) by Niion, Qistina Ghaisani merintis brand lokal bukan hanya sebagai produk gaya hidup, melainkan sebagai medium kedekatan emosional.
Lewat Friends and Family (FNF) by Niion, Qistina Ghaisani merintis brand lokal bukan hanya sebagai produk gaya hidup, melainkan sebagai medium kedekatan emosional. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 09 Jul 2025, 11:56 WIB

Dimsum HVH Buatan Teh Iim, Sehatnya Bikin Nagih

Siapa sangka, keresahan seorang ibu yang ingin anak dan orang tuanya makan sayur bisa melahirkan brand kuliner sehat yang digemari banyak orang.
Teh Iim, Owner Dimsum HVH. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 09 Jul 2025, 10:39 WIB

Salah Hari Ulang Tahun, Kota Bandung jadi Korban Prank Kolonial Terpanjang

Kota Bandung rayakan HUT tiap 1 April selama nyaris seaba. Baru sadar itu bukan tanggal lahir aslinya di 1997. Kok bisa?
Suasana di sekitar Sociëteit Concordia (Gedung Merdeka) tahun 1935. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 09 Jul 2025, 09:41 WIB

Kerja ASN Gak Santai-Santai Amat: Stres, Sunyi, dan Takut Ngomong

Di balik semangat reformasi birokrasi, ada tantangan tersembunyi: kesehatan mental ASN.
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia)
Beranda 09 Jul 2025, 09:36 WIB

Kesejahteraan Satwa Jadi Sorotan di Tengah Transisi Kepengurusan Bandung Zoo

Transisi kepengurusan yang berlarut-larut, konflik internal, hingga dugaan penyalahgunaan wewenang menjadi rangkaian masalah struktural yang justru membuat satwa menjadi korban paling sunyi.
Pengunjung berwisata saat libur lebaran di Bandung Zoo, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis 11 April 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 08 Jul 2025, 17:51 WIB

Dari Gerobak ke Ikon Kuliner Kota Bandung, Perjalanan Inspiratif Abah Cireng Cipaganti

Sejak 1990, Cireng Cipaganti, si kudapan sederhana berbahan tepung tapioka ini telah menjelma menjadi sajian legendaris Kota Bandung.
Sejak 1990, Cireng Cipaganti, si kudapan sederhana berbahan tepung tapioka ini telah menjelma menjadi sajian legendaris Kota Bandung. (Sumber: Cireng Cipaganti)