AYOBANDUNG.ID -- Tahu Cibuntu adalah makanan legendaris Bandung yang popularitasnya tak kaleng-kaleng. Namun di balik ketenaran tersebut, tersimpan sejarah panjang mengenai akulturasi kuliner tiongkok di Indonesia.
Cibuntu sendiri merupakan sebuah kampung yang terletak di Kelurahan Babakan Ciparay, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung. Area tersebut dikenal sebagai sentra industri tahu yang menjadi salah satu kuliner unggulan kota kembang.
Cita rasa Tahu Cibuntu tidak pernah diragukan oleh siapapun. Rasanya yang gurih dan teksturnya yang lembut membuat banyak penggemar tak bisa move on. Bahkan saat ini banyak penikmat Tahu Cibuntu berasal dari luar Bandung.
Lantas, seperti apa sejarah perjalanan Sentra Industri Tahu Cibuntu?
Bermula dari Usaha Imigran Tiongkok
Produksi tahu memang bukan hal baru dalam sejarah kuliner Asia. Lebih dari 2.200 tahun silam, tahu sudah dikenal sejak masa Dinasti Han di Tiongkok. Kata 'tahu' berasal dari bahasa Hokkian 'tauhu', yang berarti fermentasi kedelai.
Maka itu, tak heran jika kemunculan tahu Cibuntu dimulai dari kedatangan imigran asal Tiongkok pada tahun 1937. Pria yang kini hanya dikenal sebagai “Babah Mpe” itu memiliki peran kunci dalam memperkenalkan produksi tahu di kawasan Cibuntu, Bandung.
Ia memulai usahanya dengan mendirikan sebuah pabrik rumahan sederhana. Meski kecil, pabrik tersebut berhasil megawali sejarah Cibuntu sebagai sentra produksi tahu.
Selama satu dekade, pabrik Babah Mpe berjalan sendiri tanpa pesaing. Baru pada tahun 1947, ia memutuskan kembali ke tanah kelahirannya di Tiongkok. Akhirnya pengelolaan pabrik pun diserahkan kepada salah satu pegawai lokalnya.
"Awalnya tidak banyak warga yang ikut terjun. Tapi kakek buyut saya adalah salah satu pribumi pertama yang membuka pabrik tahu sendiri pada tahun 1950," ujar Aceng, pemilik pabrik tahu Family yang telah beroperasi lintas generasi.

Pengaruh Pabrik Tahu Yun Yi
Di sisi lain, geliat industri tahu Cibuntu juga didukung oleh sejarah panjang pabrik tahu Yun Yi yang didirikan Ko Aseng di kawasan Andir. Sebelum kemerdekaan, banyak warga Cibuntu bekerja di pabrik tersebut dan mendalami ilmu meracik tahu.
Dari sanalah keahlian menyebar, dan beberapa warga mulai mendirikan usaha produksi tahu sendiri di Cibuntu. Perkembangan signifikan terjadi pada tahun 1972, saat teknologi penggilingan tahu mulai diperkenalkan.
Sejak saat itu, animo masyarakat Cibuntu untuk membuka pabrik tahu meningkat pesat. Kini, tak kurang dari 100 pabrik tahu rumahan berdiri dan beroperasi di kawasan tersebut.
Tak hanya menjadi simbol kuliner khas Bandung, tahu kini menjadi tulang punggung ekonomi warga Cibuntu. Produk mereka didistribusikan tak hanya di Bandung Raya, tapi juga menjangkau pasar Jakarta dan kota-kota besar lain di Pulau Jawa.
"Dulu semua serba manual, tahu dibungkus kain, makanya ada motif garis seperti serat. Sekarang, selain tahu putih, banyak juga yang produksi tahu kuning atau yang kami sebut ‘takoah’. Rasanya lebih diterima pasar," ungkap Aceng.
Ciri Khas Permukiman Sentra Tahu Cibuntu
Berdasarkan makalah mengenai studi arsitektur Kampung Cibuntu yang ditulis Mahasiswa Universitas Winaya Mukti, Tri Wahyu Handayani berjudul 'Analisis Pola Kampung Sentra Tahu Cibuntu Bandung', mayoritas warga Kampung Cibuntu menggantungkan hidup dari industri tahu, baik sebagai pengrajin langsung maupun sebagai bagian dari rantai pasoknya.
Selain produsen tahu, banyak pula yang berperan sebagai penyedia kayu bakar, pemasok biji kedelai, atau penjual produk tahu di pasar-pasar sekitar. Keberadaan industri tahu yang mendominasi kawasan ini memengaruhi pola ruang dan struktur kawasan Kampung Cibuntu.

Pabrik-pabrik tahu tersebut umumnya berdiri di sepanjang jalur utama yang menjadi sirkulasi kendaraan, yaitu Jalan Aki Padma. Sementara itu, rumah-rumah tinggal berada di bagian belakang zona-zona pabrik tersebut. Pola ini mencerminkan keterkaitan erat antara aktivitas produksi dan penataan ruang dalam kehidupan sehari-hari warga.
Ciri khas lain dari kawasan ini adalah keberadaan pasar-pasar kecil yang tumbuh di sekitar jalur utama seperti Jalan Sudirman dan Jalan Terusan Pasir Koja. "Pasar tersebut bukan hanya menjadi pusat distribusi produk tahu lokal, namun juga menjadi penggerak ekonomi warga setempat," tulis Tri.
Selain pabrik berskala besar yang tumbuh di kawasan ini, industri tahu rumahan juga menjamur, khususnya di wilayah RT 04 RW 05. Banyak warga mendirikan pabrik kecil di halaman rumah, baik di depan maupun belakang, menyatu dengan tempat tinggal mereka. Ruang-ruang sisa yang ada dimanfaatkan secara maksimal untuk memproduksi tahu.
Sementara itu, tempat penjualan umumnya masih berada dekat dengan rumah, menciptakan integrasi antara fungsi hunian dan kegiatan ekonomi. Pola ruang seperti ini menjadikan Kampung Cibuntu sebagai contoh hidup dari kawasan urban yang berkembang secara organik berdasarkan aktivitas ekonomi utama warganya.
Jika kamu penasaran, kamu bisa berkunjung langsung ke Sentra Tahu Cibuntu. Selain mencicipi gurihnya tahu legendaris dari Bandung, kamu juga bisa berjalan-jalan untuk melihat-lihat proses produksi tahu. (*)