AYOBANDUNG.ID -- Suciyanti memulai usaha "Kue Mak Raya" sejak 2017 lalu. Usaha kecil rumahan ini menerima pesanan aneka kue dan jajanan rumah yang dipasarkan dari mulut ke mulut, teman serta tetangga dan kolega.
Usaha kecil-kecilan rintisannya ini lalu mendapatkan tawaran pengembangan dengan difasilitasi untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai identitas wajib untuk pelaku usaha di Indonesia, termasuk UMKM dari Lembaga Online Single Submission (OSS).
"Usaha kue saya memang sudah memiliki NIB dan sertifikasi halal. Namun sayangnya setelah terdaftar, saya kehilangan bantuan PBI (BPJS gratis) karena saya tercatat memiliki usaha kue skala mikro," katanya kepada Ayobandung.id.
Sedangkan usaha ini masih skala kecil. "Masih baru saya rintis, pendapatan belum tentu tetap setiap bulan dengan nominal sama," ujar warga Lenteng Agung tersebut berusia 44 tahun itu.
Akibatnya, lanjut dia, sekarang seluruh keluarganya tidak memiliki BPJS sama sekali. Hal ini dirasakan cukup memberatkan, karena ia kini tidak memiliki jaminan kesehatan sama sekali.
Kondisi ini juga cukup memberatkan karena saat ini juga omzet penjualan dia pun menurun hingga 30% dari penjualan per bulan rata-rata Rp1,5 juta. Daya beli menurun dan harga-harga yang terus naik berimbas akan hal tersebut.
"Kondisi lumayan sepi. Ditambah lagi, harga bahan-bahan kue sekarang sangat mahal. Minyak goreng, contohnya padahal itu produk milik pemerintah dengan HET Rp15.800 per liter, tapi di pasaran dijual Rp42.000 untuk 2 liter. Harga terigu, mentega, dan tepung-tepungan naik," keluh dia.
Penurunan Daya Beli dan Ekonomi Lesu
Penurunan daya beli terjadi karena kontraksi ekonomi yang disebabkan beberapa hal, seperti ekonomi yang lesu. Selain itu pemangkasan anggaran oleh pemerintah juga turut berdampak pada penurunan konsumsi rumah tangga.
Peneliti institut for development of economics and finance indeft Ester Sri Astuti menyebut hal ini juga yang membuat jumlah pemudik pada periode lebaran 2025 ini menurun. Di mana tahun ini ada sebanyak 146,67 juta orang pemudik atau menurun sebanyak 4,69% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 162,2 juta pemudik.
"Banyak masyarakat memilih untuk menabung demi memenuhi kebutuhan hidup dalam beberapa bulan ke depan," ungkap Ester dalam webinar Launching Survei Mudik 2024 oleh KedaiKOPI beberapa waktu lalu.
Belum lagi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun ini. Sebut saja nasib 10 ribu karyawan PT Sritex yang kehilangan pekerjaannya pada tahun 2024 kemarin.
Tahun 2025 ini berita duka juga datang lewat rencana PT Sanken Indonesia yang akan menutup lini produksinya pada Juni mendatang. Demikian halnya Yamaha yang akan menutup dua pabrik mereka, yaitu Yamaha Product Asia dan Yamaha Indonesia dimana sebanyak 1.100 pekerjanya terancam terkena PHK.
Data Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut bahwa pada periode Januari hingga Februari 2025 ini ada 18.610 tenaga kerja yang terkena PHK. Dimana angka tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Tengah dengan angka menembus 57,37% atau 10.677 orang.
Berikutnya adalah Provinsi Jambi dengan jumlah PHK mencapai 3.530 tenaga kerja. Urutan ketiga ada di Provinsi Jakarta dengan jumlah sebanyak 2.650 pekerja.
Penelitian Danu Budiono dan Maulina Agustin dalam Analisis Data Sakernas pada Agustus 2022 yang berjudul "Determinan Pengangguran Terdidik di Provinsi Lampung" menyebut kalau PHK menjadi penyebab peningkatan angka pengangguran dan berkontribusi terhadap penurunan daya beli masyarakat.
UMKM Jadi Opsi Para Korban PHK
Executive Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menggambarkan bahwa dalam kondisi PHK yang terjadi, sebetulnya UMKM akan menjadi pilihan para pekerja yang kehilangan kerja tersebut.
"Dengan banyaknya PHK, mau tidak mau orang-orang yang tadinya bekerja di sektor formal harus mencari alternatif lain. Otomatis, usaha mikro dan kecil jadi salah satu pilihan. Intinya, mereka buka usaha sendiri," ungkap dia.
Merujuk data laporan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) tahun 2023 menyebutkan bahwa jumlah UMKM Indonesia mencapai 66 juta atau tumbuh 1,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Kontribusi UMKM akan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 61%, setara Rp9.580 triliun dengan menyerap sekitar 117 juta pekerja atau sekitar 97% dari total tenaga kerja.
Laporan indeks peran platform digital terhadap pengembangan UMKM di Indonesia juga menyebut bahwa E-commerce menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang juga sekaligus menjadi sarana pengembangan UMKM.
Lebih dari separuh produk yang dijual UMKM merupakan produk makanan dan minuman di mana sekitar 3 dari 10 produk adalah produk fashion dan aksesoris fashion. Sebanyak 53,94% pelaku UMKM kategori makanan minuman, juga 29,13% produk fashion dan aksesoris fashion.
Lalu 4 dari 10 UMKM memproduksi sendiri produk yang dijual, di mana sebanyak 36,61% UMKM tidak memproduksi sendiri barang yang dijual dan ada 43,31% memproduksi barang sendiri
Data ini berdasarkan survei yang dilakukan kepada 254 UMKM pada 8 sampai 20 Desember 2023. Yakni dengan kriteria UMKM memiliki tokoh secara fisik maupun daring yang beroperasi dalam 6 bulan di wilayah Jabodetabek, Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.
Pembiayaan dan Permintaan Pasar Jadi Tantang UMKM
Namun Faisal melihat saat ini, tantangan terbesarnya justru di masalah pembiayaan dan pasar atau market UMKM tersebut. "Sekarang ini makin banyak yang buka usaha sendiri, warung, kafe, transportasi, jasa-jasa lainnya. Tapi kalau demand-nya (permintaan-red) tidak naik atau bahkan cenderung turun, ini jadi masalah," tegas Faisal.
Dalam kondisi normal, saat kelas menengah terus tumbuh, ini mungkin tidak menjadi isu besar. Tapi sekarang, karena pertumbuhan konsumsi stagnan dan bahkan menurun, hal ini menurut dia menjadi tantangan terbesar.
"Artinya, kembali lagi ke pemerintah. Akar permasalahan yang sekarang merambat ke mana-mana, termasuk dunia usaha dan UMKM dalah bagaimana mendorong konsumsi. Dan itu, tentu saja, sangat tergantung pada sisi income (pendapatan-red)," papar Faisal.
Ia menegaskan bahwa intinya, kembali lagi ke pemerintah, bagaimana mendorong konsumsi, terutama dari sisi pendapatan. Ini bisa lewat investasi, baik yang menengah-besar ataupun yang non-investasi, seperti insentif, kebijakan fiskal maupun non-fiskal dengan tujuannya mendorong aktivitas konsumsi untuk menggerakkan ekonomi domestik.
Faisal menyebut bahwa tantangan UMKM saat ini, bukan hanya karena isu pembiayaan dan manajemen saja. Tapi sekarang bertambah dengan masalah market domestik.
"Banyak yang kena PHK itu sebenarnya punya keahlian, profesional, mantan pegawai kantoran, lalu buka usaha. Tapi market-nya belum tentu siap," tegas dia.
Angin Segar MBG Belum Terasa
Angin segar sebetulnya muncul seiring adanya program yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming yang menjagokan Program Makanan Bergizi Gratis saat terpilih pada Tahun 2024 lalu.
Laporan Indeks Efek Pengganda Program Makanan Bergizi Gratis pada Tahun 2024 menyebut kalau alokasi program sebesar Rp71 Triliun pada 2005 ini dapat mendorong pertumbuhan PDB sebesar 0,06% atau sebesar Rp14,61 Triliun PDB harga berlaku tahun 2025.
Pemerintah juga menyebut kalau Program MBG ini dapat mendorong penyerapan tenaga kerja sebesar 0,19% dan mendorong pertumbuhan upah tenaga kerja sebesar 0,39%.
Dimana Pendapat peningkatan rata-rata 3 pekerja tenaga kerja pada UMKM yang terlibat pada Pilot Project Program ini akan mendapatkan rata-rata pendapatan bersih perbulan 33,68% lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan sebelumnya mengikuti program ini.
Namun fakta dilapangan, program ini memiliki sengkarut masalah, mulai dari isu monopoli menu, juga pemotongan anggaran yang berdampak pada pengurangan menu, hingga masalah pembayaran mitra kerja.
Bahkan sampai dengan isu kesehatan, dimana ada kejadian keracunan makanan yang dialami siswa yang mengonsumsi makanan ini.
Program MBG Butuh Desain Dukung UMKM
Faisal menyebut kalau Program MBG sebenarnya bisa mendorong UMKM bila desainnya memang diarahkan ke sana. "Jadi desain itu seharusnya melibatkan UMKM, baik dalam hal penyediaan maupun distribusi makanan ke sekolah-sekolah," katanya.
Tapi selain distribusi, lanjut dia, perlu dilihat juga dari sisi perolehan bahan baku. Apakah bahan baku untuk makanan yang disediakan MBG ini berasal dari usaha kecil dan mikro?.
Bahkan kalau bisa bahan bakunya berasal dari lokal atau setempat yang akan sangat menghidupkan UMKM lokal hingga sampai ke hulunya, seperti petani dan peternak.
"Nah, ini semua tergantung pada desainnya. Yang saya dengar, yang dibangun justru adalah dapur-dapur umum. Ini belum tentu memanfaatkan dapur-dapur milik UMKM yang sudah ada di daerah-daerah," tegas dia.
Sehingga ini menjadi pertanyaan seperti apa pelibatan UMKM-nya?. "Kalau semuanya serba sentralistik dan dibangun dari nol, kenapa tidak melibatkan atau menggunakan dapur UMKM yang sudah ada? Tinggal ditingkatkan saja dari sisi kualitas dan kontrol keamanan makanannya," tegas Faisal.
Pemerintah Dukung UMKM Masuk Rantai Pasok
Sementara itu, Menteri UMKM, Maman Abdurrahman menjelaskan bahwa pemerintah mendorong pengusaha UMKM agar terhubung ke dalam rantai pasok melalui klasterisasi dan holding UMKM, hingga perluasan pemasaran dengan cara business matching dan digitalisasi.
Dalam hal pembiayaan, komitmen pemerintah juga dilakukan dimana Kementerian UMKM melalui Deputi Bidang Usaha Mikro menandatangani Perjanjian Kerja sama Pembiayaan (PKP) Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2025 dengan 46 lembaga penyalur dan 2 lembaga penjamin.
Maman menekankan agar lembaga penyalur senantiasa memperhatikan aspek kualitas dalam penyaluran KUR kepada pengusaha UMKM. “Jadi saya meminta kepada para lembaga penyalur untuk memperhatikan aspek kualitas.
Sedangkan pemerintah, guna memastikan kesiapan pengusaha UMKM untuk mengakses pembiayaan, akan memperkuat legalitas usaha mulai dari penerbitan NIB hingga sertifikasi halal,” katanya di Nareswara Convention Hall Kementerian UMKM Jakarta, Jumat 25 April 2025.
Maman menyebut kalau penyaluran KUR didorong untuk meningkatkan kinerja sektor produksi dan diharapkan ada multiplier effect secara masif dan optimal terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitar nasabah KUR.
Realisasi penyaluran KUR per 21 April 2025 dengan total penyaluran sebesar Rp76,49 triliun atau 25,49% dari target, diberikan kepada 1.352.024 debitur atau 38,5% dari target, dan disalurkan ke sektor produksi sebesar Rp45,33 triliun atau 59,2% dari total penyaluran.
Menteri Maman juga menambahkan, dalam upaya mendorong peningkatan kualitas penyaluran KUR tahun 2025, Kementerian UMKM sedang menyusun Keputusan Menteri terkait Tim Akselerasi Kualitas Penyaluran KUR, yang terdiri dari Deputi Bidang Usaha Mikro, Deputi Bidang Usaha Kecil, Deputi Bidang Usaha Menengah, dan Deputi Bidang Kewirausahaan.
“Nantinya untuk KUR hingga Rp100 juta akan di tangani oleh Deputi Usaha Mikro, sedangkan untuk Deputi Usaha Kecil, KUR hingga Rp500 juta dan untuk KUR Klaster Rp500 juta akan ditangani oleh Deputi Usaha Menengah,” ujar Menteri Maman.
Transformasi Digital Potensi Perluas Pasar UMKM
Deputi Bidang Usaha Menengah Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Bagus Rachman mengatakan, transformasi digital bagi pengusaha UMKM memberikan peluang besar untuk memperluas pasar. Serta meningkatkan efisiensi operasional, dan memperkuat daya saing bagi UMKM di era ekonomi digital.
Bagus Rachman mengatakan bahwa UMKM menjadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional dengan turut berperan dalam pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% tahun ini dari target 8% dalam lima tahun ke depan.
Menurutnya tidak mudah membangun ekosistem digital baru. "Ada tantangan yang diselesaikan bersama mencakup, kesenjangan digital dan literasi teknologi, keterbatasan SDM dan infrastruktur, keamanan siber, dan perubahan budaya organisasi yang memerlukan pendampingan," ujar dia dikutip dari keterangan tertulisnya. (*)
(Penulis: Birny Birdieny)