Mengapa Tanah di Cekungan Bandung Terus Ambles? Cerita dari Rancaekek dan Bojongsoang

Andres Fatubun
Ditulis oleh Andres Fatubun diterbitkan Jumat 01 Agu 2025, 13:09 WIB
Persawahan di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Google map)

Persawahan di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Google map)

AYOBANDUNG.ID – Amblesnya tanah di cekungan Bandung menjadi isu serius yang tengah disoroti. Fenomena ini diungkap dalam banyak penelitian sejak 2006 dan yang terbaru adalah riset oleh Santika T. Maryudhaningrum dan timnya, yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Riset Geologi dan Pertambangan edisi 2025.

Hasil penelitian ini mengungkap alasan utama di balik fenomena yang membuat tanah di Cekungan Bandung terus ambles.

Penelitian ini menemukan dua penyebab utama yang membuat tanah terus turun: pengambilan air tanah yang terlalu banyak dan proses alami dari tanah itu sendiri. Rata-rata, tanah ambles 1.85 cm per tahun gara-gara pengambilan air tanah, dan ini menyumbang sekitar 44.30% dari total penurunan. Sementara itu, proses alami tanah menyumbang rata-rata 0.92 cm per tahun, sekitar 15.76%. Sisanya, 39.94%, disebabkan oleh hal lain seperti berat bangunan dan pergerakan lempeng bumi.

Penurunan tanah, atau yang dikenal dengan istilah ilmiah land subsidence, adalah bencana geologis di mana permukaan tanah turun secara perlahan. Penyebabnya bisa karena ulah manusia atau memang proses alamiah. Di Cekungan Bandung, penelitian sebelumnya sudah mencatat penurunan yang lumayan cepat. Berbagai alat canggih seperti GPS menunjukkan tanah turun 1.1 sampai 16.9 cm per tahun antara 2000-2012, sedangkan teknologi lain bernama InSAR mencatat 0.9 sampai 1.7 cm per tahun dari 2006-2010.

Studi ini dibuat untuk menjawab pertanyaan yang lebih mendalam: seberapa besar pengaruh setiap penyebab itu? Meski teknologi canggih sudah dipakai, belum ada penelitian yang benar-benar memisahkan dan mengukur seberapa besar peran setiap faktor. Nah, inilah yang menjadi fokus utama tim Santika dkk., yaitu menganalisis peran pengambilan air tanah dan proses alami tanah secara terpisah.

Pengambilan air tanah adalah penyebab nomor satu yang diakibatkan oleh ulah manusia di Bandung. Sejak tahun 1970-an, Cekungan Bandung menjadi salah satu pusat industri tekstil terbesar di Indonesia. Pabrik-pabrik ini butuh banyak sekali air, dan selama lebih dari empat puluh tahun, mereka terus mengambil air dari dalam tanah. Akibatnya, permukaan air tanah turun drastis, dan ini menekan tanah di bawahnya, menyebabkan permukaan tanah di atasnya ikut turun.

Ahli geologi dari ITB, Imam Achmad Sadisun, menyebut bahwa pengambilan air tanah secara besar-besaran, baik untuk industri maupun kebutuhan rumah tangga, mempercepat terjadinya pemampatan tanah secara alami. Saat air tanah disedot, rongga-rongga di antara partikel tanah yang tadinya berisi air menjadi kosong, sehingga butiran tanah saling mendekat dan menyebabkan permukaan tanah turun.

Hal ini sejalan dengan penjelasan anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia, T. Bachtiar, yang menyebut eksploitasi air tanah sebagai penyebab utama amblesnya permukaan tanah di Bandung. Ia menekankan bahwa air bukan sekadar sumber kehidupan, tetapi juga penyangga tanah secara fisik. Ketika air itu hilang, tanah kehilangan daya tahan dan menjadi lebih mudah turun—sebuah proses yang terjadi perlahan, tapi merusak dalam jangka panjang.

Di sisi lain, ada juga faktor alam yang punya andil besar. Sebagian Cekungan Bandung dulu adalah danau purba. Endapan dari danau ini, yang disebut Formasi Kosambi, terdiri dari tanah liat (lempung) yang sangat mudah tertekan. Tanah liat ini mengalami proses alami yang disebut konsolidasi, di mana air dan udara di dalamnya terdesak keluar, sehingga permukaannya turun. Yang bahaya, proses ini bisa terus berjalan bahkan setelah tekanan di atasnya hilang.

Untuk mengukur dampak dari dua faktor ini, para peneliti menggunakan data yang sudah ada. Mereka memakai data kedalaman air tanah dari penelitian Gumilar (2013) yang mencakup periode 1980-an hingga 2000-an. Lalu, data tentang sifat tanah liat diambil dari penelitian Maryudhaningrum (2019). Semua data ini kemudian dihitung menggunakan rumus matematika untuk memperkirakan seberapa cepat tanah turun.

Hasilnya menunjukkan bahwa laju penurunan tanah akibat pengambilan air tanah dan proses alami tanah tersebar di lokasi yang berbeda.

Penurunan paling tinggi akibat pengambilan air tanah terjadi di Rancaekek. Ini masuk akal, karena Rancaekek adalah kawasan industri tekstil, yang menguatkan dugaan bahwa pengambilan air tanah yang berlebihan di sana memang jadi penyebab utamanya. Sebaliknya, laju penurunan tertinggi akibat proses alami tanah ditemukan di Bojongsoang, yang diperkirakan punya lapisan tanah liat yang tebal dan sangat mudah tertekan.

Analisis ini didukung oleh temuan dari penelitian lain. Misalnya, penelitian Abidin dkk. (2012) menggunakan GPS juga menemukan lokasi-lokasi dengan penurunan tanah yang signifikan, termasuk Rancaekek dan Dayeuhkolot. Studi terbaru ini sejalan dengan temuan itu, dan bahkan memberikan pemahaman yang lebih rinci. Di Dayeuhkolot, penurunan tanah terjadi bukan hanya karena pengambilan air tanah, tapi juga karena lapisan tanah liat yang tebal di bagian tengah cekungan yang sedang mengalami proses alami.

Penelitian ini juga secara jelas menghitung persentase kontribusi dari setiap faktor. Pengambilan air tanah menyumbang 44.30%, sedangkan proses alami tanah menyumbang 15.76%. Perhitungan ini didapatkan dengan membandingkan kecepatan penurunan dari kedua faktor tersebut dengan kecepatan penurunan total yang terekam oleh data GPS.

Dalam penelitian ini ditampilkan peta penurunan akibat pengambilan air tanah menunjukkan titik-titik terparah dengan laju lebih dari 40 cm per tahun di Rancaekek. Sedangkan peta penurunan akibat proses alami tanah menyoroti area Bojongsoang dengan laju lebih dari 9 cm per tahun.

Fenomena amblesnya tanah di Bandung, khususnya di Rancaekek dan Bojongsoang, menjadi pengingat bahwa krisis lingkungan tak selalu datang dalam bentuk bencana besar yang tiba-tiba. Ia bisa hadir perlahan, nyaris tanpa suara, namun meninggalkan dampak yang tak kalah serius. (*)

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 01 Agu 2025, 21:29 WIB

Saat Uang Kotor Disulap Jadi Sah: Bisa Apa Hukum Indonesia?

Seperti kasus korupsi di Pemkab Bandung Barat, uang korupsi direkayasa jadi macam uang bersih melalui tindak pidana pencucian uang.
 (Sumber: Refika Aditama | Foto: Refika Aditama)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 20:26 WIB

Surga Kuliner Jajanan SD di Kawasan UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pemburu kuliner jajanan SD wajib datang ke Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Kawasan Jajanan UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 18:51 WIB

49 Tahun Bersama Canting, Kisah Hidup dalam Lembar Batik

Di tangan Sipon, malam panas yang menari di atas kain bukan sekadar teknik, melainkan warisan yang menyatu dengan detak hidupnya.
Di tangan Sipon, malam panas yang menari di atas kain bukan sekadar teknik, melainkan warisan yang menyatu dengan detak hidupnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Agu 2025, 16:08 WIB

Gempa Bumi yang Memicu Letusan Gunung Api di Lembah Suoh 

Air Panas alami keluar di lembah Suoh, di antara dua patahan yang sejajar, dengan gerakan di garis patahan yang saling berlawanan.
Kawah Keramikan, dasarnya yang rata, seperti lantai yang dialasi keramik. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 14:22 WIB

Rupa-rupa Hijab Lokal dari Bandung, Nyaman dan Enak Dipandang

Hijab atau jilbab sudah menjadi fashion item yang melekat dalam kehidupan sehari-hari para Muslimah. Selain untuk menutup aurat, keberadaannya juga bisa mempercantik tampilan wajah.
Ilustrasi Hijab (Foto: Freepik)
Ayo Jelajah 01 Agu 2025, 14:19 WIB

Sejarah Lyceum Kristen Bandung, Sekolah Kolonial yang jadi Saksi Bisu Gemerlap Dago

Het Christelijk Lyceum atau Lyceum Kristen Bandung adalah sekolah kolonial bergaya Eropa di Dago, menyimpan jejak sejarah pendidikan Hindia Belanda dan kisah para alumninya.
Foto siswa Het Christelijk Lyceum Bandung di Dago 1951/52 (Sumber: javapost.nl)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 14:03 WIB

Makeupuccino, di Mana Belanja Makeup Bertemu Momen Me-Time

Makeupuccino bukan hanya toko kosmetik, tapi juga ruang nyaman untuk bersantai, berbagi cerita, dan merayakan kecantikan dalam segala bentuknya.
Makeupuccino bukan hanya toko kosmetik, tapi juga ruang nyaman untuk bersantai, berbagi cerita, dan merayakan kecantikan dalam segala bentuknya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 01 Agu 2025, 13:09 WIB

Mengapa Tanah di Cekungan Bandung Terus Ambles? Cerita dari Rancaekek dan Bojongsoang

Hasil penelitian ini mengungkap alasan utama di balik fenomena yang membuat tanah di Cekungan Bandung terus ambles.
Persawahan di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Google map)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 12:46 WIB

Kolaborasi Bukan Kompetisi, Semangat Baru Fashion Lokal dari Bandung

Di tengah persaingan global, produk brand lokal asal Kota Kembang menunjukkan kepercayaan diri dan kualitas yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Di tengah persaingan global, produk brand lokal asal Kota Kembang menunjukkan kepercayaan diri dan kualitas yang tak bisa dipandang sebelah mata. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 12:19 WIB

Kecimpring Babakan Bandung: Usaha Camilan Tradisional yang Terus Bertahan

Kampung Babakan Bandung, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, memiliki aktivitas pagi yang unik. Denting suara hiruk pikuk bukan berasal dari kendaraan atau pasar, melainkan da
Kecimpring Babakan Bandung (Foto: Ist)
Ayo Biz 01 Agu 2025, 11:46 WIB

Warung Bakso Klasik di Lengkong Kecil, Selalu Jadi Magnet Pecinta Kuliner Sejak 1994

Di sudut Jalan Lengkong Kecil No. 88, Paledang, Bandung, terdapat sebuah warung bakso sederhana. Namanya sudah melekat kuat dalam ingatan banyak warga, yaitu Mie Bakso Mang Idin.
Bakso Mang Idin (Foto: Ist)
Ayo Jelajah 01 Agu 2025, 07:53 WIB

Sejarah Seni Tari Jaipong yang Kemunculannya Diwarnai Polemik

Sejarah jaipong tak lepas dari Suwanda di Karawang dan Gugum Gumbira di Bandung. Tarian ini kini jadi ikon budaya Sunda dan Indonesia.
Tari Jaipongan asal Jawa Barat. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 18:06 WIB

Dari Remaja ke Keluarga, Evolusi Gaya Hidup di Balik Brand 3Second

Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal.
Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 31 Jul 2025, 17:30 WIB

Dua Operasi Caesar yang Mengubah Stigma

Dua kelahiran, dua pengalaman berbeda, yang mengubah stigma tentang BPJS Kesehatan.
Shafa (baju krem kiri) dan Athiya, dua anak dari Rika Muflihah yang selamat lahir berkat operasi caesar. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 16:11 WIB

Klinik Estetik Menjamur di Kota Bandung, Bisnis Tumbuh Bersama Budaya Urban Merawat Diri

Lonjakan minat masyarakat terhadap perawatan kulit bukan sekadar soal penampilan, tetapi berkaitan dengan kepercayaan diri dan kualitas hidup.
Kaum pria mulai melirik manfaat perawatan penampilan sebagai bagian dari investasi pribadi dan profesional. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 15:11 WIB

Fashion yang Berakar pada Bumi, Kolaborasi Brand Lokal dalam Napas Alam Lembang

Jion Studios dan nanas.id, dua brand lokal menyulam narasi baru tentang fashion. Bukan sekadar tren, tapi sebuah gerakan sadar lingkungan.
Jion Studios dan nanas.id, dua brand lokal menyulam narasi baru tentang fashion. Bukan sekadar tren, tapi sebuah gerakan sadar lingkungan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 31 Jul 2025, 14:45 WIB

Mengurai Cerita Penurunan Permukaan Tanah Kota Bandung yang Tak Terlihat

Meskipun pengukuran dan pemetaan amblesan tanah sudah banyak dilakukan, khususnya di permukaan, Imam Sadisun menyoroti kurangnya data di bawah permukaan.
Permukaan tanah di sebagian kawasan di Kota Bandung   mengalami ambles karena pengambilan air tanah berlebihan dan beban bangunan yang berakumulasi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 14:45 WIB

Hijab Stylish dan Simpel Jadi Pilihan Anak Muda, Cek Rekomendasinya

Di tengah tren modest fashion, Dyara Hijab hadir sebagai pelaku usaha lokal yang mengusung konsep hijab praktis dan stylish. Didirikan oleh Ajeng Apridiyanti pada 2016, brand ini menyasar segmen pere
Di tengah tren modest fashion, Dyara Hijab hadir sebagai pelaku usaha lokal yang mengusung konsep hijab praktis dan stylish. (Foto: Ist)
Ayo Netizen 31 Jul 2025, 14:25 WIB

Solusi Kemacetan, Batasi Konsumtif Kendaraan Roda Dua atau Pelebaran Jalan Raya?

Kemacetan memang sudah menjadi masalah yang cukup lama dan pelik.
Kondisi Jalan Cupu Rancamanyar, Kamis, 31 Juli 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 31 Jul 2025, 13:31 WIB

Jejak Sejarah Peuyeum Bandung, Kuliner Fermentasi Sunda yang Bertahan Lintas Zaman

Peuyeum, camilan khas Sunda, kian langka padahal punya sejarah panjang sejak masa kolonial dan revolusi. Simbol solidaritas dan warisan budaya.
Penjual peuyeum Bandung yang sudah mulai langka. (Sumber: Ayobandung)