Apakah Mentalitas 'Modal Janji' Berakar dari Masyarakat ?

Dias Ashari
Ditulis oleh Dias Ashari diterbitkan Rabu 17 Sep 2025, 06:09 WIB
Janji manis seseorang yang tidak ditepati sungguh mencederai kepercayaan orang lain. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Janji manis seseorang yang tidak ditepati sungguh mencederai kepercayaan orang lain. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)

Siang ini saya mengantar seorang teman ke kampus kami yang berada di Jalan Taman Siswa Bandung. Maksud dan tujuannya adalah untuk membayar sebagian angsuran kuliah yang belum selesai dan bermaksud untuk minta keringan legalisir ijazah sebagai syarat melanjutkan Studi Apoteker.

Teman saya kebetulan mendapatkan privilage beasiswa di kampus lain untuk melanjutkan Studi Apotekernya. Hanya saja salah satu syarat untuk daftar beasiswa tersebut tiada lain adalah ijazah dan transkip nilai.

Kampus kami memang bukan kampus yang terkenal di Bandung. Bahkan beberapa kali sudah berpindah tempat.

Bermula dari Jalan Laswi, tempat yang salah satunya pernah menjadi lokasi syuting film Dilan ini, bahkan sekarang sudah bukan kampus lagi tapi berubah menjadi deretan wisata kuliner dan toko-toko distro baju di Bandung.

Kedua kampus kami pindah ke Jalan Garut tepatnya di gedung bawah Perpustakaan Ajip Rosidi. Kampus kami memang memiliki keterbatasan mahasiswa. Kondisi ini diperparah dengan wabah Covid-19. Hampir 80% mahasiswa tidak lagi melanjutkan kuliah karena dirasa hanya membuang-buang waktu dan biaya tapi tidak mendapat fasilitas belajar yang sesuai.

Beberapa teman saya pun mengaku bahwa sistem pembelajaran online tidak cocok bagi mereka. Bertatap muka saja kadang ada materi yang tidak dipahami dengan baik apalagi jika via online yang tentu lebih banyak distraksinya. Begitu ungkap salah satu teman saya yang memilih keluar dari kampus saat itu.

Akhirnya kampus kami pindah dan menetap sementara ini di Jalan Taman Siswa. Gedung kampus bergabung dengan salah satu sekolah. Bahkan lebih tepatnya kampus kami menumpang pada sekolah tersebut. Meski kini sudah ada mahasiswa tapi kondisi sekolah tersebut masih saja sepi karena jumlah siswanya yang bisa dihitung oleh jari.

Saya mengantar teman ke bagian keuangan kampus tapi jawabannya tetap tidak memuaskan. Pihak kampus menolak permintaan teman saya tanpa melakukan pertimbangan.

Hal ini terjadi karena pihak kampus pernah merasa dibohongi oleh salah satu mahasiswa yang pernah membuat janji yang sama, meminta legalisir untuk keperluan bekerja tapi pada akhirnya tidak melunasi sisa biaya sesuai dengan janji yang sudah disepakati.

Teman saya pun mendapat imbas dari tindak laku seseorang yang berjanji tapi tidak menepatinya. Istilahnya "nila setitik, rusak susu sebelangga", meski teman saya bisa dipercaya, faktanya kampus memukul semua rata kebijakan untuk menghindari janji palsu dari para mahasiswa.

Kejadian ini mengingatkan saya pada sejumlah penguasa yang sering berlaku demikian. Pada masa kampanye tutur kata dijaga, perilaku dipoles sedemikian rupa dan janji-janji manis diumbar dengan mudahnya. Namun saat sudah terpilih, para penguasa seolah lupa terhadap janji yang sudah dibuat. Kepentingan masyarakat bukan lagi prioritas karena fokusnya hanya memperkaya diri sendiri.

Begitu juga dengan mereka yang ingin berhutang. Sikap manis ditunjukkan sedemikian rupa, bumbu-bumbu yang menuai kesedihan di obral begitu saja, hingga yang memberikan hutang merasa iba dan tersentuh untuk membantunya. Namun saat waktunya jatuh tempo, mereka yang berhutang justru lebih ganas dari mereka yang memberikan bantuan.

Dari dulu eksistensi apoteker di masyarakat belum setenar dokter ataupun perawat dan profesi tenaga kesehatan lainnya. (Sumber: pexels/Artem Podrez)
Dari dulu eksistensi apoteker di masyarakat belum setenar dokter ataupun perawat dan profesi tenaga kesehatan lainnya. (Sumber: pexels/Artem Podrez)

Kejadian siang ini membuat saya berefleksi juga kembali bertanya "Apakah kebobrokan bangsa ini di mulai sejak mereka menjadi masyarakat?", sehingga mentalitas tersebut terbawa hingga para pemangku kebijakan diberikan amanah untuk memimpin negeri ini.

Pertanyaan ini membuat saya bingung layaknya teori Evolusi, seperti "Apakah telur lebih dahulu ada sebelum ayam atau justru sebaliknya?", meski pertanyaan tersebut sudah terjawab oleh sains tetap saja terdapat dua kubu pemahaman yang berbeda.

Faktanya banyak pemimpin yang hanya mengobral janji tapi nihil dalam beraksi. Banyak pemimpin yang katanya bekerja demi rakyat tapi nihil empati. Namun pada sisi yang lain juga masih ada pemimpin yang peduli dengan rakyatnya, masih ada hakim yang jujur mengadili para penjahat negeri ini, masih ada mahasiswa, guru, karyawan, pengusaha yang memegang kuat integritas dalam dirinya.

Begitu juga dengan masyarakat ada yang memiliki karakter obral janji, penipu, tidak jujur, melakukan aksi premanisme, melakukan perundungan dan masih banyak hal buruk lainnya. Namun pada satu sisi juga terdapat masyarakat yang masih jujur, taat dengan peraturan dan masih menyumbang konstribusi dalam bidang apapun yang mereka bisa.

Dulu saya benci dengan istilah "Pemimpin adalah cerminan dari masyarakatnya" tapi hari ini saya merasa tertampar sekaligus tidak terima sepenuhnya. Kejadian ini membuat saya melonggarkan ruang-ruang prasangka yang seharusnya bisa lebih bijak untuk dipikirkan.

Kesimpulannya, kita tidak bisa memukul rata semua orang akan melakukan kejahatan yang sama hanya karena sudah dicederai oleh satu pihak. Sehingga kita lupa bahwa semua orang itu tidak sama persis bersikap meski punya tujuan yang sama.

Esensi untuk melihat fakta dan trak record seseorang dengan mudah diabaikan tanpa perlu melakukan pertimbangan. Meski demikian langkah yang hati-hati perlu menjadi acuan tapi tidak sepenuhnya mengekang.

Baca Juga: Huruf Kapital Tak Boleh Diabaikan, tapi Kapan Jangan Digunakan?

Jadi "Pemimpin adalah cerminan dari masyarakatnya", bisa saja menjadi benar ketika salah satu contoh kasus di atas terjadi dan dilakukan oleh segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab. Tapi bisa jadi tidak demikian karena faktanya masih ada masyarakat yang memegang teguh integritas bahkan pada perkara yang dianggap remeh.

Sikap memukul rata menjadi tidak bijak jika dilakukan tanpa melihat fakta-fakta dengan mempertimbangkan track record seseorang. Tidak memberikan ruang kesempatan hanya karena pernah kecewa oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Dias Ashari
Tentang Dias Ashari
Menjadi Penulis, Keliling Dunia dan Hidup Damai Seterusnya...
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 05 Nov 2025, 20:12 WIB

Keringat yang Bercerita, Potret Gaya Hidup Sehat di Perkotaan

Melalui feature ini pembaca diajak menyelami suasana pagi yang penuh semangat di tengah denyut kehidupan masyarakat perkotaan.
Ilustrasi olahraga lari. (Sumber: Pexels/Ketut Subiyanto)
Mayantara 05 Nov 2025, 19:29 WIB

Budaya Scrolling: Cermin dari Logika Zaman

Di banyak ruang sunyi hari ini, kita melihat pemandangan yang sama, seseorang menunduk menatap layar, menggulir tanpa henti.
Kita menyebutnya scrolling, para peneliti menyebutnya sebagai ritual baru zaman digital. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 05 Nov 2025, 18:38 WIB

Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus, antara Keresahan Orang Tua dan Tantangan Penerimaan

Selain faktor akses, stigma sosial menjadi penghalang besar. Tidak sedikit orang tua yang enggan memeriksakan anak karena takut dicap atau dikucilkan.
Ilustrasi. Deteksi dini anak berkebutuhan khusus masih menjadi isu mendesak di Indonesia. (Sumber: Freepik)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 17:21 WIB

10 Penulis Terpilih Oktober 2025: Kritik Tajam untuk Bandung yang 'Tidak Hijau'

Inilah 10 penulis terbaik yang berhasil menorehkan karya-karya berkualitas di kanal AYO NETIZEN sepanjang Oktober 2025.
Banjir di Kampung Bojong Asih, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu, 9 Maret 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 05 Nov 2025, 14:48 WIB

Cibunut Berwarna Ceminan Semangat Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda di Gang-gang Kota Bandung

Kampung Cibunut menjelma menjadi simbol pemberdayaan ekonomi wilayah dan pemuda melalui semangat ekonomi kreatif yang tumbuh dari akar komunitas.
Kampung Cibunut menjelma menjadi simbol pemberdayaan ekonomi wilayah dan pemuda melalui semangat ekonomi kreatif yang tumbuh dari akar komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 05 Nov 2025, 12:49 WIB

Hikayat Pelarian Eddy Tansil, Koruptor Legendaris Paling Diburu di Indonesia

Kisah dramatis pelarian Eddy Tansil, koruptor legendaris yang lolos dari LP Cipinang tahun 1996 dan tak tertangkap hingga kini, jadi simbol abadi rapuhnya hukum di Indonesia.
Eddy Tansil saat sidang korupsi Bapindo. (Sumber: Panji Masyarakat Agustus 1994)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 11:49 WIB

Garis Merah di Atas Kepala Kita

Refleksi Moral atas Fenomena S-Line dan Krisis Rasa Malu di Era Digital
poster film S-Line (Sumber: Video.com)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 10:55 WIB

Bergadang dan Tugas, Dilema Wajar di Kalangan Mahasiswa?

Feature ini menyoroti kebiasaan bergadang mahasiswa yang dianggap wajar demi tugas dan fokus malam hari.
Ilustrasi mengerjakan tugas di waktu malam hari (Sumber: Pribadi | Foto: Muhamad Alan Azizal)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 09:26 WIB

Bicara tentang Ramuan Khusus Seorang Pemimpin Muda

4 ramuan khusus atau four action yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin muda.
Muhammad Fatahillah, Ketua OSIS (Organisasi Intra Siswa Sekolah) MAN 2 Kota Bandung (Sumber: Highcall Ziqrul | Foto: Highcall Ziqrul)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 08:48 WIB

Menyemai Minat Baca Mahasiswa di Tengah Dunia Digital

Fenomena pergeseran bentuk literasi di kalangan civitas akademika, terutama dunia kampus
Kegiatan literasi mahasiswa di perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis | Foto: Salsabiil Firdaus)
Ayo Netizen 05 Nov 2025, 07:57 WIB

Bystander Effect yang Dialami Perempuan dalam Film Shutter (2025)

Film horor di Indonesia tidak lepas mengangkat tokoh perempuan sebagai korban kekerasan atau pelecehan seksual hingga mengalami Bystander Effect.
Isu Byestander Effect dalam Film Shutter (Sumber: Instagram | Falconpicture)
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 20:02 WIB

Teja Paku Alam Bermain Gemilang, ’Sudahlah Persib Tak Butuh Kiper Asing’

Siapa pun tahu penjaga gawang nomor satu Persib bukanlah Teja Paku Alam, tapi Adam Przybek, pemain asing berkebangsaan Polandia.
Penjaga gawang Persib Teja Paku Alam (kanan), dan Adam Przybek (tengah) pemain asing berkebangsaan Polandia. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 04 Nov 2025, 19:33 WIB

Menanam Harapan di Tengah Krisis Hijau, Membangun Semangat Pelestarian Hutan Lewat Edutourism

Edutourism menawarkan pengalaman wisata yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga membangun kesadaran ekologis.
Contoh nyata praktik edutourism adalah Orchid Forest Cikole. Tidak hanya menawarkan keindahan lanskap, tetapi juga jadi ruang belajar tentang pentingnya pelestarian hutan dan tanaman anggrek. (Sumber: dok Orchid Forest Cikole)
Ayo Jelajah 04 Nov 2025, 18:27 WIB

Sejarah Kopo Bandung, Berawal dari Hikayat Sesepuh hingga Jadi Distrik Ikon Kemacetan

Dulu dibangun dengan darah dan keringat Eyang Jawi, kini Jalan Kopo jadi ikon kemacetan Bandung. Inilah sejarah panjangnya dari masa kolonial hingga modern.
Jalan di antara Cisondari dan Kopo zaman baheula. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 17:49 WIB

Suatu Malam yang Syahdu Menikmati ‘Sate Sadu’ Soreang yang Legendaris

Dalam sekejap, makanan habis. Keempukan daging, kegurihan rasa, menyatu. Sate Sadu memang legendaris.
Sate Sadu di Soreang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ulasan Pengguna Google)
Ayo Biz 04 Nov 2025, 17:29 WIB

Mengubah Cokelat Jadi Gerakan, Sinergi UMKM dan Petani dalam Rantai Pangan

Di tengah tren urbanisasi, muncul kesadaran baru bahwa produk pangan berbasis bahan baku lokal memiliki nilai lebih. Bukan hanya dari sisi rasa, tetapi juga dari dampak sosial yang ditimbulkan.
Battenberg3, sebuah UMKM yang menjadikan kolaborasi dengan petani sebagai inti bisnisnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 17:00 WIB

Sosok yang Menyemai Harapan Hijau di Padatnya Kota Bandung

Di bawah kepemimpinannya, program Buruan SAE meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional.
Gin Gin Ginanjar. Di bawah kepemimpinannya, program Buruan SAE meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional. (Sumber: Humas DKPP Bandung | Foto: Humas DKPP Bandung)
Ayo Jelajah 04 Nov 2025, 16:50 WIB

Hikayat Skandal Dimas Kanjeng, Dukun Pengganda Uang Seribu Kali Lipat

Dimas Kanjeng mengaku bisa menggandakan uang ribuan kali lipat, tapi di balik padepokannya tersimpan kisah kelam pembunuhan dan penipuan.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi, dukun pengganda uang yang jadi sensasi nasional.
Ayo Netizen 04 Nov 2025, 16:16 WIB

Menjadi Mahasiswa IKIP Bandung Bagian Satu

Bernostalgia tentang menjadi mahasiswa IKIP Bandung pada tahun 1995-an.
Villa Isola. (Sumber: Dok. UPI Bandung)