Mengurai Cerita Penurunan Permukaan Tanah Kota Bandung yang Tak Terlihat

Andres Fatubun
Ditulis oleh Andres Fatubun diterbitkan Kamis 31 Jul 2025, 14:45 WIB
Permukaan tanah di sebagian kawasan di Kota Bandung   mengalami ambles karena pengambilan air tanah berlebihan dan beban bangunan yang berakumulasi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Permukaan tanah di sebagian kawasan di Kota Bandung mengalami ambles karena pengambilan air tanah berlebihan dan beban bangunan yang berakumulasi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

AYOBANDUNG.ID - Fenomena penurunan permukaan tanah atau amblesan menjadi sorotan serius di kota-kota besar Indonesia, tak terkecuali di Kota Bandung. Isu ini, meskipun sering disebut sebagai silent disaster karena kejadiannya yang tidak tiba-tiba dan dramatis seperti gempa, namun dampaknya bersifat merusak dan bisa terjadi secara progresif.

Dr. Eng. Imam Achmad Sadisun, S.T., M.T, seorang ahli geologi dari ITB, menjelaskan bahwa amblesan tanah di Bandung bukanlah fenomena baru.

"Fenomena itu sebenarnya di Bandung sudah cukup lama dan para ahli sepakat salah satu kota besar di Indonesia yang turun itu salah satunya Bandung," ungkapnya.

Selain Bandung, kota-kota lain di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan bahkan Pekalongan juga menghadapi masalah serupa.

Dosen Fakultas Geologi ITB, Imam Sadisun. (Sumber: ITB | Foto: Fadila As-syifa Febriana)
Dosen Fakultas Geologi ITB, Imam Sadisun. (Sumber: ITB | Foto: Fadila As-syifa Febriana)

Mengurai Istilah Amblesan

Dalam ranah keilmuan, terdapat beberapa istilah yang sering digunakan dan kadang tumpang tindih maknanya. Imam mengklarifikasi, land subsidence adalah istilah yang paling tepat dalam bahasa Inggris, yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai amblesan. Istilah ini merujuk pada penurunan massa lahan secara keseluruhan.

"Lebih tepat sebenarnya bahasa Indonesianya atau lebih banyak yaitu menggunakan amblesan," jelas Sadisun.

Selain land subsidence, dikenal juga istilah settlement. Namun settlement lebih sering digunakan dalam ilmu sipil untuk menggambarkan penurunan sebagian dari struktur bangunan, misalnya partial settlement pada fondasi gedung yang menyebabkan kemiringan.

Meskipun keduanya merujuk pada penurunan, amblesan diartikan sebagai fenomena yang lebih dalam dan melibatkan area yang lebih luas, sedangkan settlement dapat menjadi akibat dangkal dari proses amblesan.

Faktor Manusia

Menurut Imam, ada tiga penyebab utama amblesan tanah di Bandung yang paling sahih untuk disebut. Sementara soal faktor tektonik masih spekulatif.

Faktor pertama adalah konsolidasi alamiah endapan danau Bandung Purba.

Dia mengatakan Bandung yang dulunya merupakan danau purba, memiliki ketebalan material endapan, terutama lempung, yang mencapai ratusan meter di bagian tengah cekungan. Proses konsolidasi alamiah ini masih terus berlangsung.

"Secara alamiah itu ya tanah dan batuanlah sebenarnya di bawah itu ya, itu memang masih dalam proses konsolidasi secara alamiah," jelas Sadisun.

Material lempung dan kandungan organik yang cukup tinggi dalam endapan ini berkontribusi besar pada penyusutan tanah ketika kehilangan air, mempercepat proses konsolidasi.

Faktor kedua adalah pengambilan air tanah berlebihan.

Berbeda dengan faktor pertama yang disebabkan oleh alam, faktor kedua ini seperti kata Imam disebabkan oleh ulah manusia.

Eksploitasi air tanah yang masif, terutama untuk kebutuhan industri dan domestik, mempercepat proses konsolidasi alamiah. Ketika air tanah diambil, pori-pori dalam tanah yang sebelumnya terisi air akan kosong, menyebabkan butiran tanah saling merapat dan memampat.

Warga mengambil air sumur yang berada di trotoar Jalan Cipaganti, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Warga mengambil air sumur yang berada di trotoar Jalan Cipaganti, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)

Sebuah hasil riset yang diterbitkan di dalam Riset Geologi dan Pertambangan (2025) Vol. 35, menyebutkan bahwa penurunan permukaan tanah akibat pengambilan air tanah berada pada rentang 0,01 hingga 51,75 cm per tahun, dengan rata-rata 1,85 cm per tahun. Angka ini jauh melampaui penurunan akibat konsolidasi alami yang hanya berkisar 0,02 hingga 10,59 cm per tahun atau rata-rata 0,92 cm per tahun.

Rancaekek menjadi wilayah dengan tingkat penurunan lahan tertinggi akibat eksploitasi air tanah. Sementara Bojongsoang memimpin dalam penurunan lahan akibat proses konsolidasi alami.

Secara keseluruhan, pengambilan air tanah menyumbang 44,30% dari total penurunan lahan di Cekungan Bandung. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan konsolidasi alami yang hanya 15,76%. Sisanya, sekitar 39,94%, dipengaruhi oleh faktor lain seperti beban bangunan dan aktivitas tektonik. Data ini menggarisbawahi perlunya perhatian serius terhadap pengelolaan air tanah di kawasan Bandung.

Berikutnya faktor ketiga yang juga disebabkan oleh manusia adalah beban bangunan yang terakumulasi.

Pembangunan infrastruktur dan gedung-gedung secara masif di atas permukaan tanah juga menambah beban, mempercepat pemampatan lapisan tanah di bawahnya.

Sementara faktor tektonik, seperti keberadaan sesar atau patahan di Cekungan Bandung, sejauh ini masih menjadi spekulasi dan belum diyakini sebagai penyebab dominan amblesan di Kota Bandung.

Titik-titik Rawan Amblesan di Bandung

Berdasarkan data yang ia perlihatkan, beberapa wilayah di Cekungan Bandung menunjukkan intensitas penurunan yang signifikan. Daereh tersebut antara lain Cimahi, Gedebage, Dayeuh Kolot, Bojongsoang, dan Rancaekek, khususnya yang berasosiasi dengan kawasan industri dan padat penduduk, menjadi area yang paling rentan.

Imam juga menunjukkan peta Bandung Raya yang memperlihatkan kawasan yang memiliki banyak sumur dan lapisan tanah lempung. Imam mengatakan kawasan tersebut adalah daerah yang mengalami penurunan permukaan tanah paling serius.

Data kecepatan amblesan yang diluncurkan pada tahun 2018 bahkan menunjukkan angka penurunan mencapai 15 hingga 20 sentimeter per tahun di beberapa titik paling parah (zona merah). Namun, dia menekankan bahwa kecepatan ini tidak bersifat linier.

"Konsolidasi itu nanti lama-lama kalau habis makin pelan, jadi jangan dibayangkan kecepatan itu linier ya," tuturnya. Ini berarti, seiring berjalannya waktu dan habisnya potensi pemampatan, laju penurunan akan melambat.

Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh dosen Geologi ITB bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menunjukan cekungan Bandung mengalami amblesan tanah yang saat ini terukur antara 8 hingga 23 cm per tahun berdasarkan data Global Positioning System (GPS) dan Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR).

Dampak Amblesan

Laiknya bencana alam, dampak amblesan tanah ini pun merugikan, baik bagi infrastruktur maupun lingkungan.

Imam mengatakan dampak paling umum adalah area-area tertentu menjadi lebih rendah dari sekitarnya, memperparah masalah genangan dan banjir. Ia mencontohkan banjir di kawasan Jakarta bagian utara, yang menurutnya hampir sama dengan wilayah terdampak di Bandung.

"Wilayah banjir Jakarta seakan-akan bertambah karena ada bagian-bagian yang memang enggak dilindungi ya, tanahnya turun gitu loh," kata Imam.

Dampak lainnya adalah kerusakan infrastruktur, meskipun ia mengatakan harus diteliti lebih dalam. Apakah kerusakan infrastruktur tersebut akibat amblesan atau karena kualitas bangunan.

"Bangunan-bangunan di atasnya itu pasti akan mengalami kerusakan, yang pertama memang biasanya retak dulu," terang Imam. Retakan dapat muncul pada dinding bangunan, struktur jembatan, dan jalan.

Imam menekankan pentingnya analisis yang seksama untuk membedakan kerusakan akibat amblesan tanah dengan kualitas bangunan yang buruk.

"Jika kita yakini bahwa bangunan itu sudah bagus, sudah didesain dengan perhitungan yang secara engineering benar, tapi kok tetap ada masalah, ya itu baru kita yakin itu jangan-jangan land subsidence yang nggak masuk dalam hitungan," jelasnya.

Dia mencontohkan, ruas jalan tol di beberapa titik sering kali harus ditambal karena permukaan tanah di sekitarnya terus turun.

Di Bandung sendiri, contoh kasus nyata adalah kawasan sekitar Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) di Gedebage. Dia mengatakan fondasi sejumlah bangunan di sekitar GBLA terlihat menonjol karena tanah di sekelilingnya mengalami penurunan. Sementara GBLA sendiri tak terpengaruh karena tanahnya sudah lebih dulu dimampatkan.

Petani membajak sawah menggunakan traktor di Gedebage, Kota Bandung, Kamis 4 Januari 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Petani membajak sawah menggunakan traktor di Gedebage, Kota Bandung, Kamis 4 Januari 2024. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Masa Depan Amblesan Tanah Bandung

Karena berada di kawasan lapisan tanah yang rapuh, salah satu tantangan besar adalah bagaimana pembangunan, terutama perumahan dan infrastruktur, dapat mempertimbangkan fenomena amblesan ini.

Pemerintah daerah melalui dinas terkait, seperti Dinas Tata Ruang, seharusnya memiliki data dan regulasi yang mempertimbangkan peta amblesan tanah dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR). Namun, apakah pertimbangan ini sudah terintegrasi secara optimal, masih perlu dikonfirmasi.

Kawasan padat penduduk di Tamansari, Kota Bandung, Senin 4 Desember 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Kawasan padat penduduk di Tamansari, Kota Bandung, Senin 4 Desember 2023. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)

Meskipun pengukuran dan pemetaan amblesan tanah sudah banyak dilakukan, khususnya di permukaan, Imam menyoroti kurangnya data di bawah permukaan.

"Kegiatan tersebut lebih banyak dilakukan di permukaan, sementara di bawah permukaan masih belum masif. Jadi kita nggak tahu mana sih yang terdeformasi," ujarnya. Memahami deformasi di bawah permukaan sangat penting untuk mengetahui biang kerok sebenarnya dan merumuskan mitigasi yang lebih efektif.

Penelitian lebih lanjut dengan data bor dan analisis geologi mendalam menjadi kunci untuk memprediksi dan memitigasi dampak amblesan tanah di Bandung di masa depan. Tanpa pemahaman komprehensif dari permukaan hingga bawah permukaan, Bandung masih akan terus menghadapi tantangan dari silent disaster yang mengancam stabilitas infrastruktur dan kesejahteraan masyarakatnya. (*)

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 01 Agu 2025, 11:46 WIB

Warung Bakso Klasik di Lengkong Kecil, Selalu Jadi Magnet Pecinta Kuliner Sejak 1994

Di sudut Jalan Lengkong Kecil No. 88, Paledang, Bandung, terdapat sebuah warung bakso sederhana. Namanya sudah melekat kuat dalam ingatan banyak warga, yaitu Mie Bakso Mang Idin.
Bakso Mang Idin (Foto: Ist)
Ayo Jelajah 01 Agu 2025, 07:53 WIB

Sejarah Seni Tari Jaipong yang Kemunculannya Diwarnai Polemik

Sejarah jaipong tak lepas dari Suwanda di Karawang dan Gugum Gumbira di Bandung. Tarian ini kini jadi ikon budaya Sunda dan Indonesia.
Tari Jaipongan asal Jawa Barat. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 18:06 WIB

Dari Remaja ke Keluarga, Evolusi Gaya Hidup di Balik Brand 3Second

Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal.
Berawal dari semangat kreatif Kota Bandung, 3Second berkembang menjadi lebih dari sekadar merek fashion lokal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 31 Jul 2025, 17:30 WIB

Dua Operasi Caesar yang Mengubah Stigma

Dua kelahiran, dua pengalaman berbeda, yang mengubah stigma tentang BPJS Kesehatan.
Shafa (baju krem kiri) dan Athiya, dua anak dari Rika Muflihah yang selamat lahir berkat operasi caesar. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 16:11 WIB

Klinik Estetik Menjamur di Kota Bandung, Bisnis Tumbuh Bersama Budaya Urban Merawat Diri

Lonjakan minat masyarakat terhadap perawatan kulit bukan sekadar soal penampilan, tetapi berkaitan dengan kepercayaan diri dan kualitas hidup.
Kaum pria mulai melirik manfaat perawatan penampilan sebagai bagian dari investasi pribadi dan profesional. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 15:11 WIB

Fashion yang Berakar pada Bumi, Kolaborasi Brand Lokal dalam Napas Alam Lembang

Jion Studios dan nanas.id, dua brand lokal menyulam narasi baru tentang fashion. Bukan sekadar tren, tapi sebuah gerakan sadar lingkungan.
Jion Studios dan nanas.id, dua brand lokal menyulam narasi baru tentang fashion. Bukan sekadar tren, tapi sebuah gerakan sadar lingkungan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 31 Jul 2025, 14:45 WIB

Mengurai Cerita Penurunan Permukaan Tanah Kota Bandung yang Tak Terlihat

Meskipun pengukuran dan pemetaan amblesan tanah sudah banyak dilakukan, khususnya di permukaan, Imam Sadisun menyoroti kurangnya data di bawah permukaan.
Permukaan tanah di sebagian kawasan di Kota Bandung   mengalami ambles karena pengambilan air tanah berlebihan dan beban bangunan yang berakumulasi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al- Faritsi)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 14:45 WIB

Hijab Stylish dan Simpel Jadi Pilihan Anak Muda, Cek Rekomendasinya

Di tengah tren modest fashion, Dyara Hijab hadir sebagai pelaku usaha lokal yang mengusung konsep hijab praktis dan stylish. Didirikan oleh Ajeng Apridiyanti pada 2016, brand ini menyasar segmen pere
Di tengah tren modest fashion, Dyara Hijab hadir sebagai pelaku usaha lokal yang mengusung konsep hijab praktis dan stylish. (Foto: Ist)
Ayo Netizen 31 Jul 2025, 14:25 WIB

Solusi Kemacetan, Batasi Konsumtif Kendaraan Roda Dua atau Pelebaran Jalan Raya?

Kemacetan memang sudah menjadi masalah yang cukup lama dan pelik.
Kondisi Jalan Cupu Rancamanyar, Kamis, 31 Juli 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 31 Jul 2025, 13:31 WIB

Jejak Sejarah Peuyeum Bandung, Kuliner Fermentasi Sunda yang Bertahan Lintas Zaman

Peuyeum, camilan khas Sunda, kian langka padahal punya sejarah panjang sejak masa kolonial dan revolusi. Simbol solidaritas dan warisan budaya.
Penjual peuyeum Bandung yang sudah mulai langka. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 12:19 WIB

Menangkap Peluang Usaha di Tengah Popularitas Situs Keramat Bunisakti

Yayang merupakan perajin ukiran dari Kampung Bunisakti, Desa Wargaluyu, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Pria berambut cepak itu tetap konsisten dengan ukiran khas bernuansa tradisional Sunda.
Yayang pengrajin ukiran Kampung Bunisakti, Desa Wargaluyu, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. (Foto: Mildan Abdalloh)
Ayo Biz 31 Jul 2025, 10:31 WIB

Jatuh Bangun Pemuda Express Bangun Kepercayaan Pengguna

Pemuda Express bukan hanya sekadar jasa antar jemput, tapi juga solusi transportasi yang mengusung prinsip syariah dan inklusi sosial. Aplikasi ini mewadahi kebutuhan pengguna yang belum terpenuhi ole
CEO Pemuda Express, Abdullah Aburahman Nuralim (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Netizen 31 Jul 2025, 10:30 WIB

Slot di Kolom Komentar: Komunikasi 'Pemasaran' Judol

Kini ada modus baru komunikasi "pemasaran" judol yang harus kita awasi bersama. Waspadalah!
Ilustrasi judi online. (Sumber: Unsplash/Niek Doup)
Ayo Netizen 31 Jul 2025, 08:03 WIB

Apotek Desa, Program Pemerintah yang Menggemparkan Apotek Swasta

Apotek Desa menjadi polemik bagi pengusaha apotek swasta.
Contoh Penulisan Penamaan Apotek Desa (Sumber: Kemenkes)
Ayo Netizen 30 Jul 2025, 19:29 WIB

Mati Ketawa ala 'Barudak Bapak Aing'

Sosok publik yang harusnya terbuka terhadap perbedaan pandangan, kini lebih sering tampil sebagai pemilik kebenaran. Diperkuat pula oleh algoritma.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Sumber: Humas Pemrov Jabar)
Ayo Biz 30 Jul 2025, 18:06 WIB

Melangkah Bersama Jenama Lokal: Tiga Cerita tentang Identitas, Nilai, dan Inovasi

Tiga brand lokal terus bertahan dan berkembang. Tak sekadar pelengkap penampilan, tetapi sebagai representasi nilai yang diperjuangkan.
Koleksi sepatu kulit dari brand lokal Gats. (Sumber: Gats)
Ayo Jelajah 30 Jul 2025, 17:53 WIB

Sejarah RSHS Bandung, Rumah Sakit Tertua di Jawa Barat Warisan Era Hindia Belanda

Didirikan sejak 1923, RSHS jadi saksi sejarah medis Bandung, dari masa kolonial, Jepang, hingga era kemerdekaan.
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). (Sumber: Pemprov Jabar)
Ayo Netizen 30 Jul 2025, 17:04 WIB

Anak Kita Bukan Objek Disiplin, Akhiri Normalisasi Kekerasan

Sebagai titipan Allah SWT, tak habis pikir jika anak disiksa. Apapun alasannya.
 (Sumber: Refika Aditama | Foto: Refika Aditama)
Ayo Biz 30 Jul 2025, 16:24 WIB

Chef Sandani dan Ayam Tangkep, dari Dapur Sambara Menuju Panggung Nasional Kuliner Nusantara

Ayam Tangkep, menurut Sandani, adalah bentuk penghormatan terhadap kebiasaan masyarakat tanah Rencong yang menangkap ayam langsung dari pekarangan sebelum diolah.
Ayam Tangkep, menurut Sandani, adalah bentuk penghormatan terhadap kebiasaan masyarakat tanah Rencong yang menangkap ayam langsung dari pekarangan sebelum diolah. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 30 Jul 2025, 15:07 WIB

Success Story MOC yang Jawab Tantangan Industri Fashion dengan Inovasi dan Teknologi

MOC menyimpan kisah panjang sebagai brand lokal yang tidak hanya bertahan tapi bangkit dan melaju di tengah persaingan industri fashion.
MOC menyimpan kisah panjang sebagai brand lokal yang tidak hanya bertahan tapi bangkit dan melaju di tengah persaingan industri fashion. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)