Sejarah Panjat Pinang, Tontonan Belanda Zaman Kolonial yang Berasal dari Tiongkok Selatan

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 11 Agu 2025, 16:30 WIB
Panjat pinang di Makassar tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)

Panjat pinang di Makassar tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Setiap 17 Agustus, negeri ini mendadak jadi panggung gladiator kampung. Bedanya, yang dipanjat bukan benteng batu, melainkan sebatang pohon pinang licin berlumur oli—mirip tiang bendera, tapi tanpa hormat. Di puncaknya bergelantungan hadiah: mulai dari ember plastik, sandal jepit, sampai sepeda mini yang entah muat atau tidak dibawa pulang lewat gang sempit.

Lomba panjat pinang sudah seperti menu wajib perayaan kemerdekaan. Bahkan kalau ada 17-an tanpa panjat pinang, rasanya seperti makan bakso tanpa kuah: hambar. Tapi ternyata, permainan ini bukan murni “ciptaan asli” Indonesia. Menurut Fandy Hutari dalam Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal, akar sejarahnya menjalar sampai ke Tiongkok Selatan.

“Panjat pinang populer di Tiongkok Selatan, terutama daerah Fukien, Guangdong, dan Taiwan. Acara ini berkaitan dengan Festival Hantu,” tulisnya, mengutip Rianto Jiang, pengamat sejarah dan budaya Tionghoa. Nama aslinya di sana adalah giang gu, dan sudah ada sejak zaman Dinasti Ming (1368–1644).

Pengamat sejarah Rianto Jiang mencatat, “Panjat pinang populer di Tiongkok Selatan, terutama daerah Fukien, Guangdong, dan Taiwan. Acara ini berkaitan dengan Festival Hantu.” Di sana, permainan ini dikenal dengan nama giang gu sejak zaman Dinasti Ming (1368–1644).

Bedanya, versi Tiongkok ini bukan sekadar memanjat sebatang pinang delapan meter. Mereka membangun menara dari pinang dan kayu setara gedung empat lantai. Tim peserta harus memanjat untuk meraih gulungan kain merah di puncak. Tentu risikonya bukan cuma terpeleset, tapi bisa jadi masuk festival hantu secara harfiah. Tak heran, pada era Dinasti Qing permainan ini dilarang karena “banyak menimbulkan jatuhnya korban jiwa”.

Baca Juga: Parlemen Pasundan dan Sejarah Gagalnya Siasat Federalisme Belanda di Tanah Sunda

Saat Taiwan dijajah Jepang, giang gu hidup lagi, masih dalam konteks festival. Dari sinilah, entah lewat jalur perdagangan atau perantau Tionghoa, permainan ini berlabuh di tanah Nusantara. Perlahan ia berasimilasi, seperti bakmi yang jadi mie ayam, dan akhirnya masuk kategori “tradisi lokal” tanpa terlalu banyak protes.

Di Hindia Belanda, Fandy menyebut panjat pinang mulai populer sekitar 1930-an. Tapi waktu itu, ia bukan simbol kemerdekaan—jelas saja, belum merdeka—melainkan hiburan pesta orang Belanda. Mereka mengadakannya saat menikah, naik jabatan, atau sekadar ulang tahun.

Lomba panjat pinang memperingati HUT RI apda 17 Agustus atau Agustusan. (Sumber: Wikimedia)
Lomba panjat pinang memperingati HUT RI apda 17 Agustus atau Agustusan. (Sumber: Wikimedia)

Hadiah yang digantung sering kali barang mewah di mata pribumi: keju impor, gula, kain bagus, atau kemeja. Cukup untuk bikin lelaki kampung rela jadi tangga hidup demi membawa pulang “kemewahan” itu. Tiang pinang dilumuri oli, dan para peserta harus saling injak, bahu-membahu, sambil menerima tawa terbahak-bahak dari para meneer dan nyonya di bawah.

Peserta? Hanya orang pribumi. Orang Belanda jelas tidak mau memanjat—mereka lebih suka duduk sambil menyeruput bir, menonton “aksi komedi” gratis. Kadang keluarga pribumi kaya antek kolonial juga ikut-ikutan mengadakan lomba, mungkin supaya terlihat modern di mata tuan besar.

Tak heran jika ada yang menganggap panjat pinang itu warisan jahil penjajah. Kata sebagian orang, ini cuma cara Belanda menghibur diri sambil menertawakan rakyat yang jatuh bangun. Kalau diibaratkan zaman sekarang, mirip reality show penuh adegan dramatis, tapi tanpa hadiah uang tunai miliaran.

Tapi, pendukung panjat pinang melihatnya dari sisi lain. Mereka bilang, lomba ini mengajarkan kerja keras, kekompakan, dan strategi tim. Hadiah di puncak adalah simbol kemerdekaan; untuk mencapainya butuh cerdik, saling menopang, dan menyingkirkan ego pribadi. Bahkan setelah hadiah diraih, biasanya hasil dibagi rata. Filosofinya jelas: kemerdekaan itu hasil kerja kolektif, bukan solo karier.

Baca Juga: Serdadu Cicalengka di Teluk Tokyo, Saksi Sejarah Kekalahan Jepang di Perang Dunia II

Dari giang gu di Fujian hingga tiang oli di Batavia, panjat pinang berubah fungsi: dari festival hantu, jadi hiburan pesta kolonial, hingga simbol keriangan 17 Agustusan. Bedanya, sekarang yang menonton ikut tertawa bukan karena merendahkan, tapi karena sama-sama menikmati. Meskipun, kalau peserta jatuh dari setengah tiang, ya tawa penonton kadang terdengar mirip juga.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 21 Nov 2025, 17:55 WIB

Blogger BDG Menjaga Semangat Kota Bandung Lewat Cerita dan Komunitas

Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta.
Komunitas Blogger BDG hadir sebagai wadah yang menampung semangat untuk merawat merawat memori kota dengan cara yang intim, personal, dan penuh cinta. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:27 WIB

Melihat Tuturan 'Arogan' dari Kacamata Linguistik

Esai ini membedah percakapan anggota DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan peserta pada suatu forum SPPG di Bandung.
Jikapun ada masyarakat yang bersikap arogan pada pemerintah atau pejabat lantas memangnya kenapa? (Sumber: Ilustrasi oleh ChatGPT)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 17:02 WIB

Mewujudkan Kota Bandung yang Ramah bagi Wisata Pedestrian

Trotoar-trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian beralih fungsi menjadi tempat parkir kendaraan, khususnya roda dua.
Pengerjaan revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Lombok Kota Bandung pada Jumat, 26 September 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:43 WIB

Sanghyang Kenit: Surga Wisata Alam Bandung Barat, Tawarkan Banyak Wahana dalam Satu Destinasi

Salah satu destinasi yang semakin populer adalah Sanghyang Kenit, sebuah kawasan wisata alam yang terletak di Cisameng, Kecamatan Cipatat.
tebing batu unik di Sanghyang Kenit yang dialiri arus sungai deras, menciptakan pemandangan alam yang khas dan menarik perhatian pengunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Nada Ratu Nazzala)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:13 WIB

Bukan Sekadar Gaya Hidup, Work From Cafe jadi Penunjang Produktivitas Kalangan Muda

Work from Café (WFC) menawarkan suasana baru untuk mengatasi kejenuhan dalam bekerja.
Salah satu mahasiswa sedang mengerjakan tugas di salah satu Café di Kota Bandung (30/10/2025) (Foto: Syifa Givani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 16:04 WIB

Kisah Jajanan Sore 'Anget Sari' yang Dekat dengan Mahasiswa

Kisah Anget Sari, lapak gorengan di Sukapura yang dikenal karena mendoan hangat, bahan segar, dan pelayanan ramah.
Suasana hangat di lapak Anget Sari saat pemilik menyajikan gorengan untuk pelanggan, di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung, Selasa (28/10/2025) (Sumber: Nailah Qurratul Aini | Foto: Nailah Qurratul Aini)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:41 WIB

UMKM Tahura Bandung Tumbuh Bersama di Tengah Perubahan Kawasan Wisata

Mengkisahkan tentang seorang pedagang pentol kuah yang ikut tumbuh bersama dengan berkembangnya kawasan wisata alam Tahura
Seorang pedagang sedang menjaga warungnya di Kawasan wisata tahura, (25/10/25) (Foto: M. Hafidz Al Hakim)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:21 WIB

Fenomena Turisme Bandung: Pesona Edukatif dan Konservatif di Lembang Park & Zoo

Lembang Park & Zoo menghadirkan wisata edukatif dan konservatif di Bandung.
Siap berpetualang di Lembang Park & Zoo! Dari kampung satwa sampai istana reptil, semua seru buat dikunjungi bareng keluarga (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Adil Rafsanjani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 15:10 WIB

Pengalaman Rasa yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi

Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis.
Hunting kuliner memang tidak selalu berbuah dengan rasa yang lezat, beberapa di antaranya rasa yang tidak sesuai dengan review dan harga yang sangat fantastis (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 14:49 WIB

Scroll Boleh, Meniru Jangan, Waspada Memetic Violence!

Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana.
Ilustrasi asyiknya bermedia sosial. (Sumber: pixabay.com | Foto: Istimewa)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 13:02 WIB

Hangatnya Perpaduan Kopi dan Roti dari Kedai Tri Tangtu

Roti Macan dimulai dari ruang yang jauh lebih kecil dan jauh lebih sunyi, yaitu kedai kopi.
Kedai kecil itu menciptakan suasana hangat dari aroma Roti Macan pada hari Selasa (04/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Wafda Rindhiany)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:17 WIB

Sejarah Soreang dari Tapak Pengelana hingga jadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung

Sejarah Soreang dari tempat persinggahan para pengelana hingga menjelma pusat pemerintahan modern Kabupaten Bandung.
Menara Sabilulunga, salah satu ikon baru Soreang. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Jelajah 21 Nov 2025, 11:16 WIB

Sejarah Black Death, Wabah Kematian Perusak Tatanan Eropa Lama

Sejarah wabah Black Death yang menghancurkan Eropa pada awal abad ke-14, menewaskan sepertiga penduduk, dan memicu lahirnya tatanan baru.
Lukisan The Triumph of Death dari Pieter Bruegel (1562) yang terinspirasi dari Black Death. (Sumber: Wikipedia)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 10:17 WIB

History Cake Bermula dari Kos Kecil hingga Jadi Bagian 'Sejarah Manis' di Bandung

History Cake dimulai dari kos kecil pada 2016 dan berkembang lewat Instagram.
Tampilan area display dan kasir History Cake yang menampilkan beragam Korean cake dan dessert estetik di Jalan Cibadak, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. (30/10/2025) (Sumber: Naila Husna Ramadhani)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 09:29 WIB

Dari Tiktok ke Trotoar, ‘Iseng’ Ngumpulin Orang Sekota untuk Lari Bareng

Artikel ini menjelaskan sebuah komunitas lari yang tumbuh hanya iseng dari Tiktok.
Pelari berkumpul untuk melakukan persiapan di Jl. Cilaki No.61, Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, pada Sabtu pagi 15 November 2025 sebelum memulai sesi lari bersama. (Sumber: Rafid Afrizal Pamungkas | Foto: Rafid Afrizal Pamungkas)
Ayo Netizen 21 Nov 2025, 08:06 WIB

Giri Purwa Seni Hadirkan Kecapi Suling sebagai Pelestarian Kesenian Tradisional Sunda

Giri Purwa Seni di Cigereleng menjaga warisan kecapi suling melalui produksi, pelatihan, dan pertunjukan.
Pengrajin Giri Purwa Seni menampilkan seperangkat alat musik tradisional berwarna keemasan di ruang pamer Giri Purwa Seni, Jl. Soekarno Hatta No. 425, Desa Cigereleng, Astana Anyar, Karasak, pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 21:19 WIB

Desa Wisata Jawa Barat Menumbuhkan Ekonomi Kreatif dengan Komitmen dan Kolaborasi

Desa wisata di Jawa Barat bukan sekadar destinasi yang indah, namun juga ruang ekonomi kreatif yang menuntut ketekunan, komitmen, dan keberanian untuk terus berinovasi.
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 20:18 WIB

Ngaruat Gunung Manglayang, Tradisi Sakral Menjaga Harmoni Alam dan Manusia

Ngaruat Gunung Manglayang adalah tradisi tahunan untuk menghormati alam.
Warga adat melakukan ritual ruatan di kaki Gunung Manglayang sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa keselamatan bagi alam serta masyarakat sekitar.di Gunung Manglayang, Cibiru, Bandung 20 Maret 2025 (Foto: Oscar Yasunari)
Ayo Biz 20 Nov 2025, 18:23 WIB

Desa Wisata, Ekonomi Kreatif yang Bertumbuh dari Akar Desa

Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Wajah baru ekonomi Jawa Barat kini tumbuh dari desa. Desa wisata, yang dulu dianggap sekadar pelengkap pariwisata, kini menjelma sebagai motor ekonomi kreatif berbasis komunitas. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 20 Nov 2025, 17:21 WIB

Lenggak-lenggok Jaipong di Tengah Riuh Bandung dan Pesona Tradisi

Tari Jaipong tampil memukau di West Java Festival 2025. Gerak enerjik dan musik riuh membuat penonton antusias.
Penampilan tari Jaipong menghiasi panggung West Java Festival 2025 dengan gerakan energik yang memukau penonton, Minggu (9/11/2025). (Sumber: Selly Alifa | Foto: Dokumentasi Pribadi)