AYOBANDUNG.ID -- Di tengah bayang-bayang pelemahan ekonomi nasional, geliat industri printing skala kecil dan menengah (IKM) di Jawa Barat justru menunjukkan ketahanan yang mengesankan.
Meski tak sepopuler sektor teknologi atau kuliner, industri ini telah lama menjadi tulang punggung ekonomi kreatif lokal, menopang kebutuhan masyarakat dari cetak buku yasin hingga sablon kaos komunitas.
Dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang mencapai 5,23% pada triwulan II 2025 yang melampaui rata-rata nasional, sektor ini menjadi titik terang dalam lanskap industri kreatif daerah.
Sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) masih mendominasi ekspor Jawa Barat, dengan nilai mencapai USD 2,99 miliar di kuartal pertama tahun ini, naik 1,53% dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, di balik dominasi TPT, industri printing skala rumahan turut menopang rantai produksi, terutama dalam hal dekorasi apparel dan kemasan produk.
Permintaan terhadap produk custom printing, print-on-demand, dan desain ramah lingkungan terus meningkat, membuka peluang baru bagi pelaku UMKM yang mampu beradaptasi dengan tren pasar.
Meski demikian, tantangan global tak bisa diabaikan. Masuknya barang impor murah dan kebijakan tarif ekspor dari negara mitra seperti Amerika Serikat menjadi ancaman nyata.
Produk printing lokal harus bersaing dengan harga yang ditekan oleh skala produksi besar dan subsidi luar negeri. Namun, justru dalam tekanan inilah pelaku IKM printing menunjukkan daya tahan dan kreativitasnya.

Ketua Umum Komunitas Printing Indonesia (KOPI) Grafika, Usman Batubara, menyampaikan optimisme terhadap masa depan industri printing skala menengah ke bawah.
“Kalau yang cetak koran, cetak majalah, industri gede-gede, ya memang ada penurunan. Tapi kalau home industry, printing kelas menengah ke bawah masih tetap peluang, tetap potensial,” ujarnya di Bandung pada Rabu, 17 September 2025.
Menurutnya, adaptasi terhadap teknologi menjadi kunci bertahan untuk industri printing skala menengah ke bawah. “Ini peluang bagi pengusaha pemula dan pensiunan. Orang meninggal perlu buku yasin, orang lahir perlu cetak sertifikat. Kebutuhan tetap ada,” tambahnya.
Pemerintah daerah pun tak tinggal diam. Kepala Bidang Sarana dan Prasarana dan Pemberdayaan Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Meidy Mahardani, menekankan pentingnya dukungan teknologi bagi IKM.
“Kami memiliki banyak satuan pelayanan yang di-upgrade secara periodik agar mengikuti teknologi saat ini,” katanya.
Ia juga mendorong anak muda untuk tidak terpaku pada pekerjaan formal. “Jumlah lulusan SMK dibandingkan lowongan kerja tidak imbang. Kita harus punya kreativitas sendiri dan bisa berdikari,” ujarnya.
Salah satu panggung penting bagi industri ini adalah Indonesia Apparel Production Expo (IAPE), yang telah tumbuh menjadi pameran apparel decorate terbesar di Jawa Barat sebagai respons terhadap tren dekorasi pakaian yang kian digemari.
“Setiap apa yang digunakan pasti ada peran dekorasi di pakaian. Bordir, sablon, sublim, semuanya bagian dari dekorasi apparel," kata Ketua IAPE 2025, Bryan Whildan Arsaha.
IAPE juga menjadi strategi jemput bola bagi supplier dan distributor. Pameran ini menghadirkan ragam mesin dan perlengkapan produksi apparel, mulai dari bahan kain, alat sablon, mesin jahit, bordir, DTG, DTF, cutting, heat press, hingga digital printing seperti UV dan sublime. Ini menjadi ruang strategis bagi pelaku industri garment, konveksi, sablon, dan digital printing untuk mengakses teknologi terbaru dan memperluas jejaring bisnis.
“Customer tidak harus datang ke Jakarta. Kami bawa teknologi ke daerah agar lebih dekat dengan pelaku IKM,” jelas Bryan.

Menurut riset 6Wresearch, pasar digital printing Indonesia diproyeksikan tumbuh 10,4% CAGR hingga 2031. Teknologi seperti DTG, DTF, dan UV printing menjadi solusi efisien bagi pelaku IKM yang ingin bersaing secara kualitas dan harga.
Penggunaan software web-to-print dan cloud computing memungkinkan pelaku IKM mengelola pesanan secara otomatis, mengurangi biaya tenaga kerja, dan mempercepat produksi.
Dengan meningkatnya transaksi online, pelaku printing IKM kini menjual produk melalui marketplace dan media sosial, membuka pasar baru yang sebelumnya sulit dijangkau. Kolaborasi komunitas juga menjadi kunci bertahan.
Banyak pelaku IKM membentuk komunitas untuk berbagi sumber daya, seperti mesin sablon bersama atau pelatihan desain. Kolaborasi ini memperkuat daya saing dan solidaritas antar pelaku usaha. Meski prospek cerah, tantangan tetap ada.
Sulitnya akses modal dan fluktuasi harga bahan baku menjadi hambatan utama. Pemerintah dan lembaga keuangan perlu memperluas skema pembiayaan mikro agar pelaku IKM dapat berkembang lebih cepat.
Untuk menembus pasar ekspor, pelaku IKM perlu memahami standar mutu dan sertifikasi internasional. Pelatihan dan pendampingan menjadi kebutuhan mendesak.
Di sisi lain, pelaku IKM printing kini mulai mengangkat cerita lokal dalam desain mereka, dari motif batik kontemporer hingga ilustrasi budaya Sunda. Ini menjadi nilai tambah yang menarik bagi konsumen muda yang mencari produk dengan identitas kuat.
Oleh karenanya, industri printing IKM di Jawa Barat berpotensi tumbuh sebagai ekosistem yang saling terhubung dari produsen bahan, desainer, hingga distributor. Dengan dukungan teknologi dan kebijakan inklusif, sektor ini bisa menjadi tulang punggung ekonomi kreatif daerah.
“Ini soal bagaimana masyarakat bisa tetap produktif, tetap kreatif. Selama ada kebutuhan dan teknologi terus berkembang, industri ini akan terus punya tempat,” ujar Meidy.
Alternatip produk industri printing atau UMKM serupa: