Minum teh setelah makan memang terasa menyegarkan, menenangkan, dan dianggap menyempurnakan santapan. Namun, di balik kenikmatannya, tersembunyi risiko kesehatan yang kerap diabaikan. (Foto: Freepik)

Ayo Biz

Teh Setelah Makan, Tradisi Sunda yang Diam-diam Menggerus Zat Besi

Rabu 19 Nov 2025, 17:31 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Minum teh setelah makan adalah kebiasaan yang begitu lekat dalam kehidupan masyarakat. Di rumah makan khas Sunda misalnya, segelas teh manis dingin hampir selalu hadir menemani sepiring nasi liwet, sambal, dan lalapan.

Tradisi ini terasa menyegarkan, menenangkan, dan dianggap menyempurnakan santapan. Namun, di balik kenikmatannya, tersembunyi risiko kesehatan yang kerap diabaikan yakni gangguan penyerapan zat besi yang bisa berujung pada anemia.

Menurut Riskesdas 2018 dari Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, prevalensi anemia di Indonesia mencapai 23,7%. Angka ini meningkat signifikan pada kelompok perempuan usia subur dan remaja putri. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya penyerapan zat besi akibat konsumsi zat penghambat seperti tanin dan asam fitat, dua senyawa utama dalam teh.

“Asam fitat adalah zat nongizi yang dapat mengikat mineral seperti besi, seng, dan magnesium, sehingga tubuh tidak dapat menyerapnya secara optimal,” jelas Spesialis Nutrisi, Rachel Olsen kepada Ayobandung.

Selain asam fitat, teh juga mengandung tanin, senyawa polifenol yang memberi rasa pahit dan mampu menggumpalkan protein serta mengikat mineral. “Tanin dalam teh bisa menurunkan penyerapan zat besi hingga 64% jika dikonsumsi setelah makan,” tambah Rachel.

Dampaknya tidak sepele. Kekurangan zat besi menyebabkan kelelahan kronis, penurunan konsentrasi, dan gangguan siklus menstruasi. Di Bandung, kota dengan populasi muda dan perempuan aktif yang tinggi, risiko ini bisa berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup sehari-hari.

Data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI juga menunjukkan bahwa anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan, terutama di wilayah urban dengan pola makan tinggi karbohidrat dan rendah protein hewani. Ini menjadi tantangan tersendiri di Bandung, di mana konsumsi teh manis setelah makan menjadi bagian dari identitas kuliner lokal.

Kebiasaan ini bukan hanya soal rasa, tapi juga soal budaya. Dalam banyak acara keluarga Sunda, teh manis menjadi simbol kehangatan dan keramahan. Namun, ketika tradisi bertabrakan dengan kebutuhan gizi, perlu ada intervensi edukatif yang berbasis data dan konteks lokal.

Salah satu pendekatan yang disarankan adalah memberi jeda waktu dua jam antara makan dan minum teh. “Dalam dua jam, proses penyerapan nutrisi sudah selesai, sehingga risiko interaksi negatif bisa dihindari,” jelas Rachel.

Alternatif lain adalah mengganti teh dengan air putih atau jus buah kaya vitamin C setelah makan. Kebiasaan ini bisa menjadi solusi sederhana namun berdampak besar, terutama bagi perempuan dan remaja yang rentan anemia. “Vitamin C justru membantu penyerapan zat besi non-heme dari makanan nabati,” tambahnya.

Kampanye gizi di Bandung mulai menyasar komunitas ibu rumah tangga dan remaja melalui media sosial, kelas memasak sehat, dan kolaborasi dengan komunitas kreatif. Namun, perubahan perilaku membutuhkan waktu, konsistensi, dan pendekatan yang empatik.

Masyarakat Sunda yang gemar lalapan dan sayuran hijau sebenarnya memiliki potensi besar untuk memperbaiki pola makan. Sayangnya, jika dikombinasikan dengan teh setelah makan, manfaat zat besi dari sayuran seperti bayam dan daun singkong bisa hilang sia-sia.

Rachel mengatakan, dukasi gizi yang berbasis komunitas dan budaya lokal menjadi kunci. Bukan dengan melarang teh, tapi dengan mengajak masyarakat memahami waktu yang tepat untuk menikmatinya.

Tradisi bisa tetap hidup, selama tidak mengorbankan kesehatan. Oleh karenanya, Rachel menekankan pentingnya edukasi dari dapur rumah.

“Kita harus mulai dari kebiasaan kecil. Edukasi ibu rumah tangga tentang waktu minum teh bisa berdampak besar pada kesehatan keluarga.  Jangan biarkan nutrisi yang sudah dimakan hanya lewat begitu saja,” ujarnya.

Alternatif produk teh atau UMKM serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/7KpHHCNVSU
  2. https://s.shopee.co.id/Vyx8jKUZY
  3. https://s.shopee.co.id/6AdJtCbIyx
Tags:
identitas kuliner lokalkonsumsi tehMinum teh setelah makanasam fitattaninrisiko kesehatan

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor