Ditulis oleh Sri Maryati
AYOBANDUNG.ID – Gejolak angkutan online terus terjadi. Solusi untuk mengatasi pendapatan mitra angkutan online yang semakin merosot jumlahnya belum ada yang memuaskan semua pihak.
Masalah angkutan online mesti segera dituntaskan. Solusinya memang sulit, karena melibatkan investor asing dan pemilik perusahaan aplikasi yang berada di luar negeri.
Begitu juga Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia belum mengakomodasi sistem kerja angkutan online yang memiliki jam kerja yang fleksibel. Selain itu masalah upah juga tidak melalui perjanjian kerja seperti yang ditentukan dalam UU Ketenagakerjaan. Inilah dilema besar untuk menyelesaikan masalah mitra angkutan online. Pengertian mitra di sini juga masih abu-abu, belum bisa dikategorikan sebagai pekerja seperti lazimnya di pabrik.
Namun demikian, angkutan online merupakan katup penyelamat bagi pengangguran yang butuh lapangan kerja yang kini sangat sulit didapat. Tak bisa dimungkiri, angkutan online menyerap tenaga kerja yang banyak.
Sebagai warga Kota Bandung, setiap hari saat berangkat dan pulang kerja, saya menggunakan jasa angkutan online. Seringkali ojol, kadang juga taksi online. Ditengah kemacetan lalu lintas kota Bandung yang kian kronis, saya acap kali mendengar keluhan para mitra ojol bahwa penghasilan mereka semakin tidak layak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bagi hasil pendapatan antara mitra dengan perusahaan dari tarif penumpang dirasa terlalu kecil alias timpang.
Fakta menunjukkan bahwa pendapatan mitra atau pengemudi ojek online terus merosot. Menurut survei Litbang Kompas pendapatan pengemudi ojol merosot tiap tahun.
Menurut survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pada tahun 2019 mayoritas atau 34,5 persen pengemudi ojol hanya memiliki pendapatan di kisaran Rp1 juta–Rp2 juta per bulan. Ada juga pengemudi ojol yang mampu meraih Rp4 juta–Rp5 juta per bulan, namun proporsinya sangat kecil.
Pada tahun ini di mana daya beli masyarakat kian terpuruk tentunya semakin mengurangi pendapatan pengemudi ojol. Kondisi di Kota Bandung tentunya tidak jauh berbeda dengan survey di Jakarta diatas.

Keresahan mitra transportasi online dan aksi unjuk rasa yang terus digelar tentunya bisa menyebabkan kedua belah pihak yang bersengketa akan mengalami kondisi zero sum game, atau boleh diibaratkan dengan peribahasa, menang jadi abu, kalah jadi arang. Dua-duanya akan mengalami kondisi yang semakin sulit jika tidak ada titik temu dalam bentuk solusi jalan tengah.
Pihak perusahaan angkutan online perlu melihat kondisi sosial masyarakat yang paling aktual. Lalu mengubah strategi secara mendasar terkait dengan tarif dan insentif terhadap mitra online. Pada saat ini publik juga merasa keberatan terkait dengan mahalnya tarif pemesanan makanan lewat angkutan online seperti Grab Food ataupun Gojek Food. Publik merasa lebih baik pesan makanan secara langsung kepada restoran karena jauh lebih murah.
Disrupsi akan terus terjadi, sistem usaha transportasi dan logistik kedepan akan terus berubah. Apalagi aktivitas logistik menuju insourcing. Beberapa perusahaan kini tidak sekedar mengirim paket, melainkan juga menangani berbagai aspek logistik secara modern dan terpadu hingga ke unit-unit kecil.
Keniscayaan usaha angkutan dan logistik harus memiliki karakter agility atau tangkas. Karakter tersebut pada gilirannya akan membentuk agile supply chain yakni rantai pasokan yang lebih efektif dan efisien. Melalui agile supply chain bisa terwujud jaringan distribusi, proses produksi, dan procurement activity untuk memberikan pelayanan terbaik bagi konsumen dengan biaya yang lebih murah dan pelayanan yang lebih nyaman.
Agilitas juga memungkinkan jenis usaha lain bisa merespons secara cepat terhadap kondisi di lapangan. Kini agilitas merupakan impian bisnis. Agilitas menyebabkan kinerja menjadi bagus yang mencakup struktur organisasi, sistem informasi, proses logistik, dan juga pola pikir organisasi yang cakap/tangkas dan fleksibel untuk merespons setiap perubahan yang terjadi secara cepat.
Baca Juga: Nestapa Ojol di Bandung saat 'Ngalong'
Transformasi bisnis dan SDM transportasi perlu sosialisasi dan training yang efektif. Transformasi itu pada prinsipnya menyangkut tiga tingkatan strategi yakni corporate level strategy, business level strategy, dan functional level strategy. Transformasi bisnis dan SDM transportasi harus terpadu dengan infrastruktur transportasi seperti terminal, depo bahan bakar dan depo pemeliharaan. Juga infrastruktur logistik seperti pergudangan, fasilitas kontrol mutu dan infrastruktur penunjang lainnya.
Bisnis jasa logistik juga harus ditata sehingga bisa menampilkan item produk tertentu ke suatu lokasi secara lebih efektif dan murah. Simpul-simpul aktivitas logistik yang meliputi pergudangan, unitisasi atau pengepakan menurut jumlah unit tertentu, transportasi, serta manajemen informasi seperti prosedur order maupun konfirmasi penerimaan barang harus dibenahi dan terintegrasi dengan platform teknologi terkini.
Di masa mendatang usaha transportasi online yang terkait logistik akan diwarnai dengan sistem insourcing. Yang selama ini insourcing hanya dilakukan oleh perusahaan besar nantinya juga akan dilakukan juga oleh UMKM. Karena dengan sistem insourcing, entitas hotel, restoran, dan usaha lain yang membutuhkan pasokan bahan mentah dan komoditas bahan pangan secara kontinu bisa dilayani dengan baik.
Baca Juga: Didemo Driver Ojol, Sudahkah Gojek dan Grab Untung?
Publik bersimpati terhadap ribuan mitra Ojol dan taksi online dari berbagai daerah yang melakukan aksi unjuk rasa. Pada prinsipnya unjuk rasa menuntut kenaikan tarif yang sesuai dengan biaya operasional kendaraan.
Mengacu Permenhub nomor 118 Tahun 2018, tarif bawah yang diberlakukan adalah sebesar Rp3.500 untuk kendaraan roda empat. Sedangkan untuk roda dua tarif bawah yang diberlakukan sebesar Rp2.500. Namun, pada prakteknya para driver hanya menerima Rp 2500 per kilometer untuk roda empat dan Rp 1500 per kilometer untuk roda dua, setelah dipotong 30 persen oleh pihak aplikator. Dalam hal ini mereka menolak potongan yang terlalu besar oleh pihak perusahaan aplikasi.
Inovasi tentang aplikasi layanan jasa transportasi akan terus berkembang. Bisa jadi peristiwa unjuk rasa di atas merupakan pertanda bahwa inovasi angkutan daring mulai tumbang dengan kreativitas model bisnis baru. Atau model bisnis lama yang telah bertransformasi. (*)
Sri Maryati, netizen pemerhati masalah sosial.