Ijazah sebagai Legalisasi Mahasiswa Baik di Dunia Kerja atau Pendidikan (Sumber: pexels)

Ayo Netizen

Ijazah, Penting atau Tidak Penting Tergantung dengan Konteksnya

Minggu 21 Sep 2025, 10:32 WIB

Berawal dari diskusi rapat kampus perihal permasalahan data mahasiswa yang tidak tercantum di dikti, ada satu pernyataan menggelitik yang keluar dari mulut seseorang yang tidak pernah saya bayangkan jika yang bersangkutan akan berbicara demikian.

"Ijazah itu tidak penting, yang penting kan kalian sudah punya pekerjaan sebelum lulus"

Betul sepertinya ijazah memang tidak penting bagi bapak.

Begitulah kiranya kata-kata yang terucap yang sempat membuat jiwa muda berapi-api saat mendengarnya. Semudah itu kata yang terucap tanpa memikirkan tujuan mahasiswa untuk mendapatkan ijazah itu beragam alasannya.

Idealnya sebuah pendidikan memang menghasilkan sebuah ilmu dan pengalaman bukan sekedar mengejar ijazah. Namun sistem pendidikan di dunia mengharuskan ijazah sebagai salah satu syarat seseorang melanjutkan pendidikan dan melamar pekerjaan.

Pada mulanya narasi "Semakin tinggi pendidikan, maka semakin ijazah berpengaruh terhadap posisi seseorang di perusahaan juga status sosial di masyarakat" mungkin sempat releate pada zamannya. Namun faktanya hari ini ijazah tidak sepenuhnya bisa menentukan posisi strategis seseorang baik dalam karir, status sosial maupun jabatan di pemerintahan.

Banyak public figure lulusan SMA yang mendapat tawaran menjadi anggota dewan. Tugasnya cukup mudah hanya duduk manis saat rapat, ikut terlibat meramaikan sebuah acara, blusukan ke masyarakat dengan script yang sudah dipersiapkan. Sementara bagi mereka yang hidup biasa saja dan berupaya memperbaiki kehidupan lewat pendidikan justru dipersulit untuk mengecap manisnya kehidupan.

Perlu diketahui bahwa tidak semua masyarakat mendapatkan previlage yang sama untuk mengenyam pendidikan. Tidak semua anak bisa langsung meneruskan jenjang perkuliahan setelah lulus dari SMA.

Beberapa dari mereka harus banting tulang mengumpulkan uang karena kondisi orang tua yang jauh dari kata berkecukupan. Tiap anak punya waktu yang berbeda untuk melanjutkan kuliah, ada yang butuh satu tahun tapi ada juga yang butuh waktu selama dua hingga lima tahun.

Di Indonesia sendiri beberapa kampus swasta tidak membatasi sejumlah usia calon mahasiswanya. Selama punya keinginan untuk kuliah maka usia bukan lagi jadi pra-syarat penting. Namun realitasnya sejumlah pekerjaan di Indonesia justru menargetkan usia rentang 21-30 tahun.

Sebetulnya bagi mereka yang murni ingin mendapatkan ilmu dan pengalaman fenomena tersebut tidak akan terlalu berdampak. Hanya saja bagi mereka yang ingin punya hidup layak lewat pekerjaan yang meminta syarat ijazah dan usia ideal justru menjadi tantangan yang berat.

Hari ini ijazah menjadi tidak penting ketika seseorang punya relasi saudara untuk menempati suatu jabatan. Sesederhana menjadi staff kampus hanya karena punya hubungan kekerabatan dengan pemilik yayasan.

Kompetensi dan pengalaman kerja yang relevan bukan lagi menjadi acuan. Terpenting duduk manis, bicara ala kadarnya dan membuat peraturan yang menyulitkan mahasiswa dan menyengsarakan para pengajar.

Tulisan yang mahasiswa kirim ke Ayobandung.id ialah ejawantah dari persepsi. Sebuah kedalaman manifestasi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Ijazah tidak lagi penting bagi seseorang yang mampu membuat citra populis di kalangan masyarakat. Memberikan bantuan uang, blusukan hingga ke selokan yang sebetulnya langkah jangka pendek untuk menyelesaikan masalah yang sudah terlalu kompleks. Tanpa ijazah bahkan seseorang bisa menjadi pemimpin hingga dua periode dalam sebuah negara.

Ijazah tidak lagi penting ketika kamu terlahir dari seorang pejabat. Tanpa ijazah masa depanmu sudah ditata dengan cerah. Bahkan sudah disediakan singgasana khusus untuk melegalkan dinasti kekuasaan.

Ijazah tidak lagi penting ketika peraturan rentang usia menjabat di "muda" kan demi lolos aturan. Sementara dibelahan lain ada masyarakat yang tidak bisa melamar kerja karena usianya sudah menginjak 30 tahun lebih 2 bulan.

Ijazah tidak lagi penting karena bukan lagi dokumen yang bisa diakses secara umum oleh publik di laman pddikti. Padahal keterbukaan laman pddikti yang bisa diakses melalui nama seseorang sangat membantu mengetahui rekam jejak yang bersangkutan.

Sesimpel ingin menjalin relasi baik romantis atau pun bisnis, laman pddikti bisa memberitahu fakta tentang riwayat pendidikan yang ditempuh seseorang. Lewat pddikti bahkan saya pernah mengungkap kebohongan seseorang yang mengaku berkuliah di kampus yang mentereng di Indonesia.

Sayangnya hari ini pddikti tidak se-transparan dulu. Kini ada ruang pembatas di antara kau dan aku. Sebuah pengumuman bertuliskan "Langkah Mencari Informasi Pencarian di PDDikti" dengan kata penutup "PDDikti berkomitmen menjaga keamanan data melalui evaluasi berkelanjutan sesuai dengan UU. No.27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Menjadi ironi ketika data kita bisa diobral dan diakses secara bebas oleh negara lain. Tapi kita sebagai masyarakat di negara sendiri dibatasi untuk melihat akses tersebut. Negara lain boleh mengetahui rahasia masyarakat kita tapi masyarakat tidak bisa mengetahui rahasia negaranya sendiri. Jadi siapa yang paling dicintai dari para pemimpin kita ? orang asing atau rakyatnya sendiri ?

Berkebalikan dengan fakta di atas justru ijazah menjadi penting jika kamu hanya rakyat biasa. Ijazah penting sebagai syarat melamar pekerjaan meskipun gajihnya kadang tidak berimbang.

Ijazah menjadi penting bagi kamu jika ingin masuk jurusan mentereng seperti kedokteran. Nilai menjadi hal yang penting dilihat dari ijazah jika kamu berasal dari keluarga yang tidak berkecukupan. Sementara bagi mereka anak pejabat atau anak pengusaha terkenal ijazah tak lagi dipandang yang penting ada "Uang masuk, saya senang".

Ijazah menjadi penting bagi mereka yang melamar pekerjaan tapi mengharuskan syarat ijazah untuk di tahan. Lalu kamu diperbudak tenaga dan pikiran dengan gaji yang tidak seberapa. Syukur bila ijazahmu bisa bebas setelah ditebus tapi kebanyakan atasanmu mempersulit agar kamu tetap bertahan dan tidak bisa lepas kemana-mana.

Di Indonesia ijazah menjadi penting bagi mereka yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Bagi mereka kalangan menengah yang mendambakan hidup nyaman dan tentram. Bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan untuk menghasilkan pola pikir yang berkemajuan.

Jadi kesimpulannya, jika kamu tinggal di Indonesia dan kamu bukan putra raja atau putra ulama besar maka menulislah, sebagaimana Imam Al-Ghazali pernah berucap. (*)

Tags:
keterampilanpendidikanijazah

Dias Ashari

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor