Amoxillin menjadi salah satu jenis antibiotik yang penggunannya sering mengundang miss persepsi di masyarakat. (Sumber: Freepik)

Ayo Netizen

Mispersepsi Penggunaan Obat Amoxillin di Masyarakat

Minggu 12 Okt 2025, 09:07 WIB

"Teh meser Amoxillin 1 strip,"

"Dupi keluhana naon? kumargi amoxillin mah teu tiasa sembarangan nuangna."

"Ah tos biasa da abi mah pami nyareri awak sok nganggo amoxillin langsung damang."

***

Percakapan di atas sering terjadi ketika melakukan pelayanan farmasi di apotek. Kasus di atas masih dapat diatasi dengan cukup baik karena keterbukaan pasien terhadap rencana penggunaan terapi obat. Berbeda halnya ketika pasien sama sekali enggan menjawab dan beberapa diantaranya justru menjawab: "Yah pokonya mah buat eta weh, jangan banyak tanya."

Padahal mengonfirmasi kegunaan obat sangat penting agar pasien tidak salah memilih terapi obat untuk keluhan yang dirasakannya.

Amoxillin merupakan jenis antibiotik yang sangat familiar penggunaannya di masyarakat. Dibandingkan dengan jenis antibiotik lain seperti cefixime, thiampenicol, cefadroxil, co-amoxiclav dan beberapa jenis antibiotik yang sering ditemukan dalam resep.

Selain harganya murah, obat ini juga dianggap sebagai obat dewa karena diduga bisa mengobati semua keluhan pasien. Padahal yang sebenarnya terjadi " Yang dianggap kesembuhan hanyalah sebuah sugesti".

Mirisnya selain terjadi mispersepsi penggunaan antibiotik amoxillin untuk manusia, masyarakat juga sering memberikan amoxiliin untuk ayam, kambing dan jenis hewan peliharaan lainnya. Ironinya pemberian antibiotik pada hewan ditunjukkan untuk kegiatan sabung ayam--yang dipercayai pemberian antibiotik tersebut bisa membuat ayam kuat saat bertarung. Hal ini berpotensi manusia bisa mengalami resistensi obat karena daging yang dikonsumsi dari hewan yang terpapar obat antibiotik tersebut.

Sejauh ini masyarakat membeli antibiotik untuk menyembuhkan flu, alergi, sakit badan, pusing, lambung dan demam. Padahal antibiotik adalah jenis obat yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Sementara saat flu, antibiotik tidak relevan karena flu disebabkan oleh virus dan penyembuhannya cukup dengan istirahat yang cukup, makan gizi seimbang dan asupan multivitamin.

Alergi juga tidak ada kaitannya dengan penggunaan antibiotik karena alergi disebabkan karena daya tahan tubuh yang buruk, sehingga ketika ada penyebab alergi seperti debu, makanan laut atau suhu udara yang rendah bisa memperparah terjadinya alergi. Penyakit alergi sangat sulit disembuhkan karena kaitannya dengan imunitas tubuh. Alergi tidak bisa disembuhkan secara sempurna selain mengubah pola hidup dan melakukan pencegahan supaya alergi tidak datang berulang dalam waktu yang singkat.

Sakit badan juga tidak ada relevansi penggunaannya dengan antibiotik. Sakit badan erat hubungannya dengan peradangan pada sendi atau otot. Sehingga penggunaan antibiotik dalam kondisi ini sangat tidak tepat. Sakit badan hanya bisa disembuhkan dengan pemberian obat analgesik (antinyeri) non-opioid, OAINS dan beberapa obat seperti ibu profen, paracetamol, natrium diklofenak, dexketoprofen serta anti nyeri golongan lainnya.

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat guna bisa menyebabkan kondisi resistensi pada tubuh manusia. Istilah lebih familiarnya adalah kondisi di mana tubuh seseorang sudah kebal dengan berbagai jenis pengobatan antibiotik karena bakteri yang belum mati sepenuhnya dalam tubuh bisa bertransformasi lebih banyak dan sudah lebih pintar mendeteksi obat yang masuk ke dalam tubuh.

Sederhananya bakteri sudah mengenali sistem kerja obat, sehingga bakteri bisa melawan obat yang seharusnya bisa bekerja sebaliknya yaitu membunuh infeksi bakteri.

Ilustrasi obat. (Sumber: Pexels/Pixabay)

Dalam sebuah jurnal medis terkemuka di luar negeri bernama The Lancet, memaparkan bahwa pada tahun 2050 diperkirakan sejumlah 39 juta jiwa direnggut karena infeksi bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Perkiraan ini bisa diminalisir dengan cara mengambil langkah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan edukasi terhadap masyarakat, mencegah terjadinya infeksi dengan mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan petunjuk dokter dan langkah ekstrim dengan menemukan antibiotik jenis baru jika resistensi antibiotik tidak kunjung bisa dikendalikan.

Namun satu point kesadaran dari masyarakat lebih penting dari upaya lainnya yang sudah dipersiapkan untuk meminimalisir kejadian resistensi bakteri.

Bijak yuk, dalam menggunakan antibiotik! Konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. (*)

Tags:
antibiotikkesehatanpenggunaan obatamoxillin

Dias Ashari

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor