Salah satu adegan film Tinggal Meninggal. (Sumber: Youtube/Imajinari)

Ayo Netizen

Tinggal Meninggal Memang Bikin Kita Ketawa, tapi Pulang dengan Beban Pikiran

Senin 13 Okt 2025, 15:16 WIB

Komika dan pengisi suara Kristo Immanuel resmi debut sebagai sutradara lewat film Tinggal Meninggal (2025). Film produksi Imajinari yang tayang di bioskop pada Agustus 2025 itu menjadi perbincangan hangat karena mengusung genre komedi gelap (dark comedy), yang masih jarang diangkat oleh sineas Indonesia.

Film ini bercerita tentang Gema (diperankan oleh Omara Esteghlal), seorang karyawan agensi yang merasa hidupnya hampa dan kesepian. Setelah ayahnya meninggal dunia, Gema justru menikmati perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Namun, ketika perhatian itu memudar, ia mulai mempertanyakan sejauh apa seseorang harus “meninggal” secara sosial agar diperhatikan kembali.

Uniknya, Tinggal Meninggal menampilkan gaya penceritaan dengan teknik breaking the fourth wall, di mana karakter utama berbicara langsung kepada penonton. Dalam wawancara dengan Kumparan pada Juni 2025, Kristo menjelaskan bahwa konsep ini digunakan untuk membuat penonton merasa lebih dekat dengan karakter serta memahami kegelisahan yang dialaminya.

Sebagai debut penyutradaraan, proyek ini mendapat dukungan dari Ernest Prakasa selaku produser di bawah bendera Imajinari. Dalam laporan Medcom.id, Ernest menilai bahwa Kristo mampu menghadirkan visi yang jelas dan eksekusi yang matang untuk ukuran sutradara pertama kali. Ia juga menyebut bahwa proses produksi berjalan lancar dan disiplin dari tahap pra-produksi hingga pasca-produksi.

Film berdurasi sekitar dua jam ini menonjolkan unsur humor absurd yang berpadu dengan kritik sosial tentang kesepian dan pencarian validasi di era modern. Dengan pendekatan segar dan tema yang tidak biasa, Tinggal Meninggal dinilai membawa warna baru bagi perfilman Indonesia.

Sejak penayangannya pada pertengahan Agustus 2025, Tinggal Meninggal menuai beragam tanggapan positif dari penonton maupun pengamat film. Banyak yang menilai film ini berhasil memadukan unsur komedi gelap, drama psikologis, dan kritik sosial dengan gaya yang jarang muncul di film Indonesia sebelumnya.

Melalui platform media sosial, sejumlah penonton menyebut film ini sebagai “komedi yang bikin mikir”, karena di balik kelucuannya, film tersebut menghadirkan refleksi tentang kesepian, validasi sosial, dan tekanan hidup di era modern. Penggunaan teknik breaking the fourth wall juga dianggap memberi warna baru, karena menghadirkan interaksi langsung antara karakter dan penonton tanpa terasa dipaksakan.

Menurut laporan Kompas.com, gaya penceritaan yang digunakan Kristo membuat film terasa personal dan dekat dengan realitas anak muda masa kini. Momen-momen ketika karakter utama berbicara langsung ke kamera dinilai mampu membangun koneksi emosional yang jarang ditemukan dalam film komedi lokal.

Beberapa kritikus film juga menyoroti keberanian Kristo dalam menggabungkan unsur humor dan tragedi. Media hiburan IDN Times mencatat bahwa Tinggal Meninggal adalah salah satu film Indonesia yang berani menampilkan “kegelapan dalam tawa”, dengan cara yang tetap ringan dan menghibur.

Selain dari sisi cerita, aspek teknis film ini juga mendapat apresiasi. Penggunaan sinematografi yang cenderung minimalis dan tone warna yang dingin berhasil memperkuat kesan kesepian karakter utama. Tata musik dan desain suara yang rapi turut menambah atmosfer absurd yang diinginkan oleh sang sutradara.

Salah satu adegan film Tinggal Meninggal. (Sumber: YouTube Imajinari)

Tak hanya dari penonton umum, dukungan juga datang dari rekan-rekan sesama komika dan sineas. Banyak yang menyebut film ini sebagai pembuktian bahwa pelaku industri hiburan lintas bidang bisa sukses menembus dunia penyutradaraan, selama memiliki visi yang kuat dan kepekaan terhadap cerita.

Hingga minggu kedua penanyangannya, Tinggal Meninggal mencatat jumlah penonton yang stabil, dengan ulasan positif di berbagai platform seperti IMDb dan Letterboxd. Tren ini menunjukkan bahwa minat terhadap film bergenre komedi gelap juga mulai tumbuh di kalangan penonton Indonesia.

Keberhasilan Tinggal Meninggal sebagai film debut Kristo Immanuel dinilai memberikan warna baru bagi industri film Indonesia. Dalam lanskap yang selama ini didominasi oleh drama keluarga, romansa, dan horor, hadirnya film bergenre komedi gelap dengan pendekatan visual yang eksperimental menjadi penyegaran yang jarang ditemui di bioskop lokal.

Pengamat film menilai, keberanian Kristo menggabungkan unsur humor dan tragedi dalam satu narasi menunjukkan kematangan dalam membaca psikologi penonton muda Indonesia. Film ini menyentuh keresahan banyak orang tentang kesepian, validasi sosial, dan rasa hampa di tengah hiruk pikuk media sosial, tema yang jarang diangkat secara lugas namun relevan dengan generasi sekarang.

Dari sisi industri, Tinggal Meninggal membuktikan bahwa penonton Indonesia kini semakin terbuka terhadap eksperimen naratif dan gaya penceritaan yang tidak konvensional. Respon positif yang diterima film ini memperlihatkan bahwa ada ruang besar bagi karya yang berani keluar dari formula lama. Rumah produksi dan sutradara muda kini memiliki alasan lebih kuat untuk mengeksplorasi bentuk sinema yang lebih berani secara tematik maupun teknis.

Selain menjadi pencapaian bagi film itu sendiri, kesuksesan ini juga membuka jalan baru bagi Kristo Immanuel sebagai sutradara. Selama ini dikenal sebagai komika dan pengisi suara, Kristo menunjukkan bahwa latar belakangnya di dunia komedi justru memberinya kepekaan terhadap ritme, timing, serta ironi dalam cerita. Transisinya dari dunia hiburan ke penyutradaraan dianggap berhasil karena tetap mempertahankan karakter humor yang cerdas, tanpa kehilangan kedalaman emosi.

Jika tren ini berlanjut, Tinggal Meninggal berpotensi menjadi salah satu film yang menandai pergeseran arah sinema Indonesia menuju ranah yang lebih eksperimental dan reflektif. Keberanian Kristo bisa menjadi inspirasi bagi generasi sineas muda untuk menghadirkan karya yang bukan hanya menghibur, tetapi juga berbicara tentang realitas sosial dengan cara yang jujur dan segar.

Dengan semua pencapaiannya, Tinggal Meninggal tak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai pernyataan bahwa sinema Indonesia siap berkembang ke arah yang lebih luas dan berani. Dan bagi Kristo Immanuel, film ini bukan hanya sekedar debut, melainkan pijakan awal menuju perjalanan panjang sebagai salah satu sutradara muda yang patut diperhitungkan. (*)

Tags:
Kristo Immanuelresensi filmTinggal Meninggal

Mareas Antuwikso Pradipto

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor