Sejarah Bioskop Rio Cimahi, Tempat Hiburan Serdadu KNIL yang Jadi Sarang Film Panas

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Senin 04 Agu 2025, 11:23 WIB
Potret Bioskop Rio Cimahi zaman baheula. (Sumber: Sadayapadu Kota Cimahi | Foto: Sundakalapa)

Potret Bioskop Rio Cimahi zaman baheula. (Sumber: Sadayapadu Kota Cimahi | Foto: Sundakalapa)

AYOBANDUNG.ID - Di perempatan Jalan Raya Barat, tepat di jantung Kota Cimahi, berdiri sebuah bangunan tua yang kini tak lagi dipandang istimewa. Plakat kusam di bangunan itu bertuliskan “Ste. Francoise Busè”, nama yang bagi warga kota masa kini terdengar asing. Tapi bagi sejarawan, pecinta film lama, atau siapa pun yang pernah hidup di Cimahi tempo dulu, nama itu mengandung cerita. Cerita tentang gedung bioskop pertama di kota garnisun itu. Tentang tempat bernama Bioskop Rio, yang dahulu sempat menjadi simbol kemewahan di tengah kesederhanaan sebuah kota militer.

Cimahi dibentuk bukan sebagai kota biasa. Pemerintah kolonial Belanda merancangnya sebagai garnisun militer pada awal abad ke-20. Maka sejak awal, kota ini tak banyak dihuni warga sipil. Yang ada justru para serdadu Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) beserta keluarganya. Jalan-jalan dibangun lebar, barak tentara berjajar di kawasan Baros, rumah dinas berdiri di Kalidam dan Sriwijaya. Tapi hiburan, terutama hiburan malam, masih terbatas. Hanya ada Societeit voor Officieren—semacam klub perwira yang kini jadi Gedung Sudirman—lalu Cantine Militair, dan tempat ibadah Kristen khusus militer. Tidak ada bioskop.

Hingga pada akhir 1930-an, datanglah seorang pengusaha bioskop dari Bandung bernama F.F.A. Busè. Sebagaimana disitat dari laman resmi Pemerintah Kota Cimahi, Busè bukanlah orang sembarangan. Busè adalah pemilik kongsi bioskop Elita Concern, jaringan layar perak yang menjangkau berbagai kota di Hindia Belanda. Dari sumber yang tercatat di Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië edisi 30 Januari 1937, diketahui bahwa Busè berniat membangun bioskop di Cimahi, dengan nama Universal Theater. Ia bahkan menjajaki kerja sama dengan Universal Pictures dari Amerika. Tapi entah kenapa, kerja sama itu batal. Nama bioskop pun diganti menjadi lebih lokal, lebih luwes di lidah orang Cimahi: Rio.

Pembangunan dimulai pada tahun yang sama. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh putri Busè sendiri, Yvonne Francois Busè, pada 23 Oktober 1937. Gedungnya dirancang dalam gaya art deco, gaya arsitektur yang sedang digandrungi para elit Eropa di masa itu. Tegas, simetris, penuh garis vertikal yang memberi kesan megah dan modern. Letaknya strategis, tak jauh dari alun-alun kota yang menjadi pusat keramaian. Rio pun berdiri, menjulang sebagai bangunan hiburan paling prestisius di Cimahi kala itu.

Baca Juga: Warga Bandung Kena Kibul Charlie Chaplin: Si Eon Hollywood dari Loteng Hotel

Setelah rampung, Bioskop Rio langsung beroperasi dan menjadi magnet baru bagi warga Eropa di Cimahi, terutama para personel militer KNIL dan keluarganya. Ini menjadikan Rio sebagai bagian penting dari infrastruktur hiburan garnisun militer kolonial di Cimahi.

Buat mereka yang sempat menyaksikan masa keemasan Rio pasti masih ingat betapa mewahnya suasana saat itu. Gedung ini dilengkapi dengan kursi empuk, pencahayaan temaram yang hangat, serta aroma semacam dupa halus yang menguar dari karpet di pintu masuk.

Penontonnya tak sembarangan. Mayoritas adalah serdadu KNIL dan keluarga mereka. Para wanita Eropa mengenakan gaun musim panas, para pria mengenakan jas tuksedo dan topi lebar. Menonton film adalah peristiwa sosial, bukan sekadar hiburan murah. Maka Rio pun beroperasi bukan hanya sebagai tempat menonton, tapi juga tempat memperlihatkan status.

Tetapi suasana itu tak berlangsung lama. Ketika perang kemerdekaan pecah pada 1945, Cimahi menjadi salah satu kota yang ikut bergolak. Banyak bangunan rusak, termasuk gedung Rio. Pada tahun 1947, Rio mulai beroperasi kembali. Surat kabar De Preangerbode dan Bataviaasch Nieuwsblad mencatat bahwa pemutaran film perdana pascaperang dimulai pada 23 Maret 1947, dengan film Pardon My Sarong. Kemudian disusul Tall in the Saddle yang diputar pada 31 Maret 1947. Keduanya adalah film produksi Hollywood. Hal ini menandakan bahwa pengaruh budaya Barat, terutama Amerika, masih sangat kuat bahkan setelah Indonesia merdeka.

Para penonton Bioskop Rex Batavia saat pemutaran The Dawn Patrol tahun 1939. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Para penonton Bioskop Rex Batavia saat pemutaran The Dawn Patrol tahun 1939. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)

Setelah itu, Rio kembali rutin memutar film asing. Judul-judul dari Hollywood seperti Always in My Heart dan Now Voyager kerap tayang di layar bioskop ini sepanjang akhir 1940-an hingga 1950-an. Meskipun film lokal mulai diproduksi pascakemerdekaan, namun belum banyak diputar di Rio pada masa-masa awal.

Kendati demikian, bukan berarti film Indonesia absen sepenuhnya. Pada 1951, film Tjitra sempat diputar di Rio, disusul Bakti pada 1955. Kedua film tersebut adalah produksi lokal yang mencoba masuk ke dalam jaringan bioskop warisan kolonial yang cenderung masih mengutamakan film Barat.

Baca Juga: Kisah Kapal Laut Cimahi Hilang di Kabut Kalimantan, Diterkam Laut China Selatan

Kejayaan yang Redup Digilas Film Panas

Saat memasuki dekade 1970-an dan 1980-an, Bioskop Rio mengalami lonjakan penonton. Ini adalah masa ketika film laga dan kungfu menjadi primadona. Nama-nama seperti Bruce Lee, Wang Yu, Jackie Chan, hingga Lie Lien Cheh mendominasi poster-poster di depan gedung. Film-film ini laris ditonton oleh berbagai kalangan, dari pelajar hingga buruh pabrik.

Tak hanya film luar, film nasional pun turut mendapat tempat. Sunan Kalijaga, Saur Sepuh, dan Jaka Sembung adalah beberapa film Indonesia yang pernah tayang dan meraih sambutan besar di Rio. Di masa ini, bioskop masih menjadi tempat utama untuk mencari hiburan selain televisi yang terbatas.

Tapi menjelang akhir dekade 1990-an, Rio mulai mengalami kemunduran. Film-film yang diputar mulai didominasi oleh genre dewasa, dengan judul-judul seperti Gadis Metropolis dan Setetes Noda Berdarah. Poster-poster menjadi lebih vulgar, dan penonton mulai menyusut. Banyak yang menilai masa ini sebagai awal dari masa senja Bioskop Rio. Citra elegan yang dulu melekat mulai pudar.

Pada awal 2000-an, akhirnya Bioskop Rio resmi tutup. Nasibnya sama seperti bioskop-bioskop klasik lain di Jawa Barat, seperti Elita, Roxy, dan Oriental, yang juga kehilangan pamor karena munculnya bioskop modern di pusat perbelanjaan, serta kehadiran VCD dan kemudian platform streaming.

Setelah bertahun-tahun terbengkalai, bangunan Bioskop Rio sempat direnovasi sebagian pada 2008. Namun renovasi itu tidak sepenuhnya menjaga keaslian arsitektur. Bagian atap masih mempertahankan bentuk lamanya, tapi dinding depan dan samping sudah berubah total. Gedung ini sekarang sudah beralih fungsi menjadi gerai perniagaan ponsel, sama sekali tak mencerminkan sejarah panjang yang pernah dibawanya.

Baca Juga: Tragedi Longsor Sampah Leuwigajah 2005: Terburuk di Indonesia, Terparah Kedua di Dunia

Walau demikian, dalam sejarah Kota Cimahi, Bioskop Rio tetap tercatat sebagai satu-satunya bioskop peninggalan Belanda yang bangunannya masih bertahan—meski tidak lagi menayangkan film.

Bioskop Rio adalah cerita tentang zaman yang berubah. Dari pusat hiburan tentara kolonial Belanda, menjadi tempat nonton anak-anak Cimahi yang berdesakan menyaksikan Saur Sepuh, hingga akhirnya menjadi toko ponsel di era digital. Layar peraknya sudah lama padam, kursi-kursinya tak lagi ada. Tapi sejarahnya belum sepenuhnya hilang—selama masih ada yang mengingat.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 18 Sep 2025, 20:46 WIB

Ketika Kuliner dan Visual Berpadu Resto Estetik Menjadi Destinasi Favorit

Generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, menjadikan kafe dan restoran sebagai latar konten, ruang ekspresi, bahkan simbol gaya hidup.
Bukan sekadar tempat bersantap, resto estetik kini menjadi destinasi wisata tersendiri. (Sumber: Instagram @Teuan.id)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 20:01 WIB

Filsafat Seni Islam

Tak ada salahnya membicarakan filsafat seni dalam agama Islam.
Ilustrasi karya seni yang islami. (Sumber: Pexels/Andreea Ch)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 19:15 WIB

Komunitas Semut Foto Membangun Ekosistem Kreatif yang Menggerakkan Peluang Bisnis

Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual.
Tanpa batas usia, tanpa syarat keanggotaan, dan tanpa biaya, KSF berdiri sebagai ruang inklusif yang merayakan keberagaman dalam seni visual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 18:14 WIB

Geliat Industri Printing IKM Jawa Barat di Tengah Ekonomi Lesu: Antara Inovasi dan Ketahanan

Di tengah bayang-bayang pelemahan ekonomi nasional, geliat industri printing skala kecil dan menengah (IKM) di Jawa Barat justru menunjukkan ketahanan.
Permintaan terhadap produk custom printing, print-on-demand, dan desain ramah lingkungan terus meningkat, membuka peluang baru bagi pelaku UMKM yang mampu beradaptasi dengan tren pasar. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 17:53 WIB

Muak, Muda, dan Miskin di Bandung

Bandung berlari cepat sementara kita tertinggal.
Kawasan pemukiman padat di Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Sabtu 15 Februari 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 14:34 WIB

Nostalgia Kaulinan Urang Sunda Zaman Baheula

Beberapa permainan anak di zaman dulu memiliki banyak manfaat untuk melatih daya sensorik dan motorik juga membangun kerjasama dan strategi.
Siswa mengikuti kegiatan permainan tradisional di SDN 164 Karangpawulang, Jalan Karawitan, Kota Bandung, Kamis 5 Desember 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 18 Sep 2025, 13:18 WIB

Sejarah Bandung dari Kinderkerkhof sampai Parijs van Java

Tak banyak yang tahu, sejarah Bandung pernah identik dengan kuburan anak-anak Belanda. Lalu bagaimana ia bisa disebut Parijs van Java?
Lukisan Situ Patenggang Ciwidey di Kabupaten Bandung karya Franz Wilhelm Junghuhn tahun 1856. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 12:35 WIB

Someah, Seunggah, jeung Bangkawarah

Yang paling seunggah saat menerima tamu, terutama geugeuden, ingin  menghidangkan bakakak, padahal waktunya mendadak. Alih-alih sidak!
Kirab Budaya Hari Jadi Ke-80 Provinsi Jawa Barat ini diikuti sedikitnya 250 peserta dari 27 kabupaten/kota. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 12:35 WIB

Peran Jaket Riding Saat Motoran, Bukan Hanya Cegah Masuk Angin

Jaket riding adalah perlengkapan penting bagi pengendara motor yang dirancang khusus untuk memberikan perlindungan sekaligus kenyamanan selama berkendara. Fungsinya tidak hanya sebagai penahan angin
Ilustrasi Jaket Riding. (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 10:17 WIB

Si Cantik Boemi Tirta, Kain Lukis Asal Bandung yang Menembus Dunia

Boemi Tirta berdiri atas gagasan Enneu Herliani (52), seorang perempuan yang menyalurkan hobi melukis menjadi bisnis kreatif. Sebelum meluncurkan merek ini, Enneu lebih dulu dikenal lewat Rumah Sandal
Produk Kain Lukis Boemi Tirta. (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Biz 18 Sep 2025, 09:34 WIB

Kedai Mochilok, Tempat Jajan Cilok Kekinian yang Bikin Kamu Ketagihan

Di Bandung ada banyak tempat makan unik, salah satunya Mochilok. Kedai ini merupakan sebuah tempat yang menyajikan cilok versi modern.
Makanan Tradisional Cilok (Foto: Freepik)
Ayo Netizen 18 Sep 2025, 09:03 WIB

Pentingnya Revitalisasi Sekolah demi Peningkatan Layanan Pendidikan

Menindaklanjuti pelaksanaan revitalisasi sekolah, yang merupakan prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen)
Menindaklanjuti pelaksanaan revitalisasi sekolah, yang merupakan prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). (Sumber: Unsplash/Husniati Salma)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 20:02 WIB

Elipsis ... Cara Pakai Tiga Titik sebagai Tanda Baca

Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan.
Elipsis adalah tanda baca berupa tiga titik (...) yang digunakan untuk menunjukkan ada bagian yang dihilangkan atau tidak disebutkan. (Sumber: Pexels/Suzy Hazelwood)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 18:14 WIB

Sejarah Julukan Garut Swiss van Java, Benarkah dari Charlie Chaplin?

Dari Charlie Chaplin sampai fotografer Thilly Weissenborn, banyak dituding pencetus Swiss van Java. Tapi siapa yang sebenarnya?
Foto Cipanas Garut dengan view Gunung Guntur yang diambil Thilly Weissenborn. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 18:12 WIB

Jejak Rasa Kota Kembang: Menyelami Sejarah dan Tantangan Kuliner Legendaris Bandung

Bicara Bandung bukan hanya udara sejuk dan panorama pegunungan yang memikat, tapi juga salah satu pusat kreativitas dunia kuliner yang tumbuh subur.
Setiap jajanan legendaris Bandung menyimpan jejak sejarah, budaya, dan perjuangan para pelaku UMKM. (Sumber: Instagram @batagor_riri)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 16:26 WIB

Berdaya di Tengah Derita, Cara Santi Safitri Menulis Ulang Takdir Masyarakat Jalanan

Kepedulian tak mengenal batas ruang dan waktu. Ia bisa tumbuh dari kejenuhan, dari ketidakpastian, bahkan dari rasa tak berdaya.
Kegiatan para anggota dari Komunitas Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika dalam usaha konveksinya. (Sumber: Dok. KPM Dewi Sartika)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 16:07 WIB

Kadedemes, dari Krisis Pangan menuju Hidangan Penuh Makna

Kadedemes adalah olahan makanan yang berasal dari kulit singkong.
Kadedemes Kuliner Warisan Suku Sunda (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 17 Sep 2025, 15:13 WIB

Dari Simbol Status ke Ruang Ekspresi Diri, Generasi Muda Kini Menyerbu Lapangan Golf

Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif.
Bukan sekadar olahraga, generasi muda, dari Milenial hingga Gen Z, mulai menjadikan golf sebagai bagian dari gaya hidup aktif dan reflektif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Sep 2025, 14:06 WIB

Lamsijan, Mang Kabayan, dan Langkanya Ilustrator Karakter Kesundaan

Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. 
Komik Lamsijan. Saat ini ilustrator yang mengkhususkan diri mendalami karakter budaya Sunda sangatlah jarang. (Sumber: Istimewa | Foto: Istimewa)
Ayo Jelajah 17 Sep 2025, 12:36 WIB

Sejarah Stadion Si Jalak Harupat Bandung, Rumah Bersama Persib dan Persikab

Stadion kabupaten yang diresmikan 2005 ini kini jadi simbol Bandung. Rumah Persib, Persikab, Bobotoh, dan bagian dari sejarah sepak bola.
Stadion Si Jalak Harupat di Soreang yang jadi markas Persib Bandung dan Persikab. (Sumber: Pemkab Bandung)