Kisah Kapal Laut Cimahi Hilang di Kabut Kalimantan, Diterkam Laut China Selatan

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Rabu 16 Jul 2025, 18:20 WIB
Kapal Tjimahi (Cimahi). (Sumber: Stichting Maritiem Historische Data)

Kapal Tjimahi (Cimahi). (Sumber: Stichting Maritiem Historische Data)

AYOBANDUNG.ID - Cimahi bukan cuma nama kota garnisun di Priangan Barat. Di masa kolonial, Cimahi juga pernah menjadi nama sebuah kapal uap besar yang mengarungi samudra antara Jawa, Tiongkok, dan Jepang. Dibangun tahun 1913 oleh perusahaan galangan kapal Belanda di Amsterdam, kapal ini tergolong modern untuk zamannya.

Berbobot 3.878 ton kotor, panjang 348 kaki, lebar 19 kaki, dan dalamnya mencakup 2.470 ton berat bersih, kapal uap baja ini diperuntukkan untuk pelayaran jarak jauh dengan rute dagang penting. Ia adalah bagian dari armada Jalur Jawa-Tiongkok-Jepang, yang pada awal abad ke-20 merupakan salah satu jalur pelayaran paling sibuk di Asia Timur.

Tapi nasib baik tak selalu menyertai kapal yang besar. Tjimahi mengalami dua musibah besar dalam waktu kurang dari dua tahun masa tugasnya: pertama, ia nyasar akibat kabut tebal di atas Laut Jawa; lalu setahun kemudian, ia benar-benar karam di gugusan karang terpencil di Laut China Selatan yang bahkan kini masih diperebutkan.

Kisahnya dimulai pada Oktober 1914. Saat itu, Kalimantan barat tengah dilanda kebakaran hebat. Kabut asap yang mengepul dari hutan yang terbakar membumbung ke langit dan menyelimuti jalur pelayaran dari Jawa ke Sumatra dan Singapura. Akibatnya, mercusuar-mercusuar yang biasa menjadi panduan kapal tak terlihat sama sekali.

“Kebakaran hebat sedang berkobar di pantai barat Kalimantan. Kapal-kapal tidak dapat berlayar dari Jawa ke Singapura karena kepulan asap tebal, karena mercusuar tidak terlihat,” tulis laporan De Amsterdammer tertanggal 22 Oktober 1914. Dalam situasi seperti itu, Tjimahi berlayar dari Pulau Billiton (kini Belitung) menuju Muntok, pelabuhan penting di barat laut Bangka.

Pulau Muntok—atau Mentok dalam ejaan lokal—pada masa itu adalah kota pelabuhan strategis. Ia menjadi titik penghubung jalur laut antara Bangka, Belitung, dan Sumatra, sekaligus pintu masuk penting menuju Selat Bangka. Namun Tjimahi tak pernah sampai ke Muntok pada waktunya. Ia dinyatakan hilang. “Dikhawatirkan bahwa kapal 'Tjimahi' telah hilang,” tulis surat kabar itu.

Lebih mengejutkan lagi, di dalam kapal itu ada rombongan penting. Selain 400 penumpang, Tjimahi juga mengangkut “seluruh pameran Hindia Belanda di Pameran Panama.” Yang dimaksud adalah Panama-Pacific International Exposition, pameran dunia yang diadakan di San Francisco tahun 1915 untuk merayakan dibukanya Terusan Panama. Pameran ini juga menjadi panggung bagi kota San Francisco untuk menunjukkan kebangkitannya pasca gempa bumi besar tahun 1906.

Baca Juga: Warga Bandung Kena Kibul Charlie Chaplin: Si Eon Hollywood dari Loteng Hotel

Hindia Belanda ikut serta dalam ajang ini, menampilkan berbagai produk alam tropis, kerajinan, batik, dan kekayaan budaya lainnya. Maka bisa dibayangkan betapa pentingnya muatan Tjimahi: bukan hanya barang dagangan, tetapi juga citra kolonial yang hendak dipamerkan ke dunia.

Pihak perusahaan lalu mengirim dua kapal untuk membantu pencarian: Tjikembang (Cikembang) dan Tjiliwong (Ciliwung). Kedua kapal ini adalah saudara sesama armada Jalur Jawa-Tiongkok-Jepang. Mereka diarahkan ke area perairan sekitar Bangka dan Belitung, menyisir jalur laut yang biasanya dilalui Tjimahi. Harapan besar disematkan pada keduanya untuk menemukan kapal yang hilang. Seperti dicatat dalam laporan koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië. “Gagasan bahwa Tjikembang telah membuat Tjiliwong berusaha keras untuk menarik kapal saudara mereka, menaruh harapan mereka di darat.”

Kabar baik datang. Pada 25 Oktober 1914, Algemeen Handelsblad mengabarkan bahwa kapal Tjimahi telah ditemukan. Ternyata ia tidak tenggelam, hanya nyasar akibat dua hari dikepung kabut. Kapal itu bahkan tak singgah di Muntok seperti dijadwalkan, dan malah langsung melanjutkan pelayaran ke utara hingga tiba di Hong Kong.

“Tjimahi telah tiba di Hong Kong,” tulis De Telegraaf dalam edisi 29 Oktober. Kaptennya agaknya memilih keputusan pragmatis: daripada menunggu kabut di tengah laut, lebih baik terus menembus ke pelabuhan besar berikutnya.

Kapal Tjikembang (Sumber: Stichting Maritiem Historische Data)
Kapal Tjikembang (Sumber: Stichting Maritiem Historische Data)

Setelah selamat dari insiden kabut, Tjimahi kembali melanjutkan pelayaran rutin. Namun takdir punya rencana lain. Pada 14 Mei 1915, saat dalam perjalanan dari Hong Kong menuju Jawa, kapal ini menabrak terumbu karang di wilayah Laut China Selatan, tepatnya di gugusan Kepulauan Paracel. Lokasi itu berada di tenggara Pulau Hainan, wilayah yang kini menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok. Dalam laporan resmi yang tercatat oleh Stichting Maritiem Historische Data, posisi kandasnya Tjimahi adalah 15°47' Lintang Utara dan 111°12' Bujur Timur.

Kepulauan Paracel adalah gugusan pulau kecil, atol, dan karang yang terpencil dan tidak banyak dikenal oleh publik Hindia Belanda saat itu. Bahkan sampai hari ini pun, wilayah ini lebih dikenal karena sengketa antara beberapa negara Asia Timur, terutama Tiongkok dan Vietnam. Tapi bagi Tjimahi, Paracel bukanlah medan politik, melainkan jerat maut. Akibat kesalahan navigasi, kapal ini menghantam terumbu karang dan langsung kandas. “Tjimahi kandas di terumbu karang dekat Paracel,” tulis Algemeen Handelsblad edisi 19 Mei 1915.

Laporan dari Stichting Maritiem Historische Data menyatakan penyebab utama kecelakaan adalah kesalahan navigasi. Karang-karang di sekitar Paracel memang dikenal berbahaya dan kerap menjebak kapal, apalagi dalam cuaca laut yang tak menentu. Dalam waktu lima hari setelah kandas, seluruh awak dan kapten kapal memutuskan untuk meninggalkan kapal. Tjimahi dinyatakan tak bisa diselamatkan. Kabar yang diterbitkan Middelburgsche Courant pada 21 Mei 1915 menyebut, “Tjimahi telah ditinggalkan oleh kaptennya. Awak kapal telah mendarat di Hong Kong.”

Baca Juga: Jejak Bandung Baheula: Dari Dusun Sunyi hingga Kota yang Heurin Ku Tangtung

Beberapa laporan di Hindia Belanda—lantaran beluma ada kabar pesan instan seperti WhatsApp kala itu—masih sempat menyimpan harapan. Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië menulis bahwa kapal “kemungkinan besar aman” karena masih tersangkut pada karang dan tertahan oleh rantai. Namun harapan itu kosang belaka, lantaran Tjimahi nyatanya sudah kalap diterjang Laut China Selatan.

Pada masa itu, banyak kapal Belanda memang dinamai dari daerah dan sungai di Jawa Barat. Selain Tjimahi, ada Tjikembang, Tjiliwong, Garoet, Soekaboemi, Tjitaroem, Tjilebut, Tjitjalengka, Tjimenteng, hingga Tjisondari. Nama-nama ini menjadi penanda geografis sekaligus identitas kolonial yang berlayar menyeberangi samudra.

Tidak diketahui secara pasti apakah Tjimahi yang digunakan terinspirasi dari Kota Cimahi atau wilayah Cimahi yang ada di Sukabumi. Pasalnya ada banyak daerah yang memiliki kesamaan nama di Jabar juga digunakan dalam penamaan kapal. Cikembang yang mencari Cimahi saat karam, ada di Sukabumi dan Kabupaten Bandung. Cimenteng, juga ada di Sukabumi dan Cimahi.

Tjikembang dan Tjiliwong menjadi bagian penting dalam kisah pencarian Tjimahi. Kapal Tjikembang dibuat di Belanda tahun 1914 dan memiliki daya angkut lebih dari 2.000 penumpang. Dalam perjalanannya, kapal ini bahkan sempat disita oleh pemerintah Amerika Serikat di Manila pada 23 Maret 1918 dalam konteks Droit d'Angarie—hak menyita kapal asing di masa perang—dan dibawa di bawah bendera AS. Ia baru dikembalikan kepada pemiliknya pada Oktober 1919. Nasib akhirnya datang di tahun 1939, ketika kapal ini dijual dua kali dalam beberapa bulan untuk dibesituakan. Ia tiba dalam pelayaran terakhirnya di Rotterdam pada 4 Mei 1939.

Sementara Tjiliwong—yang diluncurkan pada tahun 1905—mampu menampung 1.383 penumpang. Kapal ini juga menjalani masa pelayaran panjang hingga akhirnya dijual ke Jepang dan dibesituakan di Osaka pada Desember 1932.

Kedua kapal ini tidak hanya saksi dari lalu lintas dagang kolonial, tapi juga dari kisah pencarian yang sempat membuat jantung orang-orang di Batavia dan Amsterdam berdegup: mencari kapal yang hilang di kabut, dan kelak, hanya bisa dikenang lewat laporan kecelakaan di koran tua.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 01 Sep 2025, 20:26 WIB

Screamous: Ketika Streetwear Menjadi Kanvas Kolaborasi Dunia

Didirikan awal tahun 2000-an, Screamous lahir dari semangat anak muda Bandung yang ingin menyuarakan identitas melalui fashion.
Koleksi kolaborasi Screamous x Usugrow. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 20:14 WIB

Kota Bandung, Tren, dan Ironi Kolonialisme

Kota penuh perhatian. Ada budaya pop juga sejarah melawan penjajahan. Indah tapi juga penuh masalah.
Tukang becak di Kota Bandung. (Sumber: Pexels/Try Sukma Wijaya)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 19:35 WIB

Dari Kandang ke Kedai, Spill&Bites dan Rasa yang Meresap

Spill&Bites dan ide bisnis mereka mengolah peluang dari hulu ke hilir, dari peternakan hingga meja makan.
Spill&Bites, hasil evolusi dari industri peternakan ayam yang melihat peluang lebih besar di dunia makanan cepat saji. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 18:01 WIB

Dari Bank ke Dapur: Andri dan Daimata yang Meracik Peluang dari Pedasnya Sambal Lokal

Daimata adalah misi Andri untuk mengangkat kuliner lokal, sambal khas Indonesia agar bisa dinikmati siapa saja, kapan saja, tanpa kehilangan cita rasa aslinya.
Andri Ganamurti selaku Owner dari brand Daimata, produk UMKM sambal dalam kemasan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 17:41 WIB

Bursa Digital, Pajak Karbon, dan Agenda Keberlanjutan dalam APBN

Pajak karbon dan bursa digital dapat menjadi alat penting dalam agenda keberlanjutan dalam APBN.
Ilustrasi Lingkungan (Sumber: Pixabay.com | Foto: Pixabay)
Ayo Jelajah 01 Sep 2025, 15:52 WIB

Sejarah Hari Jadi Kota Bandung, Kenapa 25 September?

Bandung pernah rayakan ulang tahun 1 April, tapi kini 25 September jadi tanggal resmi berdirinya kota. Penetapan 25 September 1810 lahir dari riset sejarah panjang.
Alun-alun Bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 15:19 WIB

Apakah Damkar Representasi Pahlawan Sesungguhnya Negeri Ini?

Fenomena "minta tolong ke damkar" sedang ramai di masyarakat.
Nyatanya Damkar Lebih Dipercaya Masyarakat (Sumber: Pexels/Muallim Nur).
Ayo Biz 01 Sep 2025, 14:05 WIB

Sajikan Biji Kopi Kabupaten Bandung, BJR Coffee Tawarkan Kualitas Citarasa yang Konsisten

Berawal dari hobi, Dinda Gemilang sukses membangun bisnis kopi dengan brand Kopi BJR. Bahkan konsumen Dinda berasal dari berbagai daerah di luar Bandung.
Kopi BJR (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 01 Sep 2025, 13:16 WIB

Jejak Sejarah Gempa Besar di Sesar Lembang, dari Zaman Es hingga Kerajaan Pajajaran

Sejarah gempa besar di Sesar Lembang ungkap potensi magnitudo 7. Gempa raksasa purba ini sudah terlacak sezak Zaman Es akhir hingga Kerajaan Pajajaran di abad ke-15.
Ilustrasi gempa besar akibat Sesar Lembang di Bandung di abad ke-15.
Ayo Biz 01 Sep 2025, 13:00 WIB

Helm, Bukan Hanya Pelindung Kepala Tapi Juga Sarana Investasi

Helm adalah alat pelindung kepala yang dirancang untuk menjaga keselamatan penggunanya. Biasanya terbuat dari bahan keras di bagian luar seperti plastik berkualitas tinggi atau fiberglass, serta dilap
Ilustrasi Foto Helm (Foto: Unsplash)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 11:58 WIB

Samping Kebat Membalut Alegori Makna Agama

Agama diibaratkan selembar kain yang menemani manusia sejak lahir sampai mati. Ia hadir dalam hidup sehari-hari, memberi makna dan arah.
Ilustrasi pembuatan samping kebat. (Sumber: Pexels/Noel Snpr)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 11:42 WIB

Surabi Cihapit, Cita Rasa Legendaris yang Bertahan di Tengah Pasar

Kota Kembang dikenal sebagai surganya kuliner radisional. Salah satu yang selalu dicari wisatawan maupun warga lokal adalah surabi, makanan berbahan dasar tepung beras yang dimasak di atas tungku.
Surabi Cihapit (Foto: GMAPS)
Beranda 01 Sep 2025, 09:16 WIB

Saat Hati Rakyat yang Tersakiti Meledak: Kronik Kemarahan dan Kekecewaan di Jalanan Kota Bandung

Ketidakpercayaan yang disuarakan menjadi pengingat bahwa demokrasi hanya akan bernapas sehat bila pengelola negara benar-benar mendengar aspirasi rakyatnya.
Suasana aksi solidaritas di Kota Bandung, Jumat, 29 Agustus 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 07:46 WIB

Panji Tengrorak, Animasi 2D Modern yang Mengangkat Budaya Lokal Indonesia

Panji Tengkorak hadir meramaikan perfilman Indonesia lewat Animasi 2D modern yang tentunya bisa menghadirkan pengalaman baru dalam menonton.
Animasi Panji Tengkorak (Sumber: Instagram | Falconpicture)
Ayo Netizen 31 Agu 2025, 20:55 WIB

Praktik Ekologis Rakyat: Menolak Gengsi, Melawan Siasat Pemasaran

Hidup ramah lingkungan sejati lahir dari praktik sehari-hari rakyat.
Ilustrasi ramah lingkungan. (Sumber: Pexels/Cats Coming)
Ayo Netizen 31 Agu 2025, 20:14 WIB

Belajar Ceramah, Menebar Risalah

Majlis ilmu tidak hanya menambah pengetahuan, justru memperhalus jiwa, menguatkan iman, dan menumbuhkan cinta yang benar kepada Allah, alam, lingkungan dan sesama umat manusia.
Kajian Talkshow di Masjid Raya Al-Jabbar, Gedebage (Sumber: AyoBandung | Foto: Mildan Abdalloh)
Beranda 31 Agu 2025, 19:16 WIB

Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio dan Uya Kuya Tumbang di Tangan Rakyat

Sikap dan pernyataan mereka dianggap nirempati dan melukai hati rakyat yang tengah berjibaku menghadapi kesulitan hidup.
Anggota DPR RI dari Komisi IX, Nafa Urbach, saat mengunjungi konstituennya di Wonosobo, Jawa Tengah. (Sumber: IG/nafaurbach)
Ayo Biz 31 Agu 2025, 19:05 WIB

Dari Filosofi Ninja ke Meja Makan, Urban Ninja dan Evolusi Rasa Jepang di Bandung

Fenomena kuliner Jepang di Bandung bukanlah hal baru, namun dalam lima tahun terakhir, pertumbuhannya meningkat pesat.
Urban Ninja, salah satu resto yang menggabungkan kecepatan layanan fast food dengan cita rasa autentik Jepang yang telah diadaptasi secara lokal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 31 Agu 2025, 16:30 WIB

Dari Ibu ke Anak, Kisah Goldmart Menjaga Kilau Warisan Keluarga Sejak 1991

Di balik kilau emas dan berlian yang menghiasi etalase Goldmart Jewelry, tersimpan kisah keluarga yang telah bertahan lebih dari tiga dekade.
Yolana Limman, generasi kedua dari keluarga pendiri Goldmart Jewelry. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 31 Agu 2025, 16:05 WIB

Whistle Blower di Mata Negara

Di Jabar, whistle blower di BAZNAS Jabar malah jadi tersangka setelah paparkan modus kurang sedap. Bagaimana ilmu pengetahuan menilainya?
Buku Hukum Perlindungan Saksi (Sumber: Ref | Foto: Refika Aditama)