Jejak Samar Sejarah Pecinan Bandung, dari Chineesche Kamp ke Ruko Klasik Pasar Baru

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Selasa 15 Jul 2025, 11:57 WIB
Suasana Chineesche Kamp Bandung zaman Belanda tahun 1900-an. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)

Suasana Chineesche Kamp Bandung zaman Belanda tahun 1900-an. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)

AYOBANDUNG.ID — Di balik deretan ruko tua yang menjepit jalanan sempit di sekitar Pasar Baru, ada jejak yang tak lekang oleh zaman: jejak komunitas Tionghoa yang pernah menjadi denyut nadi awal pertumbuhan kota Bandung. Tapi jejak itu kini nyaris hilang ditelan papan reklame, kemacetan, dan gentrifikasi.

Tak seperti Semarang yang punya Pecinan mentereng lengkap dengan gapura merah menyala dan arsitektur seragam, kawasan pecinan di Bandung lebih samar, lebih kabur, seperti kenangan lama yang ditelan gerobak nasi goreng dan baliho diskon kosmetik.

Dulu, sekitar awal abad ke-19, kehadiran warga Tionghoa di Bandung bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Mereka masuk atas perintah langsung Herman Willem Daendels. Dalam konteks pertahanan dan kepentingan ekonomi kolonial, Daendels tidak hanya membangun Groote Postweg, tapi juga menetapkan kawasan hunian khusus untuk etnis Tionghoa.

“Daendels memerintahkan agar mulai dibangun wijk khusus hunian Tionghoa, Chineesche kamp,” tulis peneliti sejarah Tionghoa Universitas Maranatha, Sugiri Kustedja dalam risalahnya Jejak Komunitas Tionghoa dan Perkembangan Kota Bandung (2012).

Chineesche kamp, atau kampung China, dibentuk secara resmi lewat besluit (keputusan) tanggal 9 Juni 1810. Tujuannya tak lain untuk memberdayakan lahan kosong dan menggiatkan perdagangan. Tapi lokasi pasti kampung ini di Bandung tak pernah benar-benar jelas. Mengitip Haryoto Kunto dalam Semerbak Bunga di Bandung Raya (1986) menyebutkan, Profesor Dr. E.C. Godee Molsbergen adalah seorang sejarawan yang pernah menjabat sebagai Kepala Arsip Nasional Hindia Belanda (Landsarchief) memperkirakan pasar pertama dibangun tahun 1812 di kampung Ciguriang, belakang Kepatihan sekarang.

Baca Juga: Hikayat TPU Cikadut, Kuburan China Terluas di Bandung yang Penuh Cerita

Kawasan pecinan ini berbeda dari kota-kota pesisir seperti Semarang atau Surabaya. Bandung saat itu justru tertutup bagi pendatang. Larangan keras diberlakukan sejak zaman VOC. Baru setelah tahun 1852, keresidenan Priangan dinyatakan terbuka. Itu pun setelah sebelumnya sempat dilarang keras bagi bangsa Belanda, Eropa, dan asing lain untuk berdagang di Priangan. Tujuannya? Agar perdagangan kopi tetap dipegang oleh pemerintah kolonial. Semua demi kopi. Bahkan larangan penjualan tanah dari pribumi ke warga Tionghoa pun sempat diberlakukan dari tahun 1875, seturut Kunto dalam Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (1984).

"Peraturan ini di kemudian hari digantikan oleh peraturan agraria nasional pada masa pemerintahan Soeharto," tulsi Sugiri.

Walau begitu, etnis Tionghoa tetap bertahan dan berkembang. Mereka tak hanya berdagang, tapi membentuk lanskap kota dengan cara yang khas. “Hunian bagi komunitas etnis Tionghoa yang intens demikian berakibat membentuk lingkungan khusus bercirikan typo-morphological patrimonial,” tulis Sugiri. Rumah-rumah petak berjejer, fasadnya bisa dibuka-tutup untuk berdagang, dengan klenteng berdiri tak jauh dari situ sebagai penanda spiritual dan identitas kolektif. Di sinilah ruko lahir, sebelum jadi istilah populer properti masa kini.

Toko Sukabumi di Chineesche Kamp Bandung. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Toko Sukabumi di Chineesche Kamp Bandung. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)

Tak bisa dimungkiri, simpul-simpul kota Bandung awal dibentuk dari denyut perdagangan. Dan warga Tionghoa ada di jantung itu. Mereka tinggal dekat pasar, stasiun, dan jalan utama. Mereka tidak tinggal di pinggiran, tapi di tengah. Bahkan pembangunan rel kereta api antara Batavia hingga Cicalengka yang dimulai 1879 juga melibatkan banyak tenaga kerja Tionghoa.

Bandung tumbuh. Residen pindah dari Cianjur ke Bandung, pusat-pusat militer dan industri masuk. Kota ini menjadi ibukota keresidenan dan pelan-pelan menjadi magnet. Tahun 1894 Balai Besar Kereta Api pindah ke Bandung. Tahun 1898 giliran pabrik mesiu dan ACW menyusul. Semuanya menambah denyut kota yang membuat rumah-rumah petak Tionghoa makin lekat dengan kegiatan ekonomi dan logistik.

Pecinan Bandung bukan hanya sekadar kampung tua, tapi bagian dari arsitektur sosial kota. Namun setelah masa Jepang dan kemerdekaan, batas-batas kawasan Tionghoa makin kabur. Gentrifikasi, modernisasi, dan ketegangan politik membuat kawasan itu seperti ditelan zaman. Kini hanya tersisa klenteng, rumah toko tua, dan segelintir warung mi yang mempertahankan aroma masa lalu.

Baca Juga: Hikayat Pasar Baru Bandung, Bermula dari Kerusuhan Ciguriang 1842

Jejaknya masih ada di Ciguriang, di sudut Pasar Baru, atau mungkin di balik lemari tua warung kelontong. Tapi seperti dikatakan Sugiri, pecinan Bandung memang hanya punya sejarah yang singkat. “Dengan demikian, daerah pecinan di Bandung hanya mempunyai sejarah yang singkat sampai saat Jepang masuk yang dilanjutkan dengan kemerdekaan Indonesia, batasan daerah pecinan menjadi tersamar dan tidak terlalu tegas.”

Bandung hari ini tak punya gapura pecinan seperti kota lain. Tapi jejaknya tetap ada. Terpahat dalam denah lama, dalam ruko-ruko tua, dan dalam cerita-cerita diam dari bangunan yang enggan bicara. Kota ini tumbuh dari jalan-jalan yang dibangun paksa dan dihidupkan oleh mereka yang dulu justru dibatasi. Ironi yang, seperti sejarah, terlalu sering diabaikan.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 02 Sep 2025, 13:40 WIB

Mie Kocok Bandung dalam Cerita Negeri Wakanda

Sekecil apapun itu, semembahayakan itu, suara keadilan harus terus digaungkan. Sekali pun lewat makanan yang kamu sedang nikmati saat ini.
Mie Kocok Bandung Buatan di Rumah (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 12:18 WIB

Mengungkap Rahasia di Balik Cita Rasa Kopi Otentik

Owner BJR Coffee, Dinda Gemilang mengungkapkan bahwa kunci pengolahan kopi berkualitas terletak pada proses roasting. Menurutnya, tahap ini sangat menentukan cita rasa yang akan muncul dari secangkir
Biji Kopi di Kedai Kopi Banjaran (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 02 Sep 2025, 11:08 WIB

Sejarah Bandung dari Paradise in Exile Sampai jadi Kota Impian Daendels

Bandung dulu dijuluki surga dalam pembuangan, tempat buangan pegawai VOC di pedalaman Priangan. Jadi kota besar berkat kopi dan sejarah kolonialisme.
Keramaian Jalan Raya Pos bagian timur di Bandung di era kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 11:07 WIB

Mengenal Dapros, Kerupuk Tradisional dengan Bentuk Unik dan Citarasa Khas

Di meja makan orang Indonesia, kerupuk hampir selalu hadir sebagai pelengkap. Di antara ragam jenisnya, ada satu yang masih bertahan hingga kini meski dibuat dengan cara tradisional, yaitu kerupuk dap
Ilustrasi Foto Dapros. (Foto: Dok. Shopee)
Ayo Biz 02 Sep 2025, 09:38 WIB

Lomie Imam Bonjol, Kuliner Legendaris Favorit BJ Habibie

Lomie sudah melekat menjadi identitas kuliner Bandung. Hidangan mie berkuah kental ini kerap disajikan hangat bersama kangkung, menciptakan rasa gurih yang cocok dinikmati saat cuaca dingin.
Foto Lomie Imam Bonjol, Kuliner Favorit BJ Habibie. (Foto: GMAPS)
Ayo Netizen 02 Sep 2025, 09:16 WIB

Sejarah Rugbi di Indonesia, Bandung Dianggap Kota Pelopor

Rugbi, "olahraga kasar untuk pria terhormat" ini, sudah denyut sejak dulu khususnya di Kota Bandung.
Ilustrasi dua tim rugbi yang tengah bertanding. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: PierreSelim)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 20:26 WIB

Screamous: Ketika Streetwear Menjadi Kanvas Kolaborasi Dunia

Didirikan awal tahun 2000-an, Screamous lahir dari semangat anak muda Bandung yang ingin menyuarakan identitas melalui fashion.
Koleksi kolaborasi Screamous x Usugrow. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 20:14 WIB

Kota Bandung, Tren, dan Ironi Kolonialisme

Kota penuh perhatian. Ada budaya pop juga sejarah melawan penjajahan. Indah tapi juga penuh masalah.
Tukang becak di Kota Bandung. (Sumber: Pexels/Try Sukma Wijaya)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 19:35 WIB

Dari Kandang ke Kedai, Spill&Bites dan Rasa yang Meresap

Spill&Bites dan ide bisnis mereka mengolah peluang dari hulu ke hilir, dari peternakan hingga meja makan.
Spill&Bites, hasil evolusi dari industri peternakan ayam yang melihat peluang lebih besar di dunia makanan cepat saji. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 18:01 WIB

Dari Bank ke Dapur: Andri dan Daimata yang Meracik Peluang dari Pedasnya Sambal Lokal

Daimata adalah misi Andri untuk mengangkat kuliner lokal, sambal khas Indonesia agar bisa dinikmati siapa saja, kapan saja, tanpa kehilangan cita rasa aslinya.
Andri Ganamurti selaku Owner dari brand Daimata, produk UMKM sambal dalam kemasan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 17:41 WIB

Bursa Digital, Pajak Karbon, dan Agenda Keberlanjutan dalam APBN

Pajak karbon dan bursa digital dapat menjadi alat penting dalam agenda keberlanjutan dalam APBN.
Ilustrasi Lingkungan (Sumber: Pixabay.com | Foto: Pixabay)
Ayo Jelajah 01 Sep 2025, 15:52 WIB

Sejarah Hari Jadi Kota Bandung, Kenapa 25 September?

Bandung pernah rayakan ulang tahun 1 April, tapi kini 25 September jadi tanggal resmi berdirinya kota. Penetapan 25 September 1810 lahir dari riset sejarah panjang.
Alun-alun Bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 15:19 WIB

Apakah Damkar Representasi Pahlawan Sesungguhnya Negeri Ini?

Fenomena "minta tolong ke damkar" sedang ramai di masyarakat.
Nyatanya Damkar Lebih Dipercaya Masyarakat (Sumber: Pexels/Muallim Nur).
Ayo Biz 01 Sep 2025, 14:05 WIB

Sajikan Biji Kopi Kabupaten Bandung, BJR Coffee Tawarkan Kualitas Citarasa yang Konsisten

Berawal dari hobi, Dinda Gemilang sukses membangun bisnis kopi dengan brand Kopi BJR. Bahkan konsumen Dinda berasal dari berbagai daerah di luar Bandung.
Kopi BJR (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 01 Sep 2025, 13:16 WIB

Jejak Sejarah Gempa Besar di Sesar Lembang, dari Zaman Es hingga Kerajaan Pajajaran

Sejarah gempa besar di Sesar Lembang ungkap potensi magnitudo 7. Gempa raksasa purba ini sudah terlacak sezak Zaman Es akhir hingga Kerajaan Pajajaran di abad ke-15.
Ilustrasi gempa besar akibat Sesar Lembang di Bandung di abad ke-15.
Ayo Biz 01 Sep 2025, 13:00 WIB

Helm, Bukan Hanya Pelindung Kepala Tapi Juga Sarana Investasi

Helm adalah alat pelindung kepala yang dirancang untuk menjaga keselamatan penggunanya. Biasanya terbuat dari bahan keras di bagian luar seperti plastik berkualitas tinggi atau fiberglass, serta dilap
Ilustrasi Foto Helm (Foto: Unsplash)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 11:58 WIB

Samping Kebat Membalut Alegori Makna Agama

Agama diibaratkan selembar kain yang menemani manusia sejak lahir sampai mati. Ia hadir dalam hidup sehari-hari, memberi makna dan arah.
Ilustrasi pembuatan samping kebat. (Sumber: Pexels/Noel Snpr)
Ayo Biz 01 Sep 2025, 11:42 WIB

Surabi Cihapit, Cita Rasa Legendaris yang Bertahan di Tengah Pasar

Kota Kembang dikenal sebagai surganya kuliner radisional. Salah satu yang selalu dicari wisatawan maupun warga lokal adalah surabi, makanan berbahan dasar tepung beras yang dimasak di atas tungku.
Surabi Cihapit (Foto: GMAPS)
Beranda 01 Sep 2025, 09:16 WIB

Saat Hati Rakyat yang Tersakiti Meledak: Kronik Kemarahan dan Kekecewaan di Jalanan Kota Bandung

Ketidakpercayaan yang disuarakan menjadi pengingat bahwa demokrasi hanya akan bernapas sehat bila pengelola negara benar-benar mendengar aspirasi rakyatnya.
Suasana aksi solidaritas di Kota Bandung, Jumat, 29 Agustus 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 01 Sep 2025, 07:46 WIB

Panji Tengrorak, Animasi 2D Modern yang Mengangkat Budaya Lokal Indonesia

Panji Tengkorak hadir meramaikan perfilman Indonesia lewat Animasi 2D modern yang tentunya bisa menghadirkan pengalaman baru dalam menonton.
Animasi Panji Tengkorak (Sumber: Instagram | Falconpicture)