Jalan Cepat ke Lembang Gagal Dibangun Sejak Zaman Kolonial

Restu Nugraha Sauqi
Ditulis oleh Restu Nugraha Sauqi diterbitkan Minggu 13 Jul 2025, 10:02 WIB
Foto udara akses jalan ke Observatorium Bosscha di Lembang. (Sumber: KITLV)

Foto udara akses jalan ke Observatorium Bosscha di Lembang. (Sumber: KITLV)

AYOBANDUNG.ID - Di Lembang, sapi perah dan susu murni sudah jadi bagian dari sejarah panjang. Dulu, kawasan ini jadi dapurnya Hindia Belanda untuk urusan peternakan, perkebunan, juga tempat ngadem buat orang Eropa yang kepanasan di Batavia.

Tapi Lembang bukan sekadar tempat istirahat kolonial yang beraroma eukaliptus, dia juga tempat lahirnya ilmu pengetahuan. Observatorium Bosscha berdiri di sini sejak 1923, sebagai simbol bahwa langit Lembang cukup terang buat para astronom, meski sekarang makin kabur oleh lampu-lampu vila.

Tapi satu hal yang belum berubah sejak masa kolonial sampai sekarang: akses ke Lembang itu... bikin ngelus dada. Dulu pedati dan delman ngos-ngosan, sekarang mobil dan motor juga tak kalah merintih. Macet jadi langganan, apalagi di akhir pekan.

Lucunya, dari era Belanda sampai zaman now dengan teknologi serba canggih, Lembang tetap susah dicapai dengan mulus. Jalanan sempit, tanjakan curam, dan proyek infrastruktur yang lebih sering jadi wacana ketimbang kenyataan.

Wacana Bikin Rel ke Lembang Gagal Berulang Kali

Pada dasarnya, Belanda bukan bangsa yang suka macet. Mereka suka segalanya terjadwal, tepat waktu, dan bergerak di atas rel. Maka tak heran, begitu melihat hasil bumi Lembang melimpah, mereka langsung berpikir, “Kenapa nggak kita bikin rel sekalian ke atas?”

Sejarah Kereta Api di Priangan (2017) karya Agus Mulyana menyebut racana pembangunan jalur kereta ke Lembang pertama kali muncul tahun 1883. Waktu itu, seorang pengusaha bernama N.H. Niertrasz mengajukan konsesi ke pemerintah kolonial untuk membangun rel dari Lembang ke Bandung, diteruskan ke Cikalong. Lengkap dengan cabang ke Banjaran lewat Kopo sampai Cisondari. Sungguh visi yang besar.

Tapi pemerintah bilang: tidak. Alasannya? Tak dijelaskan secara detil, tapi boleh jadi mereka sadar medan ke Lembang bukan buat rel. Niertrasz tak menyerah. Tahun 1884, dia coba lagi lewat J.B. Hubenet. Tapi tetap ditolak. Belanda memang keras kalau urusan tanjakan.

Lalu tahun 1898, muncul nama baru: W.H.J. Keuchenius. Dia ajukan rute dari stasiun Staatsspoorwegen (SS) Bandung ke Lembang lewat Cihideung. Tapi sekali lagi, jawaban dari Batavia adalah: tidak. Jalurnya terlalu berat dan mahal, katanya.

Tahun 1910, muncul lagi pengusaha dengan nama megah: R.P.F. Hagenaar. Ia dapat konsesi untuk rute Bandung–Lembang, dan juga Ciparay–Pacet. Tapi entah kenapa, hanya yang ke Pacet yang disetujui. Lembang? Kembali dicoret dari daftar prioritas. Dua tahun kemudian, konsesi itu dicabut. Hagenaar dianggap tidak mampu merealisasikan rencananya.

Karen aitu sejak 1915, Belanda akhirnya menyerah. Mereka fokus membangun jalur ke Selatan Bandung: Bandung–Banjaran dan Citeureup–Majalaya. Dua rute itu dikerjakan oleh SS dengan anggaran f1.385.000. Sementara Lembang dibiarkan tetap menjadi tanjakan misterius yang hanya bisa dijangkau oleh kendaraan beroda, bukan rel besi.

Lembang memang tak sempat dilintasi kereta api, tapi jangan salah, wilayah ini pernah jadi bagian dari jaringan penerbangan Hindia Belanda. Tepatnya di Desa Cibogo, dibangunlah landasan pacu darurat bernama Noodlanding Terreinen Tjibogo. Namanya agak sulit diucapkan, tapi fungsinya jelas: tempat darurat buat mendarat kalau pesawat kehabisan bensin atau cuaca buruk menggagalkan misi.

Baca Juga: Sejarah Terowongan Kereta Sasaksaat, Tertua dan Terpanjang di Indonesia

Berdasarkan dokumen yang dirilis Departemen Perusahaan Pemerintah Hindia Belanda sekitar 1931, lapangan ini berada di ketinggian 1.175 meter dpl, panjangnya 500 meter dan lebar 125 meter. Tak besar, tapi cukup buat pesawat militer zaman itu. “Noodlanding Terreinen Tjibogo memiliki dimensi medan rumput yang sangat bagus, kondisi daerah sekitar area miring,” tulis laporan itu.

Landasan ini bukan satu-satunya. Hindia Belanda kala itu sudah membuat empat bandara utama di Kalijati, Cililitan, Andir (Bandung), dan Semarang. Sementara untuk lapangan pacu darurat, ada 29 lokasi tersebar di seluruh Jawa: dari Cimahi, Cileunca, hingga Pameungpeuk. Tapi Cibogo Lembang cukup istimewa karena posisinya yang tinggi dan dekat pusat sains: Observatorium Bosscha.

Kenapa Belanda bisa bikin lapangan pacu di tempat yang medannya susah, tapi tak bisa bikin rel ke Lembang? Mungkin karena pesawat bisa terbang, dan rel butuh landai. Atau mungkin karena pilot lebih pemberani dari masinis.

Jalan menuju Cisarua Lembang zaman baheula. (Sumber: KITLV)
Jalan menuju Cisarua Lembang zaman baheula. (Sumber: KITLV)

Wacana Tol Pasteur-Lembang

Puluhan tahun sejak Belanda angkat tangan, Lembang masih berkutat pada masalah yang sama: akses yang sulit. Setiap akhir pekan, ribuan kendaraan merayap dari Bandung ke arah utara. Dari Jalan Setiabudi sampai Lembang, jalan jadi parkiran massal. Tukang tahu susu senang, tapi pengendara sering putus asa.

Karena itu, muncul lagi wacana pembangunan infrastruktur: jalan tol dari Pasteur ke Lembang. Yang mewacanakan bukan sembarang orang. Adalah Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat yang terkenal dengan gaya blusukannya.

“Pasteur–Lembang saya rencana bikin tol. Bisa dari Pasteur atau sebelum Pasteur, yang penting kecamatan Pasteur terurai selesai. Artinya, mereka yang bertujuan ke Lembang gak usah lewat Pasteur,” kata Dedi.

Sah-sah saja. Tapi reaksi publik terbagi. Ada yang antusias, berharap tol ini bisa menyelamatkan mereka dari kemacetan abadi. Ada pula yang skeptis, menyebut proyek ini hanya akan memindahkan titik macet ke tempat lain. Apalagi jika melihat rekam jejak pembangunan infrastruktur yang sering macet duluan sebelum jadi.

Belum lagi soal dampak ekonomi. Jalan tol privat biasanya lebih menguntungkan investor ketimbang rakyat kecil. Warung makan di jalur arteri bisa sepi, tukang oleh-oleh kehilangan pembeli, dan sopir angkot makin gigit jari.

Yang juga patut dicatat: Lembang bukan kawasan kosong. Ia berada di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang punya status konservasi. Membuka jalan tol berarti membuka peluang rusaknya kawasan resapan air, memperbesar risiko longsor dan banjir ke Bandung bagian bawah. Alam bisa balas dendam kalau kita terlalu rakus membuka lahan.

Baca Juga: Salah Hari Ulang Tahun, Kota Bandung jadi Korban Prank Kolonial Terpanjang

Dari ambisi rel kolonial hingga tol modern, satu hal yang tak berubah: Lembang tetap memesona dan tetap sulit dijangkau. Mungkin ini cara alam menjaga kemurniannya. Tempat yang terlalu mudah dicapai, biasanya cepat rusak. Lembang seperti perempuan cantik yang terlalu sering dipuji tapi jarang benar-benar dipahami.

Zaman boleh berganti. Delman diganti motor, pedati berganti mobil pribadi, dan pesawat kini cuma dilihat di langit. Tapi akses ke Lembang tetap membuat orang berspekulasi, bermimpi, dan mengajukan proposal, dari Niertrasz, Hagenaar, hingga Dedi Mulyadi.

Sangat boleh jadi nanti akan ada lagi yang mengajukan kereta gantung atau hyperloop ke Lembang. Tapi sejarah mengajarkan: keinginan besar harus ditopang oleh kerja keras dan peta yang realistis. Kalau tidak, ia hanya akan jadi satu halaman lagi di tumpukan wacana yang tak pernah sampai.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 16 Jul 2025, 18:44 WIB

“Indonesia Surganya Herbal”: Gerakan Nabawi Health Merawat Perempuan Lewat Warisan Tanaman Obat

Di balik kemasan botani dan formula ilmiah, ada semangat kampanye yang tengah digerakkan Nabawi Health, yakni mengajak perempuan Indonesia kembali akrab dengan kekayaan alamnya.
Di balik kemasan botani dan formula ilmiah, ada semangat kampanye yang tengah digerakkan Nabawi Health, yakni mengajak perempuan Indonesia kembali akrab dengan kekayaan alamnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 16 Jul 2025, 18:20 WIB

Kisah Kapal Laut Cimahi yang Hilang di Kabut Kalimantan, Diterkam Laut China Selatan

Kapal Tjimahi (Cimahi) sempat hilang akibat kabut Kalimantan dan akhirnya tenggelam di Kepulauan Paracel pada 1915. Kisah sejarah kapal kolonial yang lenyap di Laut China Selatan.
Kapal Tjimahi (Cimahi). (Sumber: Stichting Maritiem Historische Data)
Ayo Netizen 16 Jul 2025, 17:24 WIB

Arti di Balik Gerakan Anak Koci: Tarian Pacu Jalur yang Viral hingga Mancanegara

Pacu Jalur adalah lomba mendayung perahu besar (disebut jalur) yang sudah eksis sejak abad ke-17.
Tarian Anak Koci dalam pacu jalur bukan sekadar pertunjukan visual. Ia adalah ritual penuh makna. (Sumber: mediacenter.riau.go.id)
Beranda 16 Jul 2025, 15:12 WIB

Rombel Sekolah Negeri Diperbesar, Sekolah Swasta Kecil di Bandung Barat Semakin Terpojok dan Terancam Gulung Tikar

Jika tidak ada perubahan kebijakan yang berpihak pada keadilan, banyak sekolah swasta di daerah seperti Bandung Barat hanya tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar.
SMA Mekarwangi Lembang yang memiliki akreditasi A hanya menerima 10 calon siswa yang mendaftar pada 11 Juli 2025. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Biz 16 Jul 2025, 14:41 WIB

Bisnis Tak Lagi Sekadar Profit, Kolaborasi Amble dan Wallts sebagai Gerakan Sosial Baru

Amble dan Wallts Wallet, menunjukkan bagaimana kolaborasi lintas produk bisa menjadi strategi yang tak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga bermakna secara sosial.
Amble dan Wallts Wallet, menunjukkan bagaimana kolaborasi lintas produk bisa menjadi strategi yang tak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga bermakna secara sosial.
Ayo Biz 16 Jul 2025, 14:39 WIB

Mengenal Kerupuk Edun, Camilan Legendaris yang Selalu Laris

Di balik gurih dan pedasnya camilan Kerupuk Edun yang kerap terlihat di warung-warung, terdapat kisah perjuangan panjang dari sebuah pabrik rumahan. Cucu Kholid, sang pendiri, memulai usaha ini bersam
Kerupuk Edun M Cucu (Foto: Ist)
Ayo Jelajah 16 Jul 2025, 13:40 WIB

Kala Rancaekek Diamuk Tornado Pertama di Indonesia

Fenomena angin puting beliung di Rancaekek disebut tornado pertama di Indonesia. BRIN dan ITB beda pendapat soal istilah dan sejarahnya.
Tornado Rancaekek yang dilaporkan terlihat dari Jatinangor. (Sumber: Twitter @be4utiful0nes)
Ayo Biz 16 Jul 2025, 12:08 WIB

Cerita D'Pikat Jadi Cemilan Kekinian Favorit Warga Banjaran

Dera Nurwidia Sari tidak pernah menyangka bahwa hobi memasak akan membuka jalan menuju dunia bisnis. Perempuan asal Banjaran ini memulai kariernya sebagai SPG dan admin kantor.
D'Pikat cemilan kekinian yang jadi favorit warga Banjaran. (Foto: Rizma Riyandi)
Mayantara 16 Jul 2025, 11:23 WIB

Domestikasi Teknologi: Kita yang Menjinakkan atau Kita yang Dijinakkan?

Konsep domestikasi teknologi menggambarkan bagaimana teknologi, yang pada awalnya bersifat asing, teknis, dan netral, berubah menjadi sesuatu yang dekat, akrab, dan tak terpisahkan dari kehidupan.
Konsep domestikasi teknologi membantu kita melihat bahwa hubungan manusia dan teknologi jauh lebih rumit. (Sumber: Pexels/Ila Bappa Ibrahim)
Ayo Netizen 16 Jul 2025, 09:05 WIB

Teknik Komunikasi Kuasa Berulang Gibran: Hilirasasi Menyan

Tak cukup sekali, Wapres RI Gibran Rakabuming Putra munculkan konsep hilirasasi menyan.
Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming. (Sumber: Dok. Kemenpora)
Beranda 16 Jul 2025, 08:41 WIB

Kebijakan Dedi Mulyadi Bikin Sekolah Swasta di Kabupaten Bandung Sekarat, DPRD: Ini Penggerusan Mutu Pendidikan!

Lebih menyedihkan, lanjut Wahid, banyak sekolah swasta harus menggratiskan biaya pendidikan agar tetap bisa menarik pendaftar.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Muslim Yanuar Putra)
Ayo Netizen 15 Jul 2025, 18:26 WIB

Reformasi Trayek Angkot Bandung

Reformasi trayek angkot bukan hanya soal mengganti rute atau mengecat ulang kendaraan. Ia menyentuh pula aspek sosial, ekonomi, bahkan politik lokal.
Angkot di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 15 Jul 2025, 17:10 WIB

Kisah Ketahanan dan Inovasi, Transformasi Elzatta Menuju Brand Berkelanjutan

Dari scarf ke strategi, dari lokal ke arah global, Elzatta membuktikan bahwa ketahanan dan inovasi produk adalah fondasi brand fashion muslim yang berkelanjutan.
Elzatta, brand lokal yang sudah berdiri belasan tahun dan kini memasuki fase transformasi kreatif yang matang. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Jul 2025, 17:02 WIB

Pemilu Dipisah Siapa Pegang Kendali Daerah, Perpanjangan Jabatan atau Diganti Penjabat?

Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. Ini picu masa transisi kepemimpinan lokal yang krusial.
Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Jelajah 15 Jul 2025, 16:04 WIB

Kisah Kopi Kapal Selam Bandung, Warisan Tua yang Tak Pernah Tenggelam

Kisah Kopi Kapal Selam Bandung, salah satu merek kopi tertua yang lahir saat Perang Dunia II dan tetap bertahan lewat rasa dan konsistensi.
Kopi Kapal Selam Bandung. (Sumber: Ayobandung)
Ayo Biz 15 Jul 2025, 15:00 WIB

Mie Kocok BPJS, Tempat Makan Siang yang Selalu Berhasil Menggoyang Lidah

Di tengah hiruk-pikuk wisata kuliner Kota Bandung, terselip satu penjaja mie kocok sederhana yang menawarkan pengalaman makan yang tak terlupakan. Lokasinya cukup tersembunyi, namun justru itulah yang
Mie Kocok BPJS (Foto: Ist)
Ayo Biz 15 Jul 2025, 13:51 WIB

Filosofi Fesyen dari Lavaluc: Menjahit Keberuntungan dalam Setiap Lapis Gaya

Lavaluc hadir bukan sekadar brand lokal, tapi sebuah pernyataan gaya yang memadukan kenyamanan, filosofi, dan cita rasa elegan bagi perempuan.
Lavaluc hadir bukan sekadar brand lokal, tapi sebuah pernyataan gaya yang memadukan kenyamanan, filosofi, dan cita rasa elegan bagi perempuan. (Sumber: Lavaluc)
Ayo Biz 15 Jul 2025, 13:10 WIB

Kopi Ruang Diskusi: Roastery Lokal dengan Cita Rasa Premium

Kopi Ruang Diskusi adalah nama yang akrab di telinga para pecinta kopi di Soreang dan sekitarnya. Di balik kesuksesannya, terdapat perjalanan panjang dari sang pemilik, Asep Andi.
Asep Andi, Owner Ruang Diskusi Kopi (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 15 Jul 2025, 11:57 WIB

Jejak Samar Sejarah Pecinan Bandung, dari Chineesche Kamp ke Ruko Klasik Pasar Baru

Jejak sejarah pecinan Bandung, dari Chineesche kamp era Daendels hingga deretan ruko klasik yang membentuk denyut kota masa lampau.
Suasana Chineesche Kamp Bandung zaman Belanda tahun 1900-an. (Sumber: Leiden University Libraries Digital Collections)
Ayo Netizen 15 Jul 2025, 11:20 WIB

Guru Hebat, Suasana Hangat 

Guru hebat adalah guru yang dicintai para siswanya. Ya guru yang akrab, bisa dekat, menyenangkan, dan tetap menginspirasi.
Sejumlah siswa baru mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)