Pemilu Dipisah Siapa Pegang Kendali Daerah, Perpanjangan Jabatan atau Diganti Penjabat?

Guruh Muamar Khadafi
Ditulis oleh Guruh Muamar Khadafi diterbitkan Selasa 15 Jul 2025, 17:02 WIB
Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah menetapkan pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah yang mulai berlaku pada tahun 2029. Keputusan ini membawa konsekuensi strategis terhadap siklus demokrasi di Indonesia, khususnya dalam hal penjadwalan ulang Pilkada.

Bila Pemilu Nasional dilaksanakan terlebih dahulu pada 2029, maka Pilkada akan menyusul setelahnya. Ini berarti akan terjadi masa transisi kekuasaan di daerah, terutama bagi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum Pilkada berikutnya digelar.

Lalu siapa yang akan memimpin daerah dalam periode 2029 ke 2031? Apakah kepala daerah akan diperpanjang masa jabatannya, atau digantikan oleh Penjabat (Pj) kepala daerah sebagaimana praktik transisional selama ini?

Pertanyaan ini tidak sekadar teknis administratif, tapi menyentuh substansi demokrasi, siapa yang berhak memegang mandat kekuasaan publik ketika proses pemilu belum dilaksanakan?

Penjadwalan Ulang

Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 merupakan koreksi sistemik terhadap kompleksitas pemilu serentak lima kotak yang dinilai terlalu membebani pemilih, penyelenggara, dan logistik pemilu. Dengan memisahkan Pemilu Nasional dan Daerah, MK berharap pelaksanaan demokrasi elektoral menjadi lebih tertib, fokus, dan efisien.

Namun konsekuensi logis dari pemisahan ini adalah tidak selarasnya masa jabatan kepala daerah dengan jadwal Pilkada berikutnya. Artinya, akan ada kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum pemilu lokal digelar kembali. Maka akan muncul dua opsi, memperpanjang masa jabatan kepala daerah atau menunjuk Penjabat (Pj) kepala daerah.

Dua opsi ini memiliki konsekuensi politik dan hukum yang berbeda. Perpanjangan jabatan menawarkan stabilitas dan kesinambungan program. Namun, di sisi lain, legitimasi demokratisnya bisa dipertanyakan karena tidak diperoleh dari pemilu.

Penunjukan Pj juga bukan solusi tanpa masalah, meskipun sesuai undang-undang, banyak Pj dipilih atas dasar pertimbangan politik pusat, bukan mandat rakyat.

Kepemimpinan Tanpa Pemilu

Di tengah masa jeda antara berakhirnya jabatan kepala daerah dan digelarnya Pilkada berikutnya, isu legitimasi menjadi titik krusial. Kepemimpinan dalam sistem demokrasi idealnya lahir dari proses pemilihan langsung oleh rakyat, bukan dari perpanjangan administratif atau penunjukan birokratis.

Perpanjangan jabatan kepala daerah, walaupun sah menurut regulasi yang bisa diatur oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, tetap menimbulkan pertanyaan mendasar, sejauh mana rakyat merestui kelanjutan masa jabatan tersebut? Apakah kepala daerah yang diperpanjang tetap merasakan urgensi untuk melayani publik secara maksimal?

Tanpa ancaman pemilu atau evaluasi rakyat, risiko menurunnya kinerja dan sensitivitas terhadap aspirasi warga sangat mungkin terjadi.

Sementara itu, Penjabat (Pj) kepala daerah memang diatur oleh Undang-Undang, tetapi pengangkatannya bersifat top-down dan seringkali dianggap kurang transparan.

Banyak kasus menunjukkan bahwa Pj tidak memiliki ikatan emosional atau kedekatan historis dengan masyarakat yang dipimpinnya. Bahkan tak jarang, jabatan ini menjadi ajang penempatan “orang dekat” elite pusat yang tidak memahami konteks lokal.

Di antara dua opsi ini, baik perpanjangan maupun penunjukan Pj mengandung kelemahan dalam hal akuntabilitas dan responsivitas terhadap masyarakat. Pilihan terbaik bukan pada mana yang lebih praktis, tetapi mana yang bisa menjamin keterhubungan antara kepemimpinan lokal dan suara rakyat.

Kehilangan Nafas

Situasi 2029 hingga 2031 berpotensi menjadi masa paling kritis bagi keberlangsungan demokrasi lokal di Indonesia. Bila dalam periode ini daerah-daerah dipimpin oleh individu yang tidak memiliki mandat elektoral, maka akan terjadi keterputusan antara pemerintah daerah dan warganya.

Adapun data nasional menunjukkan tren penurunan partisipasi dalam Pilkada secara konsisten.

Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), partisipasi pemilih pada Pemilu Serentak 2024 yang baru saja berlangsung, berada di kisaran 81,85%, namun angka partisipasi dalam pemilihan kepala daerah cenderung lebih fluktuatif dan di beberapa daerah menunjukkan penurunan, contohnya di Jawa Barat pada Pilkada terakhir, tingkat partisipasi pemilih menurun dari 74% menjadi 68,06%.

Fenomena ini menunjukkan adanya dinamika kepercayaan publik terhadap proses politik elektoral, yang masih rentan dipengaruhi oleh konteks lokal, efektivitas sosialisasi, dan persepsi terhadap integritas kandidat.

Selain itu, kelelahan pemilih (voter fatigue) juga menjadi faktor yang tak bisa diabaikan. Terlalu seringnya pemilu dalam kurun waktu singkat, ditambah minimnya hasil nyata dari proses demokrasi elektoral sebelumnya, membuat sebagian masyarakat menjadi jenuh dan kehilangan motivasi untuk berpartisipasi.

Penurunan partisipasi ini menegaskan berkurangnya ruang partisipatif yang bermakna di tingkat daerah, yang membuat sebagian warga merasa suaranya tidak berdampak pada kebijakan nyata.

Jika kemudian pada 2029–2031 masyarakat menyaksikan kepemimpinan lokal yang tidak berakar dari suara mereka, maka bisa dipastikan demokrasi elektoral akan makin kehilangan makna. Rakyat bukan hanya menjadi penonton, tapi akan merasa tidak memiliki ruang untuk memengaruhi arah kebijakan dan pengambilan keputusan.

Masa Transisi

Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah mulai 2029. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)

Namun sesungguhnya, masa jeda 2029–2031 juga bisa dibaca sebagai ruang untuk menata ulang hubungan negara dan masyarakat. Jika dikelola dengan tepat, transisi ini bisa menjadi ajang untuk menjamin kesinambungan program pembangunan daerah, memperkuat fondasi pemerintahan yang responsif, dan memastikan keberlanjutan pelayanan publik.

Dalam konteks ini, kesinambungan program menjadi isu penting yang tidak boleh diabaikan. Kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum Pilkada berikutnya digelar meninggalkan sejumlah program strategis yang mungkin masih berjalan.

Jika tidak ada transisi yang tertib dan terukur, maka risiko terhentinya program prioritas sangat mungkin terjadi, baik di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, maupun kesejahteraan sosial.

Perpanjangan masa jabatan kepala daerah dapat menjamin kesinambungan program, tetapi dengan catatan harus ada mekanisme akuntabilitas dan evaluasi berkala. Sementara jika Penjabat (Pj) yang ditunjuk, maka ia harus memiliki pemahaman utuh terhadap program yang sedang berjalan, serta memiliki kewenangan dan kapasitas untuk menjaganya agar tetap berada pada jalur yang telah direncanakan.

Tanpa penataan yang jelas, masa transisi ini bisa menjadi ruang stagnasi atau bahkan regresi dalam pelayanan publik. Karena itu, baik perpanjangan maupun penunjukan Pj harus disertai kerangka kerja yang menjamin bahwa arah pembangunan daerah tidak keluar dari rencana strategis yang telah ditetapkan sebelumnya.

 Reformasi Transisi

Menghadapi periode transisi 2029–2031, pemerintah pusat dan daerah tidak bisa hanya berpikir praktis. Mereka harus memastikan bahwa siapa pun yang memimpin daerah tetap menjamin keberlangsungan pelayanan publik dan tetap tunduk pada semangat akuntabilitas demokratis.

Dua skenario utama yang bisa diambil, yakni perpanjangan masa jabatan atau penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah, keduanya harus disiapkan dengan prinsip-prinsip tata kelola yang demokratis dan transparan.

Jika pemerintah memilih memperpanjang masa jabatan kepala daerah, maka kebijakan ini tidak boleh dijalankan secara otomatis atau tanpa batas waktu. Perpanjangan harus disertai dengan ketentuan waktu yang jelas, misalnya maksimal dua tahun, serta dibarengi dengan mekanisme evaluasi kinerja tahunan yang melibatkan DPRD dan masyarakat sipil.

Kepala daerah yang diperpanjang juga wajib menyampaikan laporan kinerja secara terbuka dan berkala, serta menunjukkan keterbukaan anggaran agar publik tetap memiliki ruang untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Sementara itu, apabila skenario yang dipilih adalah penunjukan Penjabat (Pj), maka proses seleksi harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Tidak cukup hanya menunjuk berdasarkan kedekatan atau jabatan administratif; Pj harus dipilih dengan melibatkan unsur-unsur lokal seperti DPRD, akademisi, dan tokoh masyarakat.

Masa jabatan Pj juga harus dibatasi dengan ketat dan disertai rencana kerja transisi yang konkret dan terukur. Lebih dari itu, perlu dibentuk sistem monitoring independen terhadap kinerja Pj, yang bisa berasal dari kalangan masyarakat sipil, lembaga riset, atau media lokal.

Dengan pendekatan ini, publik tidak hanya melihat proses administratif, tetapi juga merasakan bahwa negara hadir secara serius dalam menjamin kualitas demokrasi meski tanpa pemilu. Inilah tanggung jawab moral yang tidak boleh dilupakan oleh siapa pun yang sedang mengelola negara, apalagi di masa jeda yang penuh risiko seperti 2029–2031.

Demokrasi yang Tidak Diam

Demokrasi tidak boleh diam, bahkan di masa transisi. Periode 2029 ke 2031 bukan ruang kosong, melainkan ruang penuh pertaruhan. Apakah kita tetap setia pada prinsip kedaulatan rakyat atau menyerah pada pragmatisme kekuasaan?

Putusan MK membuka jalan untuk reformasi pemilu, tapi juga membuka lubang bagi kemungkinan krisis legitimasi jika tidak ditindaklanjuti dengan kebijakan yang cermat dan partisipatif.

Negara, baik pusat maupun daerah, wajib memastikan bahwa siapa pun yang memimpin daerah di masa transisi adalah figur yang bertanggung jawab kepada rakyat, bukan sekadar bertanggung jawab kepada pejabat di atasnya.

Akhirnya, demokrasi lokal akan tetap hidup jika rakyat tetap punya ruang untuk bersuara, ikut menentukan, dan dipercaya sebagai pemilik kedaulatan sejati. Siapa pun yang memimpin antara 2029 dan 2031, harus hadir bukan sekadar karena jabatan, tapi karena kepercayaan publik yang dijaga dengan integritas dan keterbukaan. (*)

Tonton Video Terbaru Ayobandung:

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Guruh Muamar Khadafi
Analis Kebijakan Ahli Muda, Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta ASN Nasional Lembaga Administrasi Negara
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 19 Okt 2025, 19:51 WIB

Bandung dan Gagalnya Imajinasi Kota Hijau

Menjadi kota hijau bukan sekadar soal taman dan sampah, tapi krisis cara berpikir dan budaya ekologis yang tak berakar.
Taman Film di Kota Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 18:34 WIB

Ketika Layar Mengaburkan Hati Nurani: Belajar dari Filsuf Hume di Era Society 5.0

Mengekpresikan bagaimana tantangan prinsip moral David Hume di tengah-tengah perkembangan tekonologi yang pesat.
Pengguna telepon pintar. (Sumber: Pexels/Gioele Gatto)
Ayo Jelajah 19 Okt 2025, 13:59 WIB

Hikayat Kasus Pembunuhan Grutterink, Landraad Bandung jadi Saksi Lunturnya Hegemoni Kolonial

Kisah tragis Karel Grutterink dan Nyai Anah di Bandung tahun 1922 mengguncang Hindia Belanda, mengungkap ketegangan kolonial dan awal kesadaran pribumi.
De Preanger-bode 24 Desember 1922
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 13:19 WIB

Si 'Ganteng Kalem' Itu Bernama Jonatan Christie

Jojo pun tak segan memuji lawannya yang tampil baik.
Jonatan Christie. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 12:15 WIB

Harapan Baru Prestasi Bulu Tangkis Indonesia

Kita percaya PBSI, bahwa pemain yang bisa masuk Cipayung memang layak dengan prestasi yang ditunjukan secara objektif.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: Dok. PBSI)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:47 WIB

Bandung dan Tantangan Berkelanjutan

Dari 71 partisipan UI GreenCityMetric, hanya segelintir daerah yang dianggap berhasil menunjukan arah pembangunan yang berpihak pada keberlanjutan.
Berperahu di sungai Citarum (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 11:00 WIB

Menyoal Gagalnya Bandung Raya dalam Indeks Kota Hijau

Dalam dua dekade terakhir, kawasan metropolitan Bandung Raya tumbuh dengan kecepatan yang tidak diimbangi oleh kendali tata ruang yang kuat.
Sampah masih menjadi salah satu masalah besar di Kawasan Bandung Raya. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Mildan Abdallah)
Ayo Netizen 19 Okt 2025, 08:41 WIB

Bandung, Pandawara, dan Kesadaran Masyarakat yang Harus Bersinergi

Untuk Bandung yang maju dan berkelanjutan perlu peran bersama untuk bersinergi melakukan perubahan.
Aksi Pembersihan salah satu sungai oleh Pandawara Group (Sumber: Instagram | Pandawaragroup)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 19:38 WIB

Antrean iPhone 17 di Bandung: Tren Gaya Hidup atau Tekanan Sosial?

Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama.
Peluncuran iPhone 17 di Indonesia kembali memunculkan fenomena sosial yang tak asing, yakni antrean panjang, euforia unboxing, dan dorongan untuk menjadi yang pertama. (Foto: Dok. Blibli)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 18:47 WIB

Sportainment di Pusat Perbelanjaan Bandung, Strategi Baru Menarik Wisatawan dan Mendorong Ekonomi Kreatif

Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu.
Pusat perbelanjaan kini bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menggabungkan belanja, rekreasi, dan olahraga dalam satu pengalaman terpadu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 18 Okt 2025, 17:31 WIB

Dapur Kolektif dan Semangat Komunal, Potret Kearifan Kuliner Ibu-Ibu Jawa Barat

Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung.
Majalaya, sebuah kota industri di Jawa Barat, baru-baru ini menjadi panggung bagi kompetisi memasak yang melibatkan ibu-ibu PKK dari berbagai daerah di Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 20:21 WIB

'Bila Esok Ibu Tiada': Menangis karena Judul, Kecewa karena Alur

Ulasan film "Bila Esok Ibu Telah Tiada" (2024). Film yang minim kejutan, tapi menjadi pengingat yang berharga.
Poster film "Bila Esok Ibu Telah Tiada". (Sumber: Leo Pictures)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 19:36 WIB

Balakecrakan Menghidupkan Kembali Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Bersama

Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa.
Balakecrakan, tradisi makan bersama yang dilakukan dengan cara lesehan, menyantap hidangan di atas daun pisang, dan berbagi tawa dalam satu hamparan rasa. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 18:10 WIB

Gen Z Mengubah Musik Menjadi Gerakan Digital yang Tak Terbendung

Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati.
Gen Z tidak hanya menjadi konsumen musik, tetapi juga kurator, kreator, dan penggerak tren. Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara musik diproduksi, didistribusikan, dan dinikmati. (Sumber: Freepik)
Ayo Jelajah 17 Okt 2025, 17:36 WIB

Sejarah Panjang Hotel Preanger Bandung, Saksi Bisu Perubahan Zaman di Jatung Kota

Grand Hotel Preanger menjadi saksi sejarah kolonial, revolusi, hingga kemerdekaan di Bandung. Dari pesanggrahan kecil hingga ikon berusia seabad.
Hotel Preanger tahun 1930-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 17 Okt 2025, 17:15 WIB

Lengkong Bergerak dari Kampung Kreatif Menuju Destinasi Wisata Urban

Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya.
Kecamatan Lengkong adalah ruang hidup yang terus bergerak, menyimpan potensi wisata dan bisnis yang menjanjikan, sekaligus menjadi cermin keberagaman dan kreativitas warganya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:33 WIB

Tunjangan Rumah Gagal Naik, Dana Reses DPR RI Justru Melambung Tinggi

Tunjangan rumah yang gagal dinaikkan ternyata hanya dilakukan untuk meredam kemarahan masyarakat tapi ujungnya tetap sama.
Gedung DPR RI. (Sumber: Unsplash/Dino Januarsa)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 16:04 WIB

Lagi! Otak-atik Ganda Putra, Pasangan Baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat Bikin BL Malaysia Marah

PBSI melalui coach Antonius memasangkan formula pasangan baru Rian Ardianto/Rahmat Hidayat.
Rahmat Hidayat dan Rian Ardianto. (Sumber: PBSI)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:38 WIB

Meneropong 7 Program Pendidikan yang Berdampak Positif

Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan program-program yang berkualitas.
Anak sekolah di Indonesia. (Sumber: indonesia.go.id)
Ayo Netizen 17 Okt 2025, 15:13 WIB

Hantu Perempuan di Indonesia adalah Refleksi dari Diskriminasi

Sejauh ini sebagian perempuan masih hidup dengan penderitaan yang sama, luka yang sama, dan selalu mengulang diskriminasi yang sama.
Perempuan dihidupkan kembali dalam cerita tapi bukan sebagai pahlawan melainkan sebagai teror. (Sumber: Freepik)