Pertarungan sengit antara Akaza dan Tanjiro di Demon Slayer: Infinity Castle (2025) menampilkan visual sinematik memukau dan emosi yang intens. (Sumber: Crunchyroll)

Ayo Netizen

Akaza di Demon Slayer: Sisi Manusia di Balik Iblis

Kamis 16 Okt 2025, 10:02 WIB

Film Demon Slayer: Infinity Castle (2025) kembali jadi sorotan di kalangan penggemar anime. Dengan durasi dua jam lebih, film ini bukan cuma menyuguhkan pertarungan epik dan visual megah, tapi juga memperlihatkan sisi emosional dari para karakternya. Salah satu yang paling mencuri perhatian tentu saja Akaza, iblis bulan atas nomor tiga yang ternyata punya kisah hidup menyayat hati.

Sebelum dikenal sebagai Akaza, ia adalah Hakuji Soyama, seorang remaja yang hidup dalam kemiskinan. Demi membeli obat untuk ayahnya yang sakit parah, Hakuji nekat mencuri. Namun, alih-alih dihargai karena niat baiknya, ia justru mendapat hukuman berat: tubuhnya diikat dan dicambuk berkali-kali.

Kehidupan Hakuji makin hancur ketika ayahnya bunuh diri karena tak ingin menjadi beban. Saat semuanya tampak gelap, muncul secercah harapan Hakuji bertemu guru bela diri bernama Keizo dan putrinya, Koyuki. Dari mereka, Hakuji belajar hidup dan menemukan arti keluarga.

Sayangnya, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Dojo tempat mereka tinggal diracuni, menewaskan Keizo dan Koyuki. Kehilangan itu membuat Hakuji kehilangan arah, hingga akhirnya menerima tawaran Muzan Kibutsuji untuk menjadi iblis dan lahirlah sosok Akaza.

Iblis yang Masih Menjaga Kode Moral

Meski dikenal sebagai salah satu iblis terkuat di bawah Muzan, Akaza bukanlah makhluk yang sepenuhnya gelap. Ia masih memiliki prinsip: tidak membunuh perempuan dan menghormati lawan yang kuat. Dalam banyak pertarungan, termasuk saat melawan Kyojuro Rengoku, Akaza terlihat lebih menghargai kekuatan dan keberanian dibanding sekadar haus darah.

Kemampuan bela dirinya juga luar biasa. Akaza mampu membaca aura dan energi lawan, membuatnya sulit dikalahkan. Tapi di balik kekuatan itu, ada luka batin yang belum sembuh rasa bersalah, kehilangan, dan kerinduan akan pengakuan sebagai manusia.

Berbeda dari Iblis Bulan Atas lainnya yang sering dipenuhi ambisi dan kebencian, Akaza dikenal loyal, disiplin, dan fokus pada tugas. Muzan Kibutsuji bahkan menganggapnya sebagai bawahan paling patuh dan bisa diandalkan.

Akaza di Demon Slayer: Infinity Castle (2025). (Sumber: Crunchyroll)

Dalam Kimetsu no Yaiba: First Fanbook, disebutkan bahwa Muzan menghormati Akaza karena kesetiaan dan dedikasinya yang tinggi. Ia bukan sekadar iblis yang kuat, tapi juga prajurit yang punya rasa hormat terhadap aturan bertarung sesuatu yang jarang ditemukan di dunia iblis.

Yang membuat karakter ini begitu istimewa adalah sisi kemanusiaan yang masih tertinggal dalam dirinya. Akaza bukan hanya musuh utama dalam cerita, tapi juga cerminan dari seseorang yang kehilangan arah karena terlalu banyak luka. Tragedi yang ia alami membentuk dinding keras di luar dirinya, tapi jauh di dalam, Akaza masih menyimpan penyesalan dan rasa ingin diakui sebagai manusia. Inilah yang membuat banyak penonton muda merasa tersentuh bahwa bahkan sosok yang tampak jahat pun punya kisah dan alasan di baliknya.

Film Infinity Castle menampilkan itu semua dengan kuat. Setiap adegan yang melibatkan Akaza terasa intens, emosional, dan manusiawi. Ia bukan cuma karakter antagonis, tapi simbol tentang perjuangan antara kegelapan dan cahaya di dalam diri seseorang.

Melalui Akaza, Demon Slayer: Infinity Castle memberikan pesan bahwa penderitaan bisa mengubah manusia, tapi tidak selalu menghapus sisi baik di dalamnya. Akaza adalah pengingat bahwa setiap luka punya cerita, dan setiap kejahatan mungkin lahir dari rasa kehilangan yang terlalu dalam.

Film ini berhasil menggabungkan aksi spektakuler dengan makna emosional yang kuat. Akaza, dengan segala kompleksitasnya, menjadi bukti bahwa bahkan di dunia iblis sekalipun, masih ada secercah cahaya kemanusiaan yang belum padam. (*)

Tags:
animeresensi filmDemon Slayer: Infinity CastleAkaza

Troy Agastya

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor