Ilustrasi popok bayi. (Sumber: Pexels/Emma Bauso)

Ayo Netizen

Seperti Surabaya, Bandung Harus Belajar Atasi Limbah Popok dan Pembalut

Kamis 23 Okt 2025, 10:10 WIB

Berdasarkan pengamatan saya salah satu faktor Surabaya bisa masuk ke dalam 10 nominasi Kota Berkelanjutan adalah upaya masifnya dalam menggagas perbaikan terhadap kondisi lingkungan hidup.

Permasalahan limbah sampah, pencemaran sungai, tata kelola kota yang buruk, perekonomian yang tidak merata serta transportasi layanan publik yang kurang mumpuni merupakan hampir masalah global yang dialami seluruh kota di Indonesia.

Namun dari semua hal yang menjadi faktor tersebut, saya cukup tertarik dengan pengelolaan limbah sampah popok dan pembalut perempuan. Selain karena saya pernah memikirkan hal yang sama untuk membuat langkah dalam mengatasi permasalahan limbah popok dan pembalut di Kota Bandung.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh Surabaya dengan cara membuat produk alternatif baru untuk menggantikan popok yang menjadi permasalah lingkungan, saya pribadi justru sempat memikirkan membuat formulasi dalam bentuk larutan baik kimia atau biokomia. Di mana formulasi tersebut harapannya bisa membantu mengurai limbah popok dan pembalut perempuan.

Melihat dari upaya yang dilakukan Surabaya-- bagi saya justru ini langkah konkret yang tidak hanya akan berjalan berkelanjutan tapi juga menyentuh akar masalah. Inovasi pembuatan popok dan pembalut kain ini justru langkah kampanye secara halus untuk merubah pola pikir masyarakat agar lebih peduli dengan lingkungan.

Menariknya penggunaan popok dan pembalut kain ini juga menjadi tonggak pertumbuhan ekonomi baru bagi masyarakat. Berdasarkan informasi yang saya dapat produksi ini melibatkan kaum perempuan dan penyandang disabilitas.

Penggunaan popok dan pembalut kain juga bisa menekan pengeluaran rumah tangga sehingga sisa uang yang ada bisa dipergunakan untuk hal lainnya yang lebih penting. Meski inovasi produk ini terlihat lambat tapi saya yakin justru ini langkah realistis yang bisa bertahan dalam jangka waktu lama.

Dibandingkan dengan upaya yang pernah saya pikirkan untuk membuat produk larutan penghancur limbah sampah tersebut. Sekilas ide yang saya pikirkan memang terkesan bisa mengatasi permasalahan limbah dengan cepat tapi langkah ini justru tidak menyentuh kesadaran masyarakat untuk peduli dengan lingkungan. Karena seringnya langkah instan justru membuat masyarakat malas dan bergantung dengan suatu produk yang bisa menyelesaikan masalah.

Masalah popok dan pembalut yang beredar di pasaran memang acap kali membuat ibu-ibu malas untuk mencuci pakaian anak-anaknya. Jauh sebelum kampanye popok instan ada, saya sering melihat ibu-ibu muda menyuci pakaian bayi dalam jumlah banyak karena popok kain zaman dahulu memang tidak didesain untuk menyerap cairan. Sehingga selain mengotori sejumlah rumah juga membuat para ibu tersebut memiliki waktu mencuci lebih banyak.

Namun beralihnya popok kain era dulu menjadi instan juga justru menimbulkan masalah baru baik bagi bayi, ibu dan lingkungan. Berapa banyak kasus iritasi pada bayi diakibatkan dengan penggunaan popok yang dalam prosesnya terdapat sejumlah bahan kimia, popok instan juga membuat sejumlah pengeluaran rumah tangga membengkak dan sudah jelas popok instan juga berdampak buruk terhadap lingkungan.

Tumpukan sampah di sekitar Pasar Cicadas, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Irfan Al Faritsi)

Dilansir dari tempo.com produk yang dirancang oleh Celia Sirua di mana residunya bisa dicuci menggunakan deterjen ramah lingkungan sehingga mengurangi limbah sampah untuk dibuang ke TPS. Popok dan pembalut yang dibuat oleh bumbi.id juga terbuat dari bahan katun yang lembut dan nyaman. Popok dan pembalut ini juga dilengkapi dengan adjustable button sehingga bisa digunakan dalam rentang usia yang panjang. Produk ini juga telah terverifikasi standar SNI sehingga sudah terjamin mutu dan keamanannya.

Bisnis yang digagas oleh Celia Sirua sebagai Fonder and CEO melalui komunitas Bumbi.id ini mendapat telah mendapat apresiasi di tingkat nasional sebagai Pengusaha Muda BRILiaN pada tahun 2024 untuk Best of The Best sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam menghadirkan solusi ramah lingkungan sekaligus memberdayakan masyarakat.

Langkah inovatif dan inisiatif dari kota pahlawan ini juga berhasil menempatkan Surabaya sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang masuk dalam Top 50 Bloomberg Mayor Challenge 2025 yang digagas oleh Bloomberg Philanthropies.

Menurut pengamatan saya keberhasilan Kota Surabaya dalam mengatasi sejumlah permasalahan lingkungan adalah adanya sinergitas solid yang hadir baik dari masyarakat, pemilik usaha juga pemerintah setempat. Hal ini terlihat dari Wali Kotanya yang memfasilitasi produk inovatif ini dengan sangat baik. Bukan tentang sejumah uang yang diberikan tapi upaya keterlibatan pemerintah secara langsung untuk mengenalkan produk tersebut kepada masyarakat dan dunia. Beberapa kegiatan seminar dan gathering dilakukan untuk memantau dan mengevaluasi sejumlah produk di pasaran.

Bahkan Pemkot Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) turut melibatkan dirinya dengan berkolaborasi dengan komunitas Bumbi.id dengan meluncurkan program sosialisasi masif untuk mendorong penggunaan produk kain yang dapat dipakai berulang sebagai alternatif produk sekali pakai. Inovasi ini diperkuat dengan skema pemberdayaan ekonomi dengan melibatkan partisifasi aktif perempuan dan penyandang disabilitas yang ada di Kota Surabaya.

Terkadang yang dibutuhkan saat ini bukan program megah yang menghabiskan milyaran hingga triliunan tapi hanya berjalan di awal dan tidak ada keberlanjutan yang bermakna di masa depan. Program kecil yang merangkul seluruh stakeholder justru punya keberlanjutan cerah meski dengan langkah yang kecil. Karena keberhasilan bukan dilihat dari upaya masif di awal tapi langkah konsisten yang dijaga secara terus-menerus.

Kota Surabaya memang layak mendapat julukan kota pahlawan, tidak hanya atas keberanian dan aksi heroiknya dalam melawan penjajahan Belanda di era kolonialisme juga telah membuktikan sebagai kota pahlawan untuk Indonesia, kota pahlawan bagi penyelamatan bumi dari kerusakan lingkungan. (*)

Tags:
pengolahan limbahSurabayaBandung RayaKota Bandung

Dias Ashari

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor