Tidak ada luka yang lebih dalam daripada kehilangan anak. Namun, di balik tragedi kematian Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana yang diduga menjadi korban perundungan, muncul sosok ibu dengan hati luar biasa besar. Dalam podcast bersama Denny Sumargo, Sharon, ibu Timothy, mengucapkan kalimat yang membuat banyak orang terdiam:
“Tante sudah tidak punya anak lagi. Jadi, kamu sekarang harus menjadi anak tante.”
Ucapan itu ditujukan kepada salah satu dari mereka yang dulu pernah menyakiti Timothy. Bukan sindiran, bukan sarkasme, melainkan undangan tulus dari seorang ibu yang memilih mengampuni dan bahkan merangkul mereka sebagai anaknya sendiri.
Kisah ini membuat banyak orang merenung. Bagaimana mungkin seseorang yang kehilangan begitu besar justru membuka hati seluas itu? Sharon tidak hanya memaafkan, tapi juga ingin membimbing mereka yang dulu terlibat agar menjadi manusia yang lebih baik. Ia menegaskan bahwa kini, jika “anak-anak” itu ingin pergi ke mana pun, atau melakukan sesuatu, mereka harus tetap mengabari dirinya layaknya anak dan ibu.
Bagi Sharon, cinta tidak berhenti ketika anaknya tiada. Ia justru memperluasnya. Ia tidak ingin mereka hidup dengan rasa bersalah selamanya. Ia ingin mereka belajar dari kesalahan, tumbuh, dan menjadi pribadi yang penuh kasih. Sikap ini bukan tanda kelemahan. Ini bentuk keberanian yang paling langka: keberanian untuk mencintai di tengah luka.
Kasih yang Mengubah Cara Kita Melihat Dunia
Kisah Sharon mengajarkan bahwa kemanusiaan sejati lahir dari hati yang mampu melihat kebaikan di balik kegelapan. Ia tidak menolak keadilan, tetapi juga tidak ingin hidup dalam amarah. Sikapnya menjadi simbol bahwa kejahatan tidak harus dibalas dengan kebencian bahwa cinta bisa menjadi bentuk perlawanan paling kuat terhadap kekerasan sosial.
Dalam dunia yang cepat menghakimi, Sharon memilih untuk menyembuhkan. Ia tidak menunggu pelaku berubah, tapi justru mengulurkan tangan agar mereka punya kesempatan untuk berubah. Ia ingin agar tragedi anaknya menjadi titik balik bukan hanya bagi kampus, tapi bagi siapa pun yang lupa arti empati.
Dari Sharon, kita belajar bahwa:
1. Memaafkan tidak berarti melupakan, tetapi memilih untuk tidak hidup dalam kebencian.
2. Kasih bisa menumbuhkan kesadaran, lebih dalam daripada hukuman yang menakut-nakuti.
3. Seorang ibu sejati tidak berhenti menjadi ibu, bahkan ketika anaknya sudah tiada.
4. Kebaikan adalah bentuk keadilan yang paling manusiawi.
Di tengah dunia yang penuh kemarahan dan saling menyalahkan, Sharon menjadi pengingat bahwa manusia masih bisa memilih jalan kasih.
Baca Juga: Mati Kelaparan di Negeri para Bedebah
Kasih Ibu Timothy adalah cahaya di tengah gelapnya tragedi. Ia kehilangan, tapi tidak menutup diri. Ia disakiti, tapi tetap memberi ruang untuk cinta. Ia tidak menuntut dunia untuk berubah ia memulainya sendiri, dari hatinya.
Sharon membuktikan bahwa cinta tidak hanya bertahan dalam bahagia, tetapi juga mampu hidup dalam kehilangan. Dan mungkin, dari seorang ibu yang kehilangan segalanya, kita justru belajar makna terdalam dari menjadi manusia: bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar dari maaf yang lahir dari kasih. (*)