Parkir Liar kepada Peserta AHY Fun Run 5K di Lapangan Saparua Bandung (Sumber: Printerest)

Ayo Netizen

Bandung dan Pungutan Liar Wisata yang Tak Pernah Usai

Senin 10 Nov 2025, 07:54 WIB

Kutipan dari pastor tersebut terpampang nyata dalam tembok yang dilewati menuju jalan Asia Afrika. Adapun kutipan ini bersumber dari tulisannya di koran nasional pada 10 Juli 1975. Menurut saya kutipan ini juga sangat merepresentasikan Kota Bandung yang sejak zaman dahulu di anugerahi oleh bentangan alam pegunungan dan perbukitan yang indah.

Bandung memang kota yang tak pernah lepas dari potensi wisata alam yang indah, potensi wisata tempat bersejarah hingga potensi wisata kekinian yang didesain secara modern. Anugerah ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Kota Bandung. Tak hanya itu bahkan bisa menghidupkan ekonomi berbagai masyarakat yang hidup didalamnya.

Satu hal yang sangat disayangkan adalah hadirnya pungutan liar hampir di setiap wisata yang ada. Mulai dari wisata skala kecil hingga besar, mulai dari pungutan liar hingga parkir liar, mulai dari wisata alam hingga daerah wisata kuliner.

Baru-baru ini di sekitar tempat saya tinggal ada pasar malam dadakan yang nomaden ke beberapa daerah. Tahun sebelumnya pasar malam ini cukup sepi karena selalu turun hujan. Namun satu minggu ini dengan cuaca yang cerah, pasar malam lebih ramai dikunjungi. Saat melewati pasar malam beberapa hari buka tempat ini langsung dihadiri oleh sejumlah anak muda yang mendadak jadi tukang parkir. Membludaknya pengunjung tentu menjadi kesempatan bagi masyarakat sekitar yang juga mencari keuntungan lewat motor-motor yang terparkir.

Dua tahun ke belakang saya pribadi pun pernah mengalami pungutan liar saat memasuki kawasan Taman Langit Pangalengan. Setelah dimintai uang untuk tiket masuk, pulangnya saya bersama teman harus membayar biaya parkir sebesar Rp.10.000. Kemudian pada awal tahun 2025 sedang ramai wisata gratis yaitu Upas Hills hanya membayar Rp.5000 untuk parkir. Hanya saja setelah viral karena banyak pendaki yang tertarik mendadak ada pungutan liar yang dimintai sejumlah orang yang mengaku pengurus dari kawasan gunung tangkuban perahu sebanyak Rp.40.000.

Info ini saya dapatkan dari beberapa sumber informasi melalui medsos saat ada konten kreator yang mewawancarai sejumlah pihak sambil merekamnya. Sementara teman saya dari Subang yang sempat berangkat ke sana mengaku mendapatkan pungutan liar saat tiba di puncak dengan nominal yang sama.

Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Begitu juga dengan wisata yang ada di Kawasan Gunung Puntang. Sejumlah tiket masuk dibanderol seenaknya. Lalu mendadak turun setelah tidak ada uang kembalian. Lucunya saat dimintai bukti karcis, penjaga tidak memberikan dan menyuruh saya bersama teman untuk segera masuk saja. Belum lagi untuk mengakses beberapa fasilitas seperti cafe dan curug harus kembali membayar Rp.10.000. Padahal sebelum ada Cafe, lahan situs radio itu bisa diakses secara gratis.

Sejumlah berita di media juga menunjukkan realitas yang sama. Dilansir dari PRFM pada Oktober 2025 ada pungutan liar yang viral di media sosial tepatnya di Warung Nasi Bu Imas. Pengunjung yang menggunakan mobil dimintai uang parkir sejumlah Rp.30.000. Padahal dari informasi yang dihimpun dari PRFM, melalui hasil penyelidikan diketahui lokasi yang menjadi pugutan liar merupakan lahan berizin yang dikelola Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung.

Aksi pungli akan makin marak terjadi saat memasuki musim diliburan di akhir tahun. Biasanya orang-orang ini akan mematok harga setinggi-tingginya untuk mendulang keuntungan yang besar saat momentum terjadi.

Dilansir darti detik.com kejadian pemungutan liar juga terjadi saat momen Idul Fitri 2024. Aksi pungli tersebut oleh tiga orang bang jago di Kawasan Perkebunan Teh Lonsum Leuweung Panjang, Kampung Citawa, Desa Tarumawijaya, Kecamatan Kertasari. Tak hanya pemaksaan pungli tapi terjadi kekerasan yang dilakukan bang jago saat mengaku tersinggung oleh ucapan korban.

Kegiatan pungli memang cukup menguras perencanaan finansial liburan. Tentu selain membuat hati kesal pungli juga dapat memicu ketidaknyaman pengunjung untuk datang kembali ke tempat wisata yang bersangkutan. Lambat-laun tentu jika tidak ada penindaklanjutan dari pemerhati kebijakan maka aksi pungli akan semakin menjamur dan tidak akan pernah usai.

Fenomena ini menjadi pertanyaan mengapa permasalahan pungutan liar di tempat wisata Kota Bandung seakan tidak pernah usai. Semakin diusut rasanya makin terus bertumbuh hanya berpindah tempat saja. Hal ini membawa kepada beberapa spekulasi pada apakah maraknya sejumlah pungutan liar karena gagalnya pemerintah memberikan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Atau justru sudah menjadi profesi yang dinormalisasi karena dianggap mudah dan tidak memerlukan modal. (*)

Tags:
wisata Bandungfenomena turisme Bandungpungutan liar

Dias Ashari

Reporter

Aris Abdulsalam

Editor