Saat sedang asyik membaca buku Aku Klik Maka Aku Ada: Manusia dalam Revolusi Digital karya F. Budi Hardiman (Kanisius, 2021), tiba-tiba muncul notifikasi dari Instagram @peacegenid bertajuk “Masih Ingat dengan Apa yang Terjadi Pekan Lalu di SMAN 72 Jakarta?”

Memetic (Mimetic) Violence?
Dalam laporan CNN Indonesia, Rabu (12/11/2025 07:30 WIB) Densus 88 Antiteror Polri mengaitkan motif pelaku dengan fenomena kekerasan yang muncul akibat peniruan di dunia digital, yang mereka sebut sebagai “memetic violence daring.”
PPID Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menjelaskan bahwa pelaku yang masih berstatus anak tidak memiliki kaitan dengan jaringan teror mana pun.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan sejumlah nama tokoh dan ideologi yang ditulis pelaku pada permukaan airsoft gun-nya. Tokoh-tokoh idolanya adalah pelaku penembakan massal di berbagai negara:
1. Alexandre Bissonnete – Penembakan di Quebec City (2017)
2. Luca Traini – Penembakan enam migran Afrika di Macerata (2018)
3. Brenton Harrison Tarrant – Penembakan di dua masjid, Selandia Baru (2019)
4. Eric Harris – Pelaku penembakan Columbine
5. Dylan Klebold – Pelaku penembakan Columbine
6. Dylann Roof – Penembakan di gereja di Amerika Serikat
Psikolog dan grafolog Joice Manurung menjelaskan perilaku kekerasan yang didorong oleh hasrat meniru sosok tertentu yang disebut “mimetic violence.”
Sering kali pelaku tidak memiliki masalah langsung dengan korban, tetapi terdorong oleh keinginan mengimitasi agresi tokoh yang diidolakan.
Tentunya fenomena unik ini memiliki dua landasan teori:
1. Teori Mimetika (Mimetic Theory) – René Girard, kekerasan lahir dari mimesis (peniruan) yang memicu rivalitas.
2. Teori Memetika (Memetic Theory) – Richard Dawkins, meme adalah unit ide yang bereplikasi seperti gen. Di era digital, konsep ini berkembang menjadi memetic violence.

Alarm Baru dari Dunia Digital
Dalam laman reskrimum.metro.polri.go.id, Ahad (16/11/2025) memetic violence dijelaskan sebagai alarm baru dalam ruang digital. Kekerasan ini muncul karena peniruan ide atau perilaku ekstrem yang menyebar seperti virus ide yang lewat konten, komentar, dan narasi yang terus berulang.
Bagi individu yang sedang dalam kondisi psikologis rentan, seperti korban perundungan atau merasa tak berdaya, ide ekstrem dari internet bisa tampak seperti jalan keluar.
Karena itu, yang paling penting adalah pendampingan mulai dari membangun literasi digital, mengajak diskusi terbuka sampai ikut menciptakan ruang aman bagi anak dan remaja untuk berpikir tanpa takut dihakimi.

Dinamika Medsos Berujung Petaka
Dengan arus informasi yang sangat cepat, konten kekerasan baik berupa meme, video, tulisan, maupun simbol sangat mudah tersebar dan dinormalisasi. Ketika konten berseliweran dijadikan inspirasi, memetic (mimetic) violence dapat terjadi tanpa disadari.
Maka dari itu @peacegenid, mengingat kepada kita tentang 5 hal saat berselancar di media sosial:
1. Hindari menonton atau membagikan video/meme yang mengandung kekerasan.
2. Laporkan konten berbahaya dan provokatif.
3. Pahami peran media sosial dalam membentuk cara berpikir.
4. Kuatkan nilai empati, moral, dan budaya damai.
5. Tingkatkan literasi digital demi keamanan bersama.
Kita perlu memahami bagaimana menempatkan diri di ruang digital agar terhindar dari tindakan negatif seperti memetic (mimetic) violence.
Pasalnya, setiap konten yang kita konsumsi dan bagikan memiliki dampak yang nyata, terutama bagi mereka yang sedang berada dalam kondisi psikologis rentan.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk menjadi pengguna yang lebih sadar, kritis, empatik, jangan asal share sebelum nyaring dalam memaknai setiap informasi yang melintas di beranda kita.
Mari menjadi generasi yang cerdas bermedia sosial. Caranya pilih sebelum klik, pikir sebelum bagikan, dan peduli sebelum terlambat.
Dengan membangun budaya digital yang sehat, ramah, dan penuh tanggung jawab, kita bukan hanya melindungi diri sendiri, tetapi ikut terlibat dan membantu menjaga ruang aman bagi anak, remaja, dan masyarakat secara keseluruhan.
Saatnya cerdas dan bijak bermedsos, karena satu unggahan kita hari ini bisa membawa pengaruh besar bagi seseorang di luar sana. (*)