Dari Wali Kota Medsos ke Wapres Republik: Gibran dan Masa Depan Politik Personalistik

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Selasa 01 Jul 2025, 17:06 WIB
Wapres RI Gibran Rakabuming (Sumber: Setneg | Foto: Website Setneg)

Wapres RI Gibran Rakabuming (Sumber: Setneg | Foto: Website Setneg)

Terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia membuka satu babak baru dalam sejarah politik kita. Ia menjadi Wapres termuda yang pernah menjabat, tetapi juga simbol kuat dari perubahan wajah demokrasi yang tengah bergerak ke arah semakin personal, visual, dan digital.

Dalam waktu yang terbilang singkat, Gibran melewati lompatan politik yang luar biasa: dari pengusaha katering, menjadi Walikota Solo, lalu kini menduduki kursi orang nomor dua di republik ini.

Namun yang menarik bukan hanya kecepatannya menanjak, yakni dari sisi digitak public relations, adalah bagaimana ia hadir ke publik lebih sebagai figur yang atraktif secara media, ketimbang sebagai pemimpin yang menyampaikan arah kebijakan negara.

Sebagai Walikota Solo, Gibran dikenal aktif di media sosial, sering melempar komentar ringan, membalas keluhan warga dengan gaya santai, dan sesekali menggunakan meme sebagai medium komunikasi. Ia hadir seperti warganet senior yang kebetulan menjabat kepala daerah. Publik menyambut hangat, terutama generasi muda yang merasa terhubung dengan gaya informalnya.

Kini saat ia menjabat Wakil Presiden, gaya itu tetap dipertahankan. Gibran masih menjadi tokoh yang dekat secara digital, tetapi publik belum melihat peran yang jelas dalam urusan-urusan strategis kenegaraan.

Ia jarang tampil sebagai pengusung gagasan dalam isu sistemik seperti reformasi pendidikan, transformasi birokrasi, penguatan kelembagaan negara, atau kebijakan tata kelola digital. Padahal sebagai Wapres, posisinya tentu lebih dari sekadar pendamping simbolis. Ia seharusnya menjadi bagian dari arsitektur kebijakan negara, menjadi penghubung antara kebijakan makro dan suara akar rumput.

Fenomena ini mencerminkan apa yang oleh banyak pengamat ilmu sosial disebut sebagai demokrasi narsistik (Verhulst, 2020; de Marsilac, 2023), yaitu kecenderungan politik hanya sebagai panggung pencitraan, bukan arena kerja kebijakan. Keduanya menyimpulkan, efek algoritma dan digitalisasi terhadap demokrasi menciptakan budaya “like” dan konsumsi informasi massal yang membentuk subjek digital narsistik—lebih mementingkan citra personal dan interaksi dangkal ketimbang diskursus publik yang bermakna.

Dalam model ini, pemimpin hadir bukan untuk memperkuat sistem, tetapi cukup tampil di hadapan publik, memberi kesan dekat dan responsif. Sering kali, persepsi menggantikan prestasi, dan gaya bicara lebih menentukan citra ketimbang rekam jejak kerja.

Dalam sistem seperti ini, eksistensi digital lebih penting daripada posisi institusional. Seorang pejabat tidak perlu menjelaskan kebijakan yang rumit, cukup hadir dengan senyum, balasan komentar, atau video yang relatable. Padahal, efektivitas pemerintahan sangat bergantung pada kerja kolektif, desain sistem, serta kapasitas membangun institusi yang tahan terhadap perubahan figur.

Gibran memang bukan satu-satunya contoh, tetapi ia adalah figur paling terang-benderang dari era politik yang lebih mengutamakan impresi ketimbang intensi. Ia berada di persimpangan penting, antara melanjutkan karier sebagai bintang media sosial atau membuktikan diri sebagai negarawan.

Posisi Wapres seharusnya bukan ruang sunyi yang hanya diisi rutinitas protokoler, tetapi ruang pengaruh yang bisa digunakan untuk menggerakkan reformasi dan inisiatif kebijakan baru.

Evaluasi Kinerja

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia)
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia)

Sebagai figur publik, tentu wajar jika Gibran tetap memelihara kedekatan dengan masyarakat melalui kanal-kanal digital. Namun di saat yang sama, publik juga berhak menagih keberpihakan kebijakan. Komunikasi digital memang penting, tetapi akan kehilangan makna jika tidak dibarengi keberanian menyuarakan posisi terhadap isu-isu strategis.

Saat ini publik belum melihat arah itu. Wacana-wacana besar tentang kualitas pendidikan nasional, daya saing teknologi, ketimpangan sosial, atau janji 19 juta lapangan kerja, justru sepi dari suaranya.

Itulah sebabnya publik perlu mulai mengevaluasi kehadiran pemimpin bukan hanya dari cara mereka tampil, tetapi dari gagasan apa yang mereka tawarkan. Apakah Gibran punya visi kebijakan? Apakah ia sedang membangun sistem atau hanya mengisi panggung? Apakah publik cukup puas dengan wakil presiden yang akrab di layar gawai, tetapi tak terdengar dalam perdebatan kebijakan publik?

Demokrasi bukan reality show. Ia membutuhkan pemimpin yang tak sekadar hadir di hadapan kamera, tetapi mampu menyusun arah perubahan. Kita butuh lebih dari sekadar sosok yang akrab, tetapi yang juga punya keberanian mengambil posisi dalam isu penting negara. Popularitas memang memberi jalan, tetapi yang menentukan kualitas demokrasi tetaplah kapasitas kepemimpinan.

Jika Gibran ingin menulis sejarahnya sebagai pemimpin nasional, ia perlu mulai bicara kebijakan. Ia harus mampu mengambil peran substantif secara proporsional dalam pemerintahan, bukan hanya mengelola impresi publik.

Kesempatan itu terbuka, dan masyarakat sebaiknya tak ragu menagihnya. Ia punya modal politik dan popularitas yang tak dimiliki oleh semua pejabat. Tapi modal itu hanya akan menjadi kekuatan transformasi jika dipakai untuk memperbaiki struktur, bukan sekadar memperindah permukaan.

Dan pada titik itu, publik pun perlu berubah. Tak cukup menjadi penonton yang hanya menyukai gaya pemimpin, tetapi perlu berperan aktif menilai arah dan dampak dari setiap kebijakan. Demokrasi yang sehat bukan hanya soal siapa yang tampil paling sering, tetapi siapa yang bekerja paling nyata untuk rakyat.

Sudah cukup kita memilih pemimpin berdasarkan citra digital. Sudah saatnya kita kembali pada pertanyaan dasar demokrasi: siapa yang bisa memimpin dengan gagasan, membangun sistem, dan berani berpihak pada kepentingan rakyat secara nyata. (*)

Jangan Lewatkan Podcast Terbaru AyoTalk:

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Peminat komunikasi publik & digital religion (Comm&Researcher di CDICS). Berkhidmat di Digital PR Telkom University serta MUI/IPHI/Pemuda ICMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 18 Agu 2025, 15:01 WIB

Melirik Potensi Bisnis Ikan Gabus Hias yang Punya Harga Jual Jutaan Rupiah

Ikan gabus yang dulu dianggap tak bernilai berubah status menjadi primadona baru di kalangan penghobi ikan hias. Hewan air tawar yang biasa ditemukan di rawa dan sungai ini kini diperdagangkan dengan
Ikan gabus hias. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Jelajah 18 Agu 2025, 14:58 WIB

Sejarah Pertempuran Lengkong Besar, Pasukan Bambu Runcing Dibombardir Tank dan Panser

Sejarah Pertempuran Lengkong Besar di jantung Bandung, pemuda berbekal senjata seadanya melawan tank Gurkha dan pesawat Mustang.
Tank pasukan Gurkha dalam sebuah pertempuran di Asia Tenggara tahun 1945. (Sumber: Imperial War Museums)
Ayo Biz 18 Agu 2025, 13:40 WIB

Rahasia Kesuksesan Kopi Klenteng, Warkop Favorit di Jantung Kota Bandung

Di kawasan Pecinan Bandung, tepatnya di Jalan Kelenteng No. 26, Andir, terdapat sebuah kedai kopi kecil yang selalu ramai oleh pengunjung. Meski ukurannya tidak besar, Kopi Kelenteng berhasil menyedot
Kopi Klenteng (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 18 Agu 2025, 11:40 WIB

Semarak Pawai dan Lomba Agustusan 

Agustusan bukan sekadar perayaan, tapi menjadi momen guyub penuh warna, ceria, dan asyik.
Siswa SD Negeri 067 Nilem dengan didampingi guru dan orang tua mengikuti karnaval merah putih saat melintas di Jalan Nilem, Kota Bandung, Kamis 14 Agustus 2025. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 18 Agu 2025, 10:47 WIB

Tacit Knowledge: Menyelamatkan Sejarah dari Lupa Kolektif

Pengetahuan yang melekat dalam kesan pribadi, intuisi, pengalaman, tradisi lisan, dan ingatan kolektif disebut tacit knowledge.
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. (Sumber: Dok. Direktorat Jenderal Kebudayaan)
Ayo Netizen 18 Agu 2025, 08:54 WIB

Fenomena Bendera One Piece dari Perspektif Penggemar

Fandom One Piece yang biasanya membahas spoiler dan fan-theory tiba-tiba menjadi sangat ramai dengan tuduhan makar.
Bendera Jolly Roger alias bajak laut Akagami dalam serial One Piece berkibar di permukiman warga Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 20:42 WIB

Ketika Warisan Suci Dikoyak oleh Skandal dan Kekuasaan, Masihkah Ulama sebagai Pewaris Nabi?

Opini ini mempertanyakan kembali kesucian hadist nabi yang bermakna "ulama sebagai pewaris para nabi" melihat realita oknum kiai saat ini.
Nabi-nabi tidak mewariskan harta, tahta, atau kekuasaan. Mereka mewariskan ilmu yang membebaskan, akhlak yang mulia, dan keberanian melawan kezaliman (Sumber: Pexels/Ahmet Çığşar)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 18:06 WIB

Do'a 3 Tahun untuk Mukti-Mukti

Mukti adalah musisi balada unik dan menarik.
Mukti Mukti, musisi balada asal Bandung, wafat 15 Agustus 2022. (Sumber: Facebook/Mukti-Mukti)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 14:13 WIB

80 Tahun Komunikasi Publik Indonesia Beserta Kontras-nya

Tepat 80 tahun Indonesia berusia, Agustus 2025 ini.
Sejumlah siswa SD Negeri 067 Nilem dengan didampingi guru dan orang tua mengikuti karnaval merah putih saat melintas di Jalan Nilem, Kota Bandung, Kamia 14 Aguatus 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 12:07 WIB

Refleksi HUT RI ke-80: Merdeka di Era Baru

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tonggak besar bangsa Indonesia.
Paskibra yang terdiri dari pelajar terpilih dari sejumlah sekolah se-Kota Bandung itu berlatih untuk persiapan upacara HUT ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 17 Agu 2025, 10:27 WIB

Sejarah Kabar Proklamasi Kemerdekaan RI Sampai ke Bandung via Kantor Berita Domei

Dari kantor Domei, berita proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 menyebar di Bandung melalui papan tulis, pamflet tinta merah, dan udara radio.
Kantor Domei cabang Jawa Barat di Bandung (sebelumya De Driekleur) yang jadi titik mulai sampainya kabar proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 (sebelumya De Driekleur). (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 09:39 WIB

Merayakan Birthday Trip di Garut

Birthday trip adalah kegiatan yang bisa dilakukan seseorang untuk merayakan hari ulang tahun dengan cara melakukan perjalanan singkat.
Pemandangan Kereta Commuter Line Garut (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 17 Agu 2025, 00:58 WIB

Yang Dilakukan Soekarno Sebelum dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Rumah Maeda dan Pegangsaan Timur jadi saksi sejarah detik-detik menegangkan yang dijalani Bung Karno sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Mohammad Hatta (kiri) dan Soekarno (kanan) dalam sebuah kesempatan. (Sumber: Wikimedia)
Beranda 16 Agu 2025, 23:03 WIB

Kisah Siti Fatimah: Intel Cilik yang Menjadi Saksi Agresi Militer Belanda

Senyum sumringah Fatimah seketika hilang saat ia menceritakan dua sahabatnya yang gugur dalam bertugas.
Siti Fatimah (95) veteran yang dulu bertugas menjadi mata-mata saat usianya masih 15 tahun. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 19:03 WIB

Dari Genggaman Berujung Cuan, Perjalanan dan Strategi ala Owner Bisnis Online

Di tengah derasnya arus digitalisasi, Sofia melihat peluang bisnis di balik layar ponsel yang tak pernah lepas dari genggaman generasi muda.
Produk  pakaian jadi anak dari bisnis online TikiTaka Kids. (Sumber: dok. TikiTaka Kids)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 17:59 WIB

Ketika Panggung Berganti: Eksanti dan Kisah di Balik Jahitan Yumnasa

Eksanti memilih meninggalkan gemerlap dunia hiburan untuk membangun bisnis fesyen muslim yang ia beri nama Yumnasa.
Eksanti, owner dari brand fesyen muslim Yumnasa. (Sumber: Yumnasa)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 16:31 WIB

Arys Buntara dan Roemah Kentang 1908: Ketika Keberanian Menyulap Mitos Jadi Magnet Kuliner

Rumah Kentang, tempat yang konon dihuni aroma mistis dan cerita anak kecil yang jatuh ke dalam kuali. Tapi di mata Arys, rumah itu bukan kutukan, tapi peluang.
Penampakan depan dari resto hits di Kota Bandung, Roemah Kentang 1908. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 14:47 WIB

Sneaker, Sepatu yang Bisa Masuk dengan Gaya Pakaian Apapun

Sepatu sneaker merupakan jenis sepatu kasual yang awalnya dibuat untuk kebutuhan olahraga. Namun kini, sepatu ini lebih banyak digunakan sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari.
Ilustrasi foto sepatu sneaker (Pixabay)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 10:21 WIB

Hobi Bikin Kerajinan Tali Antarkan Merlin Jadi Juragan Gelang

Siapa sangka sebuah hobi menganyam tali bisa mengantar seseorang meraih kesuksesan besar. Merlin Sukmayadin (36), warga Kompleks Puri Cipageran Indah 2, Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, KBB
Merlin Sukmayadin pengusaha gelang tali. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 09:19 WIB

Legenda Kulliner Sunda di Jantung Pasar Cihapit

Bandung dikenal sebagai surga kuliner dengan beragam pilihan makanan khas Jawa Barat. Di tengah ramainya perkembangan kafe modern, masih ada satu warung makan sederhana yang tetap menjadi primadona
Menu di warung makan Bu Eha. (Foto: GMAPS Bu Eha)