Refleksi HUT RI ke-80: Merdeka di Era Baru

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah, M.Hum diterbitkan Minggu 17 Agu 2025, 12:07 WIB
Paskibra yang terdiri dari pelajar terpilih dari sejumlah sekolah se-Kota Bandung itu berlatih untuk persiapan upacara HUT ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Paskibra yang terdiri dari pelajar terpilih dari sejumlah sekolah se-Kota Bandung itu berlatih untuk persiapan upacara HUT ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tonggak besar bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Soekarno dan Hatta bukan hanya sebuah deklarasi politik, melainkan simbol keberanian kolektif untuk melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme.

Di usia 80 tahun, bangsa ini telah melewati pasang surut sejarah, perjuangan mempertahankan kedaulatan, membangun demokrasi, hingga menghadapi tantangan globalisasi.

Namun, ada satu hal yang berbeda pada perayaan kali ini, kita hidup di era masyarakat jejaring, sebuah dunia baru di mana kehidupan sosial, ekonomi, dan politik sangat dipengaruhi oleh jaringan digital.

Jika dulu kemerdekaan diraih lewat persatuan fisik, kini kita ditantang untuk memaknai kemerdekaan dalam dunia virtual. Bukan lagi soal senjata dan medan perang, melainkan soal algoritma, data, dan ruang digital yang mengikat kita dalam jejaring tanpa batas.

Pertanyaan penting pun muncul: apa artinya menjadi warga Indonesia sekaligus warga jejaring di usia 80 tahun kemerdekaan ini?

Dari Kedaulatan Bangsa ke Kedaulatan Digital

Manuel Castells (2000) menyebutnya network society. Dalam masyarakat ini, setiap individu bukan lagi sekadar penerima informasi, tetapi simpul aktif yang saling terhubung dan mempengaruhi. Kita tidak lagi hidup hanya dalam komunitas geografis, tetapi juga dalam komunitas digital yang melintasi batas negara.

Refleksi HUT RI ke-80 mengingatkan kita bahwa identitas kebangsaan kini berlapis. Kita tetap warga negara Indonesia dengan hak dan kewajiban sesuai konstitusi, tetapi sekaligus warga jejaring yang kehidupannya dipengaruhi interaksi di WhatsApp, Instagram, TikTok, hingga ruang diskusi global.

Maka, kemerdekaan hari ini harus dibaca ulang, tidak cukup hanya merdeka dari penjajahan fisik, tetapi juga dari ketergantungan digital, kolonialisme data, dan keterjebakan algoritma.

Proklamasi Klik: Ekspresi Kebebasan Baru

Masyarakat Lembang Bandung Barat Meriahkan HUT Ke-78 RI dengan Karnaval. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Masyarakat Lembang Bandung Barat Meriahkan HUT Ke-78 RI dengan Karnaval. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Delapan puluh tahun lalu, teks proklamasi hanya dua kalimat, tapi mengguncang dunia. Kini, jutaan status, komentar, dan unggahan setiap hari menjadi ekspresi diri warga bangsa. Media sosial adalah ruang publik baru, tempat warga menyuarakan aspirasi, mengekspresikan identitas, sekaligus berpartisipasi dalam kehidupan demokrasi.

Kita bisa melihat bagaimana hashtag activism seperti #ReformasiDikorupsi atau #SaveKPK menjadi cara warga Indonesia bersuara, mirip dengan semangat proklamasi yang dulu menggetarkan rakyat. Perbedaannya, jika proklamasi 1945 disiarkan lewat radio dan koran, proklamasi 2025 berlangsung lewat notifikasi di ponsel.

Namun, kebebasan berekspresi di era digital tidak bisa dilepaskan begitu saja dari tantangan. Di satu sisi, ia membuka ruang artikulasi suara rakyat yang luas dan inklusif. Di sisi lain, tanpa literasi kritis, kebebasan itu bisa berubah menjadi kekacauan informasi, penyebaran hoaks, bahkan polarisasi yang melemahkan persatuan.

Di sinilah semangat gotong royong menemukan bentuk barunya dalam solidaritas jejaring. Dulu, gotong royong hadir dalam lumbung desa, kerja bakti, dan perjuangan kolektif melawan penjajah. Hari ini, gotong royong lahir lewat donasi digital, kampanye sosial lintas negara, hingga gerakan edukasi online yang menghubungkan anak muda dari Sabang sampai Merauke.

Komunitas penggemar K-pop di Indonesia, misalnya, tidak hanya berkumpul untuk merayakan musik, tetapi juga menggalang dana untuk korban bencana. Jejaring digital membuktikan bahwa klik bukan sekadar ekspresi individual, tetapi bisa menjadi energi kolektif yang menghidupkan kembali napas kebangsaan.

Namun, solidaritas jejaring tidak otomatis hadir begitu saja. Ia harus ditumbuhkan dengan kesadaran bahwa setiap klik, share, dan komentar memiliki konsekuensi sosial. Setiap tindakan digital bisa memperkuat persatuan atau justru merusaknya.

Karena itu, menjadi warga jejaring yang merdeka berarti bebas memilih jejaring yang produktif, bukan terjebak dalam polarisasi, ujaran kebencian, atau egoisme digital. Inilah wajah baru kemerdekaan: proklamasi yang lahir dari klik, dan gotong royong yang hidup dalam jejaring.

Risiko Menjadi Warga Jejaring

Seperti dua sisi mata uang, masyarakat jejaring membawa peluang sekaligus risiko. Castells (2013) mengingatkan bahwa jaringan bisa menjadi ruang pemberdayaan, tetapi juga ruang manipulasi. Di HUT RI ke-80, refleksi tentang risiko ini penting, sebab kemerdekaan digital kita belum sepenuhnya terjamin.

Pertama, ada ketimpangan digital. Tidak semua warga Indonesia memiliki akses internet yang sama. Di banyak daerah, sinyal masih lemah, kuota mahal, dan literasi digital rendah. Akibatnya, alih-alih menjadi alat pemberdayaan, jejaring justru memperlebar jurang sosial-ekonomi.

Kedua, ada ancaman kolonialisme data. Perusahaan global menguasai data miliaran pengguna, termasuk warga Indonesia. Data menjadi “emas baru” yang dipanen tanpa selalu memberikan keuntungan yang adil bagi pemiliknya. Pertanyaan kedaulatan pun muncul, apakah kita benar-benar merdeka jika identitas digital kita dikendalikan oleh algoritma perusahaan multinasional?

Ketiga, ada disinformasi dan polarisasi. Media sosial sering kali memperkuat bias, menciptakan gelembung informasi, dan mengadu domba warga. Jika dulu penjajah memecah belah dengan politik devide et impera, kini perpecahan bisa lahir dari hoaks yang beredar di grup WhatsApp keluarga.

Refleksi ini menunjukkan bahwa kemerdekaan digital adalah perjuangan baru. Tugas kita bukan lagi mengusir penjajah dengan bambu runcing, melainkan menata jejaring agar lebih adil, sehat, dan berpihak pada manusia.

Merdeka dalam Jejaring

Sejumlah siswa SD Negeri 067 Nilem dengan didampingi guru dan orang tua mengikuti karnaval merah putih saat melintas di Jalan Nilem, Kota Bandung, Kamia 14 Aguatus 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Sejumlah siswa SD Negeri 067 Nilem dengan didampingi guru dan orang tua mengikuti karnaval merah putih saat melintas di Jalan Nilem, Kota Bandung, Kamia 14 Aguatus 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Apa artinya merdeka di era jejaring? Merdeka berarti melek digital, yakni memahami cara kerja platform, algoritma, dan ekosistem data yang melingkupi hidup kita sehari-hari. Warga jejaring yang merdeka tidak mudah terseret arus informasi palsu, tidak gampang dimanipulasi, dan mampu menjaga identitas digitalnya dengan bijak.

Merdeka juga berarti mampu mengelola identitas dengan sadar. Jejak digital bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan cermin masa depan. Reputasi online bahkan bisa lebih menentukan daripada ijazah atau gelar akademik.

Karena itu, kemerdekaan digital adalah soal mengendalikan bagaimana kita hadir di dunia maya, bukan sekadar mengikuti tren sesaat, melainkan membangun citra yang selaras dengan nilai dan tujuan hidup kita sendiri.

Lebih jauh lagi, kemerdekaan dalam jejaring menuntut kedaulatan atas data. Indonesia perlu memiliki infrastruktur digital yang mandiri, regulasi yang melindungi warga, dan budaya digital yang sehat.

Sama seperti kedaulatan pangan atau energi yang menjadi pondasi ketahanan bangsa, kedaulatan digital juga menentukan keberlangsungan Indonesia di masa depan. Tanpa itu, kita hanya akan menjadi pasar data bagi kekuatan global, bukan bangsa yang berdaulat di ruang siber.

Indonesia 80 Tahun: Menatap Masa Depan

Refleksi HUT RI ke-80 tidak boleh berhenti pada perayaan simbolis. Ia harus menjadi momentum untuk meneguhkan kembali makna kemerdekaan dalam konteks baru. Jika 1945 adalah proklamasi kemerdekaan bangsa, maka 2025 harus menjadi proklamasi kesadaran digital.

Indonesia tidak bisa menutup diri dari jejaring global, tetapi juga tidak boleh hanyut tanpa arah. Tugas kita adalah menjadikan jejaring sebagai ruang pemberdayaan, bukan penindasan. Gotong royong digital, literasi kritis, dan kedaulatan data harus menjadi agenda besar bangsa.

Di tengah derasnya arus globalisasi, identitas kita sebagai warga Indonesia justru semakin penting. Ia menjadi jangkar yang menjaga agar kita tidak hilang dalam gelombang jejaring global. Namun, identitas itu tidak boleh eksklusif, ia harus terbuka, adaptif, dan mampu berdialog dengan dunia.

Inilah wajah baru nasionalisme: bukan sekadar cinta tanah air, tetapi juga tanggung jawab untuk menjadi warga jejaring yang cerdas, kritis, dan berkontribusi positif.

Delapan puluh tahun lalu, kita berjuang untuk merdeka sebagai bangsa. Hari ini, kita berjuang untuk merdeka sebagai warga jejaring. Perjuangan itu berbeda bentuk, tetapi sama semangatnya, keberanian untuk menolak penindasan, solidaritas untuk saling menguatkan, dan tekad untuk menentukan masa depan sendiri.

Kemerdekaan tidak pernah selesai, ia selalu harus diperjuangkan kembali di setiap zaman. Di era jejaring, perjuangan itu berarti menjaga kedaulatan digital, menguatkan literasi, dan menghidupkan gotong royong dalam ruang virtual.

Maka, di usia 80 tahun kemerdekaan, mari kita rayakan dengan kesadaran baru, bahwa menjadi warga Indonesia hari ini juga berarti menjadi warga jejaring. Dan tugas kita adalah memastikan bahwa jejaring ini menjadi ruang yang memerdekakan, bukan membelenggu, ruang yang menghidupkan kembali semangat proklamasi dalam bahasa zaman kita. (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Serunya Perlombaan Agustusan

Ayo Netizen 03 Agu 2025, 14:06 WIB
Serunya Perlombaan Agustusan

News Update

Ayo Netizen 17 Agu 2025, 20:42 WIB

Ketika Warisan Suci Dikoyak oleh Skandal dan Kekuasaan, Masihkah Ulama sebagai Pewaris Nabi?

Opini ini mempertanyakan kembali kesucian hadist nabi yang bermakna "ulama sebagai pewaris para nabi" melihat realita oknum kiai saat ini.
Nabi-nabi tidak mewariskan harta, tahta, atau kekuasaan. Mereka mewariskan ilmu yang membebaskan, akhlak yang mulia, dan keberanian melawan kezaliman (Sumber: Pexels/Ahmet Çığşar)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 18:06 WIB

Do'a 3 Tahun untuk Mukti-Mukti

Mukti adalah musisi balada unik dan menarik.
Mukti Mukti, musisi balada asal Bandung, wafat 15 Agustus 2022. (Sumber: Facebook/Mukti-Mukti)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 14:13 WIB

80 Tahun Komunikasi Publik Indonesia Beserta Kontras-nya

Tepat 80 tahun Indonesia berusia, Agustus 2025 ini.
Sejumlah siswa SD Negeri 067 Nilem dengan didampingi guru dan orang tua mengikuti karnaval merah putih saat melintas di Jalan Nilem, Kota Bandung, Kamia 14 Aguatus 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 12:07 WIB

Refleksi HUT RI ke-80: Merdeka di Era Baru

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tonggak besar bangsa Indonesia.
Paskibra yang terdiri dari pelajar terpilih dari sejumlah sekolah se-Kota Bandung itu berlatih untuk persiapan upacara HUT ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 17 Agu 2025, 10:27 WIB

Sejarah Kabar Proklamasi Kemerdekaan RI Sampai ke Bandung via Kantor Berita Domei

Dari kantor Domei, berita proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 menyebar di Bandung melalui papan tulis, pamflet tinta merah, dan udara radio.
Kantor Domei cabang Jawa Barat di Bandung (sebelumya De Driekleur) yang jadi titik mulai sampainya kabar proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 (sebelumya De Driekleur). (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 09:39 WIB

Merayakan Birthday Trip di Garut

Birthday trip adalah kegiatan yang bisa dilakukan seseorang untuk merayakan hari ulang tahun dengan cara melakukan perjalanan singkat.
Pemandangan Kereta Commuter Line Garut (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 17 Agu 2025, 00:58 WIB

Yang Dilakukan Soekarno Sebelum dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Rumah Maeda dan Pegangsaan Timur jadi saksi sejarah detik-detik menegangkan yang dijalani Bung Karno sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Mohammad Hatta (kiri) dan Soekarno (kanan) dalam sebuah kesempatan. (Sumber: Wikimedia)
Beranda 16 Agu 2025, 23:03 WIB

Kisah Siti Fatimah: Intel Cilik yang Menjadi Saksi Agresi Militer Belanda

Senyum sumringah Fatimah seketika hilang saat ia menceritakan dua sahabatnya yang gugur dalam bertugas.
Siti Fatimah (95) veteran yang dulu bertugas menjadi mata-mata saat usianya masih 15 tahun. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 19:03 WIB

Dari Genggaman Berujung Cuan, Perjalanan dan Strategi ala Owner Bisnis Online

Di tengah derasnya arus digitalisasi, Sofia melihat peluang bisnis di balik layar ponsel yang tak pernah lepas dari genggaman generasi muda.
Produk  pakaian jadi anak dari bisnis online TikiTaka Kids. (Sumber: dok. TikiTaka Kids)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 17:59 WIB

Ketika Panggung Berganti: Eksanti dan Kisah di Balik Jahitan Yumnasa

Eksanti memilih meninggalkan gemerlap dunia hiburan untuk membangun bisnis fesyen muslim yang ia beri nama Yumnasa.
Eksanti, owner dari brand fesyen muslim Yumnasa. (Sumber: Yumnasa)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 16:31 WIB

Arys Buntara dan Roemah Kentang 1908: Ketika Keberanian Menyulap Mitos Jadi Magnet Kuliner

Rumah Kentang, tempat yang konon dihuni aroma mistis dan cerita anak kecil yang jatuh ke dalam kuali. Tapi di mata Arys, rumah itu bukan kutukan, tapi peluang.
Penampakan depan dari resto hits di Kota Bandung, Roemah Kentang 1908. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 14:47 WIB

Sneaker, Sepatu yang Bisa Masuk dengan Gaya Pakaian Apapun

Sepatu sneaker merupakan jenis sepatu kasual yang awalnya dibuat untuk kebutuhan olahraga. Namun kini, sepatu ini lebih banyak digunakan sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari.
Ilustrasi foto sepatu sneaker (Pixabay)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 10:21 WIB

Hobi Bikin Kerajinan Tali Antarkan Merlin Jadi Juragan Gelang

Siapa sangka sebuah hobi menganyam tali bisa mengantar seseorang meraih kesuksesan besar. Merlin Sukmayadin (36), warga Kompleks Puri Cipageran Indah 2, Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, KBB
Merlin Sukmayadin pengusaha gelang tali. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 09:19 WIB

Legenda Kulliner Sunda di Jantung Pasar Cihapit

Bandung dikenal sebagai surga kuliner dengan beragam pilihan makanan khas Jawa Barat. Di tengah ramainya perkembangan kafe modern, masih ada satu warung makan sederhana yang tetap menjadi primadona
Menu di warung makan Bu Eha. (Foto: GMAPS Bu Eha)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 19:16 WIB

Dari Es Krim ke Ekosistem Brand: Golden Pine dan Formula Bisnis Barry Akbar

Barry Akbar, CEO Orchid Forest Cikole, adalah tokoh di balik lahirnya Golden Pine, sebuah kafe bergaya glass house yang kini menjadi primadona baru di tengah hutan pinus.
CEO Orchid Forest Cikole sekaligus konseptor Golden Pine, Barry Akbar. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 18:04 WIB

Cerita Hantu dan Jeritan Ketidakadilan

Cerita hantu menyimpan kode trauma dan harapan rakyat, mengingatkan bahwa luka sosial belum sembuh.
Cerita hantu menyimpan kode trauma dan harapan rakyat, mengingatkan bahwa luka sosial belum sembuh, dan ketimpangan nyata lebih menyeramkan dari bayangan gaib. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 16:56 WIB

Dari Panggung ke Pasar Skincare, Perjalanan Dewi Hani Jayanti Membangun Maryame

Di balik gemerlap dunia hiburan, Dewi menyimpan mimpi lain yang kini menjelma menjadi brand skincare lokal bernama Maryame.
Dewi Hani Jayanti, owner produk skincare Maryame. (Sumber: dok. pribadi)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 16:37 WIB

Belajar Konteks Sosial, Budaya, dan Ekonomi dari Sepiring Nasi Goreng

Ternyata nasi goreng erat kaitannya dengan konteks sosial, budaya juga ekonomi.
Nasi Goreng Sapi Cabe Hijau Solaria (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 15:25 WIB

Dari Dapur Impian ke Rumah None: Kisah Non April Merintis Bisnis Kuliner di Bandung

Non April tidak pernah bercita-cita menjadi pebisnis kuliner. Ia hanya tahu satu hal yaitu rasa punya kekuatan untuk menyatukan.
Salah satu menu di Rumah None. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 15:12 WIB

Saat Janji KDM (Kembali) Ingkar

Rasanya, tidak kali ini janji program Gubernur Jabar tidak ditepati. Bagaimana bila bangunan ingkar janji ini terus "dipahat" dan "diperkokoh"?
Gubernur Jabar, Kang Dedi Mulyadi (KDM). (Sumber: ppid.jabarprov.go.id)