Sejarah Kabar Proklamasi Kemerdekaan RI Sampai ke Bandung via Kantor Berita Domei

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Minggu 17 Agu 2025, 10:27 WIB
Kantor Domei cabang Jawa Barat di Bandung (sebelumya De Driekleur) yang jadi titik mulai sampainya kabar proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 (sebelumya De Driekleur). (Sumber: Ayobandung)

Kantor Domei cabang Jawa Barat di Bandung (sebelumya De Driekleur) yang jadi titik mulai sampainya kabar proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 (sebelumya De Driekleur). (Sumber: Ayobandung)

AYOBANDUNG.ID - Jakarta pagi itu, 17 Agustus 1945, baru saja bergemuruh. Soekarno-Hatta membaca Proklamasi di Pegangsaan Timur 56. Tapi di Bandung, orang-orang masih sibuk dengan urusan masing-masing. Belum ada yang tahu bahwa negeri ini sudah mengumumkan dirinya merdeka.

Kabar itu menempuh perjalanan bukan lewat merpati pos, tapi kabel-kabel telegraf. Kantor Berita Domei di Jakarta—yang nantinya dikenal sebagai Kantor Berita Antara—mengirim telegram berisi teks proklamasi. Tujuannya jelas: kantor Domei cabang Jawa Barat (sebelumya De Driekleur) di Jalan Dago, Bandung. Sekitar pukul 12 siang, kabel itu bergetar membawa kata-kata yang kelak dihafal anak sekolah dari Sabang sampai Merauke.

Seperti dikisahan dalam buku Atlas Sejarah Indonesia: Berita Proklamasi Kemerdekaan (2018), empat orang pertama yang menerima telegram itu: A.Z. Palindih, Muhamad Adam, Lalu Danila, dan Matullessy. Mereka bukan tipe yang suka menyimpannya rapat-rapat. Teks itu langsung ditulis ulang di papan tulis, huruf besar-besar, dipajang di depan kantor. Jalan Dago tiba-tiba ramai. Orang datang, membaca, berbisik, lalu kabar itu mulai mengalir ke sudut-sudut kota.

Baca Juga: Yang Dilakukan Soekarno Sebelum dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Bupati Bandung, Suriasaputra, ikut kebagian berita. Ia memerintahkan pegawainya menyebarkan kabar kemerdekaan. Tapi Jepang masih ada di mana-mana. Satu jam kemudian, seperti orang yang tak rela mantan pacarnya bahagia, Jepang mengumumkan bantahan.

Di meja redaksi Harian Tjahaja, wartawan mudanya gerah. Bari Lukman, tanpa menunggu komando, menulis teks proklamasi di papan tulis depan kantor. Orang berkerumun. Jepang datang. Coretan itu dihapus.

Bari tak menyerah. Ia mencetak teks proklamasi jadi pamflet. Jam satu siang, ia bahkan mencoba mengibarkan merah putih di atas Gedung Denis—bank simpanan Belanda—dengan bendera yang ia dapat dari Isa Ansyari. Semua itu di tengah situasi Bandung yang masih penuh tentara Dai Nippon.

Tapi pimpinan redaksinya belum seberani wartawannya. Edisi sore 17 Agustus hanya memuat tulisan yang muter-muter, menyebut kemerdekaan seolah hadiah dari Jepang. Tidak ada nama Soekarno, tidak ada kalimat pembacaan proklamasi. Barulah di edisi 18 Agustus muncul berita singkat dari Jakarta, lalu dua hari kemudian Tjahaja menurunkan konfirmasi lengkap dengan pembukaan UUD 1945. Hurufnya besar sekali—sebesar nyali yang baru tumbuh.

Percetakan Siliwangi, di bawah Ili Sasmita, bergerak lebih frontal. Mereka mencetak selebaran naskah proklamasi dengan tinta merah. Diselipkan, dibagikan, dilemparkan. Tinta merah itu lebih dari sekadar warna—ia jadi tanda bahwa kemerdekaan sudah resmi, tak peduli apa kata tentara Jepang.

Kantor Domei cabang Jawa Barat (sebelumya De Driekleur). (Sumber: Ayobandung)
Kantor Domei cabang Jawa Barat (sebelumya De Driekleur). (Sumber: Ayobandung)

Ketika Radio Jadi Senjata

Kalau telegram adalah peluru jarak dekat, radio adalah meriam yang bisa meledakkan kabar ke mana-mana. Bandung membuktikan, pemudanya lebih cekatan dari Jakarta soal ini.

Pagi 18 Agustus, tiga pemuda—Sakti Alamsyah, R.A. Darya, dan Sam Kawengke—masuk ke Radio Hosokyoku di Tegallega. Di dalam, ada pimpinan radio Jepang. Negosiasi dilakukan, tapi tentara Jepang yang mengawal mencoba menghalangi.

Tiba-tiba, dor! Letusan senjata. Pemuda radio menembak tentara Jepang. Jepang menyerah. Kunci dan peralatan siaran berpindah tangan.

Pukul 17.00, teks proklamasi sampai ke meja R.A. Darya, pimpinan siaran Radio Bandung. Malam itu, pemancar di Palsari yang punya daya 10–20 kilowatt mulai bekerja. Studio Hosokyoku dijaga ketat oleh nama-nama yang kelak jadi catatan sejarah: Sofyan Djunaid, Sakti Alamsyah, R.A. Darya, Sjam Amir, Odas Sumadilaga, Herman Gandasasmita, T.M. Moh. Saman, Aiyat, Memed Sudiono, Brotokusumo, Sukseksi, dan Abdul Razak Rasjid.

Pukul 19.00, udara Bandung mendengar Indonesia Raya. Satu jam kemudian, dari pukul 20.00 sampai 21.00, teks proklamasi dibacakan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Orang-orang yang mendengarnya, entah di rumah atau warung kopi, tahu: negeri ini sudah berdiri sendiri.

Baca Juga: Sejarah Pertempuran Gedung Sate, 4 Jam Jahanam di Jantung Bandung

Dua mobil pick-up berkeliling kota, menyiarkan berita lewat pengeras suara. Syafrudin Prawiranegara dan Hasbullah Siregar berangkat ke Jakarta untuk membawa kabar dan instruksi bagi A.H. Nasution, Wakil Komandan Barisan Pelopor.

Sejarawan John R.W. Smail mencatat: “Berita proklamasi sudah diketahui sebagian masyarakat Bandung pada sore hari 17 Agustus… dalam satu hingga dua hari, kabar itu telah menjangkau seluruh kawasan kecuali desa-desa paling terpencil.”

Dari Bandung, kabar ini merembes ke Bogor, Cirebon, Garut, dan Sukabumi. Di Bogor, radio yang biasa dipakai untuk senam taiso memutar kabar kemerdekaan. Di Garut, Ajengan Yusuf Tajiri sudah membisikkan rencana kemerdekaan sehari sebelumnya. Di Cirebon, pemuda Muklas mengumpulkan kawan-kawannya di alun-alun malam itu juga. Di Sukabumi, para tokoh langsung mengirim orang ke Jakarta untuk minta petunjuk.

Kemerdekaan itu ternyata bukan teriakan tunggal yang serempak di seluruh negeri. Ia adalah arus yang mengalir—melewati kabel telegram, papan tulis, pamflet tinta merah, hingga gelombang radio. Ia harus direbut dari tangan Jepang, dibawa keliling kota, lalu dimasukkan ke telinga rakyat. Dan begitu sampai, ia tak lagi bisa dibungkam.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 17 Agu 2025, 20:42 WIB

Ketika Warisan Suci Dikoyak oleh Skandal dan Kekuasaan, Masihkah Ulama sebagai Pewaris Nabi?

Opini ini mempertanyakan kembali kesucian hadist nabi yang bermakna "ulama sebagai pewaris para nabi" melihat realita oknum kiai saat ini.
Nabi-nabi tidak mewariskan harta, tahta, atau kekuasaan. Mereka mewariskan ilmu yang membebaskan, akhlak yang mulia, dan keberanian melawan kezaliman (Sumber: Pexels/Ahmet Çığşar)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 18:06 WIB

Do'a 3 Tahun untuk Mukti-Mukti

Mukti adalah musisi balada unik dan menarik.
Mukti Mukti, musisi balada asal Bandung, wafat 15 Agustus 2022. (Sumber: Facebook/Mukti-Mukti)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 14:13 WIB

80 Tahun Komunikasi Publik Indonesia Beserta Kontras-nya

Tepat 80 tahun Indonesia berusia, Agustus 2025 ini.
Sejumlah siswa SD Negeri 067 Nilem dengan didampingi guru dan orang tua mengikuti karnaval merah putih saat melintas di Jalan Nilem, Kota Bandung, Kamia 14 Aguatus 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 12:07 WIB

Refleksi HUT RI ke-80: Merdeka di Era Baru

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tonggak besar bangsa Indonesia.
Paskibra yang terdiri dari pelajar terpilih dari sejumlah sekolah se-Kota Bandung itu berlatih untuk persiapan upacara HUT ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 17 Agu 2025, 10:27 WIB

Sejarah Kabar Proklamasi Kemerdekaan RI Sampai ke Bandung via Kantor Berita Domei

Dari kantor Domei, berita proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 menyebar di Bandung melalui papan tulis, pamflet tinta merah, dan udara radio.
Kantor Domei cabang Jawa Barat di Bandung (sebelumya De Driekleur) yang jadi titik mulai sampainya kabar proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 (sebelumya De Driekleur). (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 17 Agu 2025, 09:39 WIB

Merayakan Birthday Trip di Garut

Birthday trip adalah kegiatan yang bisa dilakukan seseorang untuk merayakan hari ulang tahun dengan cara melakukan perjalanan singkat.
Pemandangan Kereta Commuter Line Garut (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Jelajah 17 Agu 2025, 00:58 WIB

Yang Dilakukan Soekarno Sebelum dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Rumah Maeda dan Pegangsaan Timur jadi saksi sejarah detik-detik menegangkan yang dijalani Bung Karno sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Mohammad Hatta (kiri) dan Soekarno (kanan) dalam sebuah kesempatan. (Sumber: Wikimedia)
Beranda 16 Agu 2025, 23:03 WIB

Kisah Siti Fatimah: Intel Cilik yang Menjadi Saksi Agresi Militer Belanda

Senyum sumringah Fatimah seketika hilang saat ia menceritakan dua sahabatnya yang gugur dalam bertugas.
Siti Fatimah (95) veteran yang dulu bertugas menjadi mata-mata saat usianya masih 15 tahun. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 19:03 WIB

Dari Genggaman Berujung Cuan, Perjalanan dan Strategi ala Owner Bisnis Online

Di tengah derasnya arus digitalisasi, Sofia melihat peluang bisnis di balik layar ponsel yang tak pernah lepas dari genggaman generasi muda.
Produk  pakaian jadi anak dari bisnis online TikiTaka Kids. (Sumber: dok. TikiTaka Kids)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 17:59 WIB

Ketika Panggung Berganti: Eksanti dan Kisah di Balik Jahitan Yumnasa

Eksanti memilih meninggalkan gemerlap dunia hiburan untuk membangun bisnis fesyen muslim yang ia beri nama Yumnasa.
Eksanti, owner dari brand fesyen muslim Yumnasa. (Sumber: Yumnasa)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 16:31 WIB

Arys Buntara dan Roemah Kentang 1908: Ketika Keberanian Menyulap Mitos Jadi Magnet Kuliner

Rumah Kentang, tempat yang konon dihuni aroma mistis dan cerita anak kecil yang jatuh ke dalam kuali. Tapi di mata Arys, rumah itu bukan kutukan, tapi peluang.
Penampakan depan dari resto hits di Kota Bandung, Roemah Kentang 1908. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 14:47 WIB

Sneaker, Sepatu yang Bisa Masuk dengan Gaya Pakaian Apapun

Sepatu sneaker merupakan jenis sepatu kasual yang awalnya dibuat untuk kebutuhan olahraga. Namun kini, sepatu ini lebih banyak digunakan sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari.
Ilustrasi foto sepatu sneaker (Pixabay)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 10:21 WIB

Hobi Bikin Kerajinan Tali Antarkan Merlin Jadi Juragan Gelang

Siapa sangka sebuah hobi menganyam tali bisa mengantar seseorang meraih kesuksesan besar. Merlin Sukmayadin (36), warga Kompleks Puri Cipageran Indah 2, Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, KBB
Merlin Sukmayadin pengusaha gelang tali. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 09:19 WIB

Legenda Kulliner Sunda di Jantung Pasar Cihapit

Bandung dikenal sebagai surga kuliner dengan beragam pilihan makanan khas Jawa Barat. Di tengah ramainya perkembangan kafe modern, masih ada satu warung makan sederhana yang tetap menjadi primadona
Menu di warung makan Bu Eha. (Foto: GMAPS Bu Eha)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 19:16 WIB

Dari Es Krim ke Ekosistem Brand: Golden Pine dan Formula Bisnis Barry Akbar

Barry Akbar, CEO Orchid Forest Cikole, adalah tokoh di balik lahirnya Golden Pine, sebuah kafe bergaya glass house yang kini menjadi primadona baru di tengah hutan pinus.
CEO Orchid Forest Cikole sekaligus konseptor Golden Pine, Barry Akbar. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 18:04 WIB

Cerita Hantu dan Jeritan Ketidakadilan

Cerita hantu menyimpan kode trauma dan harapan rakyat, mengingatkan bahwa luka sosial belum sembuh.
Cerita hantu menyimpan kode trauma dan harapan rakyat, mengingatkan bahwa luka sosial belum sembuh, dan ketimpangan nyata lebih menyeramkan dari bayangan gaib. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 16:56 WIB

Dari Panggung ke Pasar Skincare, Perjalanan Dewi Hani Jayanti Membangun Maryame

Di balik gemerlap dunia hiburan, Dewi menyimpan mimpi lain yang kini menjelma menjadi brand skincare lokal bernama Maryame.
Dewi Hani Jayanti, owner produk skincare Maryame. (Sumber: dok. pribadi)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 16:37 WIB

Belajar Konteks Sosial, Budaya, dan Ekonomi dari Sepiring Nasi Goreng

Ternyata nasi goreng erat kaitannya dengan konteks sosial, budaya juga ekonomi.
Nasi Goreng Sapi Cabe Hijau Solaria (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 15:25 WIB

Dari Dapur Impian ke Rumah None: Kisah Non April Merintis Bisnis Kuliner di Bandung

Non April tidak pernah bercita-cita menjadi pebisnis kuliner. Ia hanya tahu satu hal yaitu rasa punya kekuatan untuk menyatukan.
Salah satu menu di Rumah None. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 15:12 WIB

Saat Janji KDM (Kembali) Ingkar

Rasanya, tidak kali ini janji program Gubernur Jabar tidak ditepati. Bagaimana bila bangunan ingkar janji ini terus "dipahat" dan "diperkokoh"?
Gubernur Jabar, Kang Dedi Mulyadi (KDM). (Sumber: ppid.jabarprov.go.id)