Yang Dilakukan Soekarno Sebelum dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Hengky Sulaksono
Ditulis oleh Hengky Sulaksono diterbitkan Minggu 17 Agu 2025, 00:58 WIB
Mohammad Hatta (kiri) dan Soekarno (kanan) dalam sebuah kesempatan. (Sumber: Wikimedia)

Mohammad Hatta (kiri) dan Soekarno (kanan) dalam sebuah kesempatan. (Sumber: Wikimedia)

AYOBANDUNG.ID - Tak banyak yang mengerti betapa seorang Soekarno, di malam yang sunyi menjelang proklamasi, harus memainkan peran ganda: menjadi simbol, pemimpin, sekaligus manusia biasa yang kepalanya penuh strategi dan tubuhnya kelelahan. Dari luar, ia tampak seperti sosok yang siap mengguncang dunia. Tapi dari dalam, ia tahu benar bahwa setiap langkah keliru bisa mengundang bencana — apalagi kalau Jepang belum benar-benar ikhlas melepas.

Setelah proklamasi, Karno tak meninggi. Bung Besar masih agak terguncang, bukan oleh gemetar kemenangan, tetapi oleh kesadaran bahwa ia baru saja memantik api yang akan menyala entah berapa lama dan di mana akan padam. Api itu memercik pertentangan: antara harapan dan kecemasan, antara revolusi dan kontrarevolusi.

Sebagaimana digambarkan dalam catatan resmi Sekretariat Negara, Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945, masa sebelum dan sesudah pembacaan naskah keramat itu dibumbui banyak aroma ketegangan. Bagi Soekarno, ini bukan hanya soal mengucapkan kata-kata, melainkan membuka pintu bagi masa depan yang sama sekali belum dipetakan.

Ketegangan itu sudah terasa bahkan sebelum fajar menyingsing. Masih gelap, namun langkah sejarah sudah menuntut percepatan. Dan di balik semua yang tampak tegas di panggung proklamasi nanti, ada kisah malam yang berliku—malam ketika Bung Besar berpindah dari satu titik ke titik lain, menanggung debat, desakan, dan kegamangan.

Baca Juga: Sejarah Panjat Pinang, Tontonan Belanda Zaman Kolonial yang Berasal dari Tiongkok Selatan

Di tengah malam Jakarta 16 Agustus 1945, ia tiba di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Tubuhnya masih menyimpan sisa panas dingin, tapi pikirannya justru lebih hangat dari api. Sehari penuh ia dan Mohammad Hatta “dititipkan” para pemuda di Rengasdengklok. Peristiwa itu sendiri bermula dari debat panjang, ancam-mengancam, hingga Bung Besar sempat menantang para pemuda untuk menyembelih lehernya. Soekarno ogah dipaksa mengumumkan proklamasi hanyakarna desakan para pemuda yang kebelet merdeka.

“Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat,” begitu ia sudah tegaskan kepada para pemuda di Rengasdengklok, sehari sebelumnya. Sekarang, saat itu semakin dekat.

Para pemuda ingin proklamasi segera, malam itu juga. Soekarno, seperti biasa, mengandalkan intuisi dan logikanya. Baginya, momen harus diatur dengan tepat. Ia bahkan mengaitkannya dengan keyakinan spiritualnya untuk memilih tanggal 17. Tanggal itu, yang jatuh pada Jumat Legi di bulan Ramadan, ia percaya akan memberi restu yang lebih besar bagi kemerdekaan.

Sebelum: Begadang di Rumah Laksamana Jepang

Begitu sampai di Jakarta, Soekarno dan Hatta langsung menuju rumah Maeda. Bukan rumah besar dengan pesta lampu, tapi sebuah tempat aman yang disediakan seorang perwira Jepang berpandangan luas. Maeda ini bukan tentara darat berwajah kaku; ia lebih mirip diplomat berjiwa seniman, pandai bahasa, dan — anehnya — mau memfasilitasi pertemuan orang-orang yang berpotensi mengakhiri masa penjajahan bangsanya sendiri.

Dini hari mulai mengintip ketika Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo duduk di ruang makan rumah itu. Di atas meja, secarik kertas putih menjadi panggung bagi nasib bangsa. Soekarno menulis, sementara dua rekannya menimpali dengan gagasan. Kalimat pembuka diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai, sedangkan ujungnya adalah buah pikir Hatta yang menegaskan soal pemindahan kekuasaan.

Baca Juga: Pemberontakan APRA Westerling di Bandung, Kudeta yang Percepat Keruntuhan RIS

Di luar, para pemuda mondar-mandir di serambi. Di dalam, ketiga tokoh itu bekerja cepat, tapi tidak tergesa. Seperti tukang jamu meracik ramuan yang harus pas takarannya, mereka tahu kata-kata dalam teks itu akan abadi. Setelah rampung, Sajuti Melik mengetiknya. Jam sahur hampir habis, dan sebagian dari mereka sempat menyuap makanan seadanya di dapur.

Ketika teks diketik, muncul perdebatan lain: siapa yang harus menandatangani? Hatta sempat mengusulkan agar meniru tradisi Amerika Serikat — banyak tanda tangan. Namun, pemuda menolak, dan akhirnya diputuskan cukup dua nama saja, “atas nama bangsa Indonesia.”

Tempat pembacaan pun menjadi topik panas. Sukarni menginginkan di Lapangan Ikada, namun Soekarno menggeleng pelan, lalu berkata,

“Untuk apa kita memancing-mancing insiden?” Baginya, halaman rumahnya di Pegangsaan Timur 56 sudah cukup — aman, pasti, dan terhindar dari bentrok tak perlu.

Pagi di Pegangsaan Timur, Bung Besar Diserang Demam di Puncak Sejarah

Fajar Jumat itu datang pelan. Embun masih betah di ujung daun ketika rumah Soekarno mulai dipadati orang. Ada mikrofon yang disiapkan, pengeras suara, dan sebatang bambu sebagai tiang bendera — hasil inisiatif S. Suhud yang malah lupa ada tiang besi di depan rumah.

Bung Karno bangun dengan badan kurang fit. Malamnya ia panas dingin, tapi tetap harus berdiri memimpin upacara. Ia menunggu Hatta, menolak memulai sebelum pasangannya itu hadir. Beberapa pemuda mulai gelisah, namun Bung Karno tetap teguh pada pendiriannya. Lima menit sebelum pukul 10.00, Hatta datang, putih-putih seperti tuan rumah. Mereka berjalan bersama ke depan rumah.

Upacara itu sederhana. Tidak ada protokol, tidak ada drum band. Latief Hendraningrat memberi aba-aba barisan, lalu mempersilakan Bung Karno maju. Menatap hadirin, ia mengawali dengan suara yang jernih meski tubuhnya tak sepenuhnya segar.

“Saudara-saudara sekalian! Saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting,” kat Soekarno kepada para hadirin.

Bung Karno saat berdoa sebelum pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. (Sumber: Wikimedia)
Bung Karno saat berdoa sebelum pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. (Sumber: Wikimedia)

Kalimat itu menjadi pintu gerbang menuju pembacaan teks proklamasi — singkat, padat, dan mengakhiri masa-masa jahanam penjajahan tanpa satu pun tembakan salvo.

Bendera yang dijahit Fatmawati dikerek perlahan. Tanpa komando, orang-orang menyanyikan “Indonesia Raya.” Lagu itu memanjangkan setiap detik, memberi waktu bagi bangsa ini untuk benar-benar menyadari: kita sudah merdeka.

Baca Juga: Sejarah Pertempuran Bojongkokosan, 4 Hari Kacaukan Konvoi Sekutu ke Bandung

Sesudahnya: Ditagih Proklamasi Kedua Kali

Selesai upacara, suasana belum reda. Barisan Pelopor datang terlambat dan meminta proklamasi diulang. Bung Karno tak mau membacanya lagi, tapi ia tetap berdiri memberi amanat singkat agar semangat tetap terjaga.

Tak lama, tiga pejabat Jepang datang. Mereka berniat melarang pembacaan proklamasi — meski jelas sudah terlambat. Bung Karno, yang sudah berganti piyama, kembali mengenakan pakaian resmi dan menerima mereka. Ia tak menawarkan kursi, hanya berdiri dan menegaskan: kemerdekaan sudah diumumkan, dan tidak ada jalan mundur.

Hari itu, Soekarno tak berhenti bergerak. Ia memberi arahan, menerima tamu, dan memastikan berita proklamasi menyebar lewat kantor berita dan radio. Di tengah riuhnya perayaan, ia tetap memegang kendali — sama seperti malam sebelumnya di rumah Maeda.

Yang dilakukan Soekarno sebelum dan sesudah proklamasi bukan hanya soal membaca teks bersejarah. Ia mengatur strategi, menolak desakan yang menurutnya gegabah, meracik kata-kata yang tepat, memilih tempat yang aman, dan memastikan momentum tidak tergelincir ke kekacauan. Dari Rengasdengklok, rumah Maeda, hingga halaman Pegangsaan Timur, ia tetap memainkan satu peran: memastikan kemerdekaan Indonesia lahir pada saat yang ia yakini sebagai yang terbaik — dan bertahan.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:58 WIB

Bobotoh Kreatif yang Menyulap Cinta Persib Jadi Karya 3D

Kreativitas bobotoh memang tak pernah kehabisan akal. Dari tribun stadion hingga lini masa media sosial, dukungan untuk Persib yang berdiri sejak 1933 terus mengalir.
Karya 3D bertema Persib buatan Rully Ryana. (Sumber: instagram.com/persib3d)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 20:22 WIB

Bandung Merangkai Wisata Halal dalam Lanskap Urban yang Ramah

Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal.
Bandung tak hanya dikenal sebagai kota kreatif dan surga belanja, tapi juga mulai menapaki jalur baru dalam industri pariwisata yakni wisata halal. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 02 Okt 2025, 19:35 WIB

Transformasi Wisata Halal dari Tren Spiritual ke Peluang Ekonomi

Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual.
Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 19:29 WIB

Dari Sanghyang Tikoro ke Citarum Harum: Mitos yang Jadi Aksi

Dari mitos Saghyang Tikoro hingga program Citarum harum, sungai memberi pesan, bahwa menjaga kelestarian alam berarti menjaga masa depan.
Sejumlah pelajar, warga dan pegiat lingkungan melakukan aksi bersih-bersih sungai Citarum pada Rabu 30 April 2025. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 17:03 WIB

Sejarah Jalan ABC Bandung, Benarkah Rasis?

Jalan ABC Bandung menyimpan perdebatan sejarah. Benarkah dari etnis Arab, Bumiputra, China, atau toko besar Tio Tek Hong?
Toko ABC di sekitar Pasar Baru bandung tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Jelajah 02 Okt 2025, 15:52 WIB

Julukan Parijs van Java Bandung Diprotes Sejak Zaman Baheula

Parijs van Java diprotes sejak 1938. Bandung dianggap tak mirip Paris, tapi branding ini tetap melekat hingga kini.
Jalan Braga, salah satu pusat keramaian yang lahir dari kreativitas warga Bandung zaman kolonial. (Sumber: Tropenmuseum)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 15:27 WIB

Budaya Menyontek yang Sering Dianggap Sepele

Budaya menyontek sudah bermanifestasi menjadi kegiatan yang dikomersialkan dengan hadirnya jasa percaloan dalam dunia akademik.
Ruang kelas sekolah. (Sumber: Pexels/Sami TÜRK)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 14:35 WIB

Strategi Baru Widyaiswara, dari Variasi Metode hingga Kelas Inklusif

Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif.
Transformasi widyaiswara di era digital, dari metode konvensional ke pembelajaran daring dengan variasi strategi, teknologi, dan kelas inklusif. (Sumber: rotendaokab.go.id)
Mayantara 02 Okt 2025, 12:08 WIB

Blokir WhatsApp (Ritual Digital dalam Relasi Sosial)

Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup.
Blokir WhatsApp. Satu klik sederhana, dan seluruh akses komunikasi pun ditutup. (Sumber: Pexels/Image Hunter)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 10:22 WIB

Beberapa Kejanggalan dalam Keracunan Program MBG di Cipongkor

Program MBG yang digadang-gadang sebgai proyek prestisius ini ternyata menuai polemik dan temuan masalah di lapangan.
Dapur Makmur Jaya yang jadi tempat memasak menu MBG penyebab keracunan massal. (Sumber: Ayobandung | Foto: Restu Nugraha)
Ayo Netizen 02 Okt 2025, 07:45 WIB

Melacak Api Zoroaster di Kehidupan Sunda Kontemporer

Sunda terhubung dengan agama-agama yang jauh ada di sana, dengan dunia yang multikultur.
Unggahan Akun Instagram @indocapsclub_bandung (30/09/22) yang Menampilkan Topi dengan Lambang Faravahar (Sumber: https://www.instagram.com/p/CjHdSdQvV45/?igsh=b3ZzbWxxMGhub3o= | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 20:10 WIB

Klinik Premium dan Masa Depan Estetika, Bandung Jadi Barometer Industri Kecantikan

Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri.
Klinik kecantikan kini bukan lagi tempat eksklusif bagi segelintir orang, melainkan bagian dari rutinitas banyak warga urban yang ingin tampil segar, sehat, dan percaya diri. (Sumber: dok. L'viors)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 18:32 WIB

Mi Bakso Legendaris ‘Abrag’: Doyan Baksonya tapi Gak Tahu Apa Itu ‘Abrag’

Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur.
Selain menyediakan mi bakso, kedai bakso “Abrag” pusat menyediakan batagor, dan minuman es campur. (Sumber: Ulasan Google oleh Fitrie)
Ayo Biz 01 Okt 2025, 17:09 WIB

Wisata Alam yang Terus Berevolusi dan Masa Depan Geowisata Bandung

Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital.
Wisata alam tak lagi hanya soal menikmati pemandangan, tapi juga tentang bagaimana pengunjung bisa terlibat secara emosional dan digital. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 17:00 WIB

ASN Belajar dari Genggaman, dari Layar Kecil Menuju Perubahan Besar

Artikel ini menyoroti peluang dan tantangan pembelajaran digital Aparatur Sipil Negara (ASN) lewat gawai.
 (Sumber: ChatGPT | Foto: Ilustrasi)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 16:13 WIB

Learning Agility: Panduan Survival di Era Perubahan

Menghadapi dunia yang terus berubah, jabatan dan ijazah hanya menjadi pelengkap, hal utama adalah kelincahan untuk terus belajar.
Ilustrasi Aparatur Negeri Sipil (ASN). (Sumber: Pexels/Brett Jordan)
Ayo Jelajah 01 Okt 2025, 15:43 WIB

Pasukan Khusus Pergi ke Timur, Jawa Barat Senyap Pasca Kup Gagal G30S

Ketika Jawa Tengah banjir darah, Jawa Barat relatif sunyi pasca G30S. Sejarah militer dan strategi Siliwangi jadi pembeda.
Tentara Resimen Cakrabirawa yang melakukan penculikan Dewan Jenderal saat kup G30S dalam film Pengkhianatan G30S/PKI.
Ayo Biz 01 Okt 2025, 15:24 WIB

Sushi Menjamur di Bandung: Gaya Hidup Urban yang Kian Bersahabat dengan Rasa Jepang

Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam.
Dari sushi roll sederhana hingga foie gras premium, pilihan menu Jepang kini hadir di berbagai penjuru kota, membentuk lanskap gastronomi yang semakin beragam. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Beranda 01 Okt 2025, 14:06 WIB

Menguak Kisah Branghang Lebakgede, Lorong Kecil yang Mengubah Wajah Lingkungan di Kecamatan Coblong

Revitalisasi branghang ini ternyata menjadi pintu masuk bagi gagasan lain yang lebih besar. Dari sinilah Inong kemudian berani melangkah ke program pengelolaan sampah yang lebih serius.
Tanaman hidroponik di branghang Kelurahan Lebak Gede, RW9 Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Netizen 01 Okt 2025, 12:10 WIB

Laju Perjalanan Haikal, Petinju Pelajar yang Bersinar di Popda Jabar 2025

Haikal merupakan seorang petinju sekaligus pelajar yang meraih emas di Popda Jabar 2025.
Bersama kedua lawannya yang tangguh, Haikal naik podium. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yogi Esa Sukma N.)