AYOBANDUNG.ID -- Arys Buntara berdiri di depan sebuah rumah tua di Jalan Banda, Bandung, pada suatu sore di tahun 2020. Bangunan itu sunyi, rimbun, dan dikenal warga sebagai “Rumah Kentang”, tempat yang konon dihuni aroma mistis dan cerita anak kecil yang jatuh ke dalam kuali kentang. Tapi di mata Arys, rumah itu bukan kutukan. Ia melihat peluang.
“Saya suka tantangan,” katanya, mengenang momen pertama kali ia memutuskan untuk menyulap rumah angker itu menjadi tempat usaha yang menjadi salah satu restoran hits di Kota Bandung.
Banyak yang menyebutnya nekat tapi Arys tahu, justru di sanalah letak kekuatan konsepnya. Ia memulai proyek Roemah Kentang 1908 pada 5 Desember 2020. Di tengah pandemi dan persaingan bisnis kuliner yang brutal di Bandung, Arys sadar bahwa ia tak bisa sekadar ikut-ikutan. “Dalam bisnis itu, harus membuat pembeda. Kalau tidak, saya tenggelam,” ujarnya.

Pembeda itu bukan hanya soal bangunan heritage yang sudah berusia lebih dari seabad. Tapi juga soal keberanian mengubah stigma. Rumah Kentang bukan tempat yang mudah dijual. Tapi justru karena sudah dikenal luas, Arys tak perlu memulai dari nol. “Orang sudah tahu tempat ini. Saya tinggal ubah narasinya,” katanya.
Nama “Roemah Kentang 1908” dipilih dengan cermat. Angka 1908 merujuk pada tahun berdirinya rumah tersebut, yang dulunya merupakan markas perkumpulan Lochea Hermes. Bangunan ini dikategorikan sebagai heritage B, artinya hanya bagian dalam yang boleh direnovasi. “Bagian luar harus tetap asli. Itu tantangan tersendiri saat melakukan renovasi,” kata Arys.
Renovasi pun berjalan penuh kehati-hatian. Ia harus berkoordinasi dengan berbagai pihak, memastikan tidak ada ornamen sejarah yang rusak. Pilar-pilar, pintu kayu, dan jendela besi tetap dipertahankan. “Saat memulai proyek Roemah Kentang 1908, saya ingin orang masuk dan merasakan sejarahnya, bukan hanya makan,” ujarnya.

Di dalam, Arys menambahkan sentuhan industrial dan vintage. Piano tua yang rusak, televisi jadul, dan relik-relik masa lalu dijadikan dekorasi. Bukan sekadar estetika, tapi bagian dari cerita. “Lewat Roemah Kentang 1908, saya tidak ingin menghapus masa lalu. Saya ingin mempertahankannya,” katanya.
Menu yang ditawarkan pun tak biasa. Ia memilih konsep Peranakan yakni perpaduan Timur Tengah, Barat, Oriental, dan Asia. Semua diolah oleh koki lokal, dengan rasa yang tetap bisa diterima lidah Indonesia. “Saya ingin menyesuaikan rasa dengan suasana bangunan,” ujar Arys.
Beberapa menu andalan seperti bubur bakar, bakmi ayam, dan pancake menjadi favorit pengunjung. Ada juga Roemah Kentang Breakfast, dan semua menu ini disajikan dengan plating menarik dan rasa yang menggugah selera.

Meski awalnya dikenal sebagai rumah angker, Roemah Kentang 1908 kini menjadi tempat nongkrong yang cozy dan ramai dikunjungi. Lokasinya yang strategis, tepat di depan GOR Saparua, membuatnya mudah diakses oleh warga lokal maupun wisatawan.
Arys juga menyediakan ruang privat bernama Megan Trian Room, yang bisa digunakan untuk meeting atau acara komunitas. Dengan kapasitas hingga 250 orang, Roemah Kentang 1908 menjadi pilihan menarik untuk berbagai kegiatan sosial dan bisnis.
Transformasi ini bukan hanya soal bisnis. Bagi Arys, ini adalah soal keberanian mengubah persepsi. Dari tempat yang ditakuti, menjadi ruang yang dirayakan. “Saya ingin orang datang ke sini dan merasa nyaman. Tidak lagi takut, tapi penasaran dan senang,” ujarnya.
Alternatif kuliner dan UMKM: