Kisah Siti Fatimah: Intel Cilik yang Menjadi Saksi Agresi Militer Belanda

Gilang Fathu Romadhan
Ditulis oleh Gilang Fathu Romadhan diterbitkan Sabtu 16 Agu 2025, 23:03 WIB
Siti Fatimah (95) veteran yang dulu bertugas menjadi mata-mata saat usianya masih 15 tahun. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Siti Fatimah (95) veteran yang dulu bertugas menjadi mata-mata saat usianya masih 15 tahun. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

AYOBANDUNG.ID — Wajah ketakutan orang-orang pribumi di Ciwaru, Kabupaten Kuningan pada 1947 masih tergambar jelas di ingatan Siti Fatimah yang saat ini berusia 95 tahun. Kala itu Indonesia telah merdeka. Tapi Belanda melakukan agresi militer, membuat aktifitas warga terbatas.

Tentara Belanda berjaga di sejumlah titik di Jawa Barat, termasuk di Kuningan. Mereka melakukan penyekatan di perbatasan antara pedesaan dengan perkotaan. Sebab saat itu pejuang Indonesia tengah melakukan perang gerilya. 

Siti Fatimah adalah salah satunya, pejuang wanita asal Ciwaru, Kuningan, yang lahir pada 20 Maret 1932. Ia tergabung ke dalam Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Usianya baru 15 tahun. Namun tugasnya berat: menjadi seorang mata-mata. Salah sedikit, nyawanya melayang, para pejuang gagal melakukan penyerangan.

"Ibu waktu itu masih SMP kelas dua. Setelah proklamasi, Belanda merongrong ingin kembali menjajah, tapi mungkin bangsa kitanya sudah melek jadi ibu ikut gabung ke tentara pelajar (TRIP)," kata Fatimah di kediamannya di Jalan Waluh, Malabar, Kota Bandung, Jumat, 15 Agustus 2025.

Tubuhnya kini sudah kian membungkuk, kulitnya keriput, pendengaran pun mulai memburuk. Akan tetapi, semangatnya masih berkobar. Ketika Fatimah bercerita, waktu seakan kembali ke masa lalu.

Tugasnya sebagai intel cilik dijalankan tanpa bekal latihan khusus, hanya bermodal nekat. Keinginannya sederhana: melihat suasana kota dan mencicipi makanan enak. Namun, justru itulah yang menjadi pemantik keberaniannya. Di balik itu, ia menyadari dirinya adalah pejuang termuda. Ia paham, hanya dirinya yang berpeluang lolos dari pemeriksaan tentara Belanda.

Sebagai mata-mata, Fatimah bertugas untuk mengantar sebuah surat dari Komandan Pasukan di perkampungan Ciwaru bernama Kapten Mustofa. Dengan kaos dan rok lusuh, ia memulai perjalanannya. Dari Ciwaru ke Luragung—perbatasan dengan pusat kota—membutuhkan waktu lebih dari tiga jam dengan berjalan kaki, melewati hutan belantara dan perkebunan.

Dalam perjalanannya, ia kerap memantau situasi, seperti mencari tahu berapa jumlah tentara Belanda yang berjaga atau berpatroli. Informasi seperti ini membantu pejuang gerilya yang berperang pada malam hari, secara diam-diam dan terorganisir.

Fatimah tidak pergi sendiri. Seringkali ia pergi bersama penjual hasil bumi. Untuk pergi ke pusat kota, mereka mesti menaiki angkutan umum. Namun angkutan baru nampak di Luragung. Di satu sisi, tentara Belanda berjaga di sana, mencekal siapa saja yang berasal dari desa tanpa tujuan penting ke pusat kota. 

Fatimah bisa lolos dari pemeriksaan karena dianggap bukan ancaman oleh tentara Belanda. Alasannya karena ia seorang perempuan dibawah umur. Meski tak jarang pasukan Belanda mencurigai Fatimah, ia kerap ditolong oleh para pedagang.

"Kadang pedagang bilang kalo saya itu anak mereka. Jadi akhirnya saya lolos bisa masuk ke pusat kota," ungkapnya sambil tersenyum.

Ibu dari 10 anak itu bilang, surat yang diberikan kepadanya untuk diantar ke pusat kota ia simpan di alas kaki. Tujuannya jelas, yakni mengelabui pandangan tentara Belanda. Cara ini membuat surat berhasil tersampaikan kepada pejuang di pusat kota di kawasan Kuningan. Kembali lah dia ke kampung halamannya.

Ketika ditanya tentang isi surat itu, Fatimah mengaku tidak pernah tahu. Ia hanya menerima amanat untuk mengantarkannya kepada orang-orang republik—sebutan bagi kaum pribumi kala itu. Baginya, yang terpenting adalah para pejuang Indonesia bisa terus bergerilya dengan leluasa, tanpa terhambat oleh keterbatasan komunikasi.

Senyum sumringah Fatimah seketika hilang saat ia menceritakan dua sahabatnya yang gugur dalam bertugas. Mereka adalah Jumat dan Hudaya. Keduanya tewas dibredel senjata otomatis oleh tentara Belanda. 

"Mereka ketahuan sebagai pejuang republik oleh Belanda. Sempat kabur tapi mereka nggak selamat," ungkapnya lirih, diiringi setetes bening keluar dari mata kanannya.

Fatimah menjadi mata-mata tentara gerilya selama setahun lebih. Keberaniannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI membuatnya mendapatkan penghargaan Bintang Gerilya.

Bertemu Pujaan Hati

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan juga membawanya pada percintaan. Seorang lelaki gagah, tinggi, dan berani bernama Muhammad Tomi membuatnya jatuh cinta. Ia kagum dan terkesima kepada Tomi secara diam-diam, layaknya seorang mata-mata yang bersaksi tanpa disadari orang-orang.

Kisah percintaan mereka tak lepas dari momen-momen bersejarah. Pada 1946, pusat pemerintahan Indonesia dipindahkan secara diam-diam dari Jakarta ke Yogyakarta. Ini karena tentara sekutu datang ke Jakarta, membuat kondisi keamanan tidak menguntungkan. Presiden ke-1 RI, Soekarno kemudian menggelar rapat terbatas pada 1 Januari 1946. Sehari setelahnya, Sultan Hamengkubuwono IX menawarkan Yogyakarta sebagai ibu kota RI sementara.

Soekarno dan Hatta serta para pemimpin lainnya lalu berangkat ke Yogyakarta menggunakan kereta api secara diam-diam. Di sana, Soekarno berpidato melalui radio RRI bahwa pemerintahan dipindahkan ke Yogyakarta. Sejak saat itu, Yogyakarta menjadi Ibu Kota sementara.

Muhammad Tomi adalah salah satu pejuang yang berangkat ke sana. Sementara Fatimah memilih untuk berjaga di kampung halamannya. 

Belanda melakukan agresi militer II pada Desember 1948. Ini membuat Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, dan mereka menyebarkan klaim bahwa Indonesia telah bubar. Indonesia yang tak rela kemerdekaannya yang dicapai susah payah kembali direbut.

Penyerangan Indonesia di Yogyakarta dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Serangan dilancarkan secara mendadak dan berhasil menduduki Yogyakarta selama 6 jam. Upaya ini untuk memberitahu dunia bahwa Indonesia masih ada. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret.

Setelah selesai bertugas di Yogyakarta, Tomi ditugaskan kembali ke daerah Kuningan. Tomi dan Fatimah akhirnya bertemu. Fatimah mengaku pertemuan awal dengan Tomi sangat sederhana.

"Biasa saja, karena kami sama-sama pejuang. Waktu itu kami sering bertemu di daerah markas, di perkampungan yang jauh dari kota," tuturnya. 

Sebagai mata-mata, Fatimah bertugas untuk mengantar surat dari komandannya sambil memantau keberadaan tentara Belanda. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Sebagai mata-mata, Fatimah bertugas untuk mengantar surat dari komandannya sambil memantau keberadaan tentara Belanda. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Namun dari perjumpaan demi perjumpaan, kedekatan itu tumbuh hingga akhirnya mereka menikah pada 1951, saat Fatimah berusia 19 tahun dan Tomi 23 tahun. Tomi dikenal sebagai sosok pejuang yang tegas, sementara Fatimah sebagai mata-mata perempuan yang berani. 

Keduanya kemudian mengisi hari-hari setelah perang dengan kehidupan sederhana. Mereka lalu tinggal di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Rakatan Nomor 79 RT 1/1, Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung.

Pernikahan itu dikaruniai 10 orang anak. Namun, kebahagiaan mereka tak berlangsung lama. Tomi dan putra bungsunya lebih dahulu berpulang, meninggal dalam sebuah kecelakaan sepulang dinas ABRI di daerah Cileunyi pada 1973. Duka itu begitu dalam bagi Fatimah. Meski hatinya hancur, ia sadar masih ada sembilan anak yang harus ia besarkan dengan kasih dan keteguhan seorang ibu.

"Saya jadi calo pembebasan lahan tol Bandung-Jakarta buat dapat penghasilan. Kadang juga berjualan," ujarnya.

Kini anak-anaknya telah tumbuh dewasa. Lima diantaranya berhasil meraih gelar sarjana. Ada juga yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Perjuangannya membesarkan anak seorang diri berhasil meski tak mudah. Sekarang dia tinggal bersama anaknya di Jalan Waluh No.19.

Ratusan Veteran di Kota Bandung Belum Terdata

Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Bandung mencatat masih banyak veteran yang belum mendaftarkan diri. Padahal, data jumlah veteran menjadi penting untuk memastikan mereka mendapat perhatian dari pemerintah.

"Di kota yang terdaftar, sebetulnya banyak veteran di Kota Bandung. Cuman mereka tidak mendaftarkan ke LVRI Kota Bandung. Tahun ini kita sedang menjalankan sensus pendataan untuk veteran yang ada di Kota Bandung. Cuman kan, belum selesai semua,” kata Staf Administrasi Veteran LVRI Kota Bandung, Putut Susanto, saat dihubungi, Jumat, 15 Agustus 2025.

Hingga saat ini, terdapat sekitar 410 veteran yang terdaftar. Namun, jumlah tersebut belum diperbarui karena sebagian di antaranya sudah meninggal. Dari jumlah itu, hanya tersisa sekitar empat orang veteran yang terlibat langsung dalam peristiwa besar, seperti Bandung Lautan Api.

"Yang lainnya itu kebanyakan veteran Trikora. Terus, sekarang yang baru-baru ini PBB. Sedangkan ibu Fatimah itu masuknya PKRI (Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia)," ujar Putut.

Berkas-berkas dokumen Fatimah sebagai anggota pejuang kemerdekaan Indonesia. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Berkas-berkas dokumen Fatimah sebagai anggota pejuang kemerdekaan Indonesia. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)

Ia menambahkan, pemerintah memberikan tunjangan bagi para veteran. Namun, tidak semua golongan mendapatkannya secara penuh, terutama mereka yang tergabung dalam pasukan PBB. 

"Ada Tunjangan veteran, tapi belum semua kalau yang PBB itu mendapatkan. Masih diurus. Jadi belum masuk. Intinya, negara tidak melupakan jasa-jasa mereka," ungkapnya.

Pesan untuk Indonesia dan Generasi Penerus

Delapan puluh tahun sudah Indonesia menikmati kemerdekaan. Namun, bagi Fatimah, perjuangan bangsa belum usai. Ia menilai masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, terutama oleh pemerintah dan generasi muda.

"Mudah-mudahan generasi muda bisa mengisinya dengan baik," ujarnya.

Fatimah menekankan, perjuangan hari ini justru lebih berat. Jika dahulu para pejuang bertaruh nyawa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, maka kini generasi penerus dituntut mengisinya dengan karya nyata. 

"Karena untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, kita harus menjadi pemimpin yang baik. Dalam bidang apa pun, semua harus dijalankan dengan sungguh-sungguh," bebernya.

Ia menambahkan, cerita perjuangan masa lalu tidak akan pernah habis untuk diceritakan. Namun, bagi generasi penerus bangsa, tugas utamanya bukan sekadar mengingat, melainkan melanjutkan perjuangan dengan kerja keras, ilmu, dan rasa tanggung jawab.

"Sesungguhnya, mengisi kemerdekaan lebih berat. Semoga dengan ilmu yang didapat, bisa dimanfaatkan untuk negeri ini. Supaya Indonesia betul-betul bisa merasakan arti kemerdekaan seutuhnya," tuturnya.

Fatimah menjalani hidup yang tak pernah jauh dari kata perjuangan. Di masa mudanya, ia bertaruh nyawa demi mempertahankan kemerdekaan. Setelah menikah, perjuangannya berlanjut dalam membesarkan anak-anak seorang diri. Kini, di usia senja, ia menitipkan salam perpisahan yang sarat makna, sebuah pesan yang membakar semangat generasi muda untuk terus melanjutkan perjuangan.

"Selamat berjuang, selamat bertugas," katanya sambil mengepalkan tangan kanan ke atas.

Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Kita Belum Merdeka

Ayo Netizen 14 Agu 2025, 15:02 WIB
Kita Belum Merdeka

News Update

Ayo Jelajah 17 Agu 2025, 00:58 WIB

Yang Dilakukan Soekarno Sebelum dan Sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Rumah Maeda dan Pegangsaan Timur jadi saksi sejarah detik-detik menegangkan yang dijalani Bung Karno sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Mohammad Hatta (kiri) dan Soekarno (kanan) dalam sebuah kesempatan. (Sumber: Wikimedia)
Beranda 16 Agu 2025, 23:03 WIB

Kisah Siti Fatimah: Intel Cilik yang Menjadi Saksi Agresi Militer Belanda

Senyum sumringah Fatimah seketika hilang saat ia menceritakan dua sahabatnya yang gugur dalam bertugas.
Siti Fatimah (95) veteran yang dulu bertugas menjadi mata-mata saat usianya masih 15 tahun. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Gilang Fathu Romadhan)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 19:03 WIB

Dari Genggaman Berujung Cuan, Perjalanan dan Strategi ala Owner Bisnis Online

Di tengah derasnya arus digitalisasi, Sofia melihat peluang bisnis di balik layar ponsel yang tak pernah lepas dari genggaman generasi muda.
Produk  pakaian jadi anak dari bisnis online TikiTaka Kids. (Sumber: dok. TikiTaka Kids)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 17:59 WIB

Ketika Panggung Berganti: Eksanti dan Kisah di Balik Jahitan Yumnasa

Eksanti memilih meninggalkan gemerlap dunia hiburan untuk membangun bisnis fesyen muslim yang ia beri nama Yumnasa.
Eksanti, owner dari brand fesyen muslim Yumnasa. (Sumber: Yumnasa)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 16:31 WIB

Arys Buntara dan Roemah Kentang 1908: Ketika Keberanian Menyulap Mitos Jadi Magnet Kuliner

Rumah Kentang, tempat yang konon dihuni aroma mistis dan cerita anak kecil yang jatuh ke dalam kuali. Tapi di mata Arys, rumah itu bukan kutukan, tapi peluang.
Penampakan depan dari resto hits di Kota Bandung, Roemah Kentang 1908. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 14:47 WIB

Sneaker, Sepatu yang Bisa Masuk dengan Gaya Pakaian Apapun

Sepatu sneaker merupakan jenis sepatu kasual yang awalnya dibuat untuk kebutuhan olahraga. Namun kini, sepatu ini lebih banyak digunakan sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari.
Ilustrasi foto sepatu sneaker (Pixabay)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 10:21 WIB

Hobi Bikin Kerajinan Tali Antarkan Merlin Jadi Juragan Gelang

Siapa sangka sebuah hobi menganyam tali bisa mengantar seseorang meraih kesuksesan besar. Merlin Sukmayadin (36), warga Kompleks Puri Cipageran Indah 2, Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, KBB
Merlin Sukmayadin pengusaha gelang tali. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 16 Agu 2025, 09:19 WIB

Legenda Kulliner Sunda di Jantung Pasar Cihapit

Bandung dikenal sebagai surga kuliner dengan beragam pilihan makanan khas Jawa Barat. Di tengah ramainya perkembangan kafe modern, masih ada satu warung makan sederhana yang tetap menjadi primadona
Menu di warung makan Bu Eha. (Foto: GMAPS Bu Eha)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 19:16 WIB

Dari Es Krim ke Ekosistem Brand: Golden Pine dan Formula Bisnis Barry Akbar

Barry Akbar, CEO Orchid Forest Cikole, adalah tokoh di balik lahirnya Golden Pine, sebuah kafe bergaya glass house yang kini menjadi primadona baru di tengah hutan pinus.
CEO Orchid Forest Cikole sekaligus konseptor Golden Pine, Barry Akbar. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 18:04 WIB

Cerita Hantu dan Jeritan Ketidakadilan

Cerita hantu menyimpan kode trauma dan harapan rakyat, mengingatkan bahwa luka sosial belum sembuh.
Cerita hantu menyimpan kode trauma dan harapan rakyat, mengingatkan bahwa luka sosial belum sembuh, dan ketimpangan nyata lebih menyeramkan dari bayangan gaib. (Sumber: Pexels/cottonbro studio)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 16:56 WIB

Dari Panggung ke Pasar Skincare, Perjalanan Dewi Hani Jayanti Membangun Maryame

Di balik gemerlap dunia hiburan, Dewi menyimpan mimpi lain yang kini menjelma menjadi brand skincare lokal bernama Maryame.
Dewi Hani Jayanti, owner produk skincare Maryame. (Sumber: dok. pribadi)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 16:37 WIB

Belajar Konteks Sosial, Budaya, dan Ekonomi dari Sepiring Nasi Goreng

Ternyata nasi goreng erat kaitannya dengan konteks sosial, budaya juga ekonomi.
Nasi Goreng Sapi Cabe Hijau Solaria (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 15:25 WIB

Dari Dapur Impian ke Rumah None: Kisah Non April Merintis Bisnis Kuliner di Bandung

Non April tidak pernah bercita-cita menjadi pebisnis kuliner. Ia hanya tahu satu hal yaitu rasa punya kekuatan untuk menyatukan.
Salah satu menu di Rumah None. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 15:12 WIB

Saat Janji KDM (Kembali) Ingkar

Rasanya, tidak kali ini janji program Gubernur Jabar tidak ditepati. Bagaimana bila bangunan ingkar janji ini terus "dipahat" dan "diperkokoh"?
Gubernur Jabar, Kang Dedi Mulyadi (KDM). (Sumber: ppid.jabarprov.go.id)
Ayo Jelajah 15 Agu 2025, 14:53 WIB

Sejarah Pertempuran Bojongkokosan, 4 Hari Kacaukan Konvoi Sekutu ke Bandung

Empat hari empat malam, jalur Sukabumi–Bandung berubah jadi neraka bagi konvoi Sekutu di Bojongkokosan.
Diorama Pertempuran Bojongkokosan di Museum Satriamandala. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 14:16 WIB

Tren Athleisure, Celana Jogging Makin Nyaman dan Enak Dipakai untuk Bergaya

Celana jogging adalah celana panjang yang awalnya dirancang untuk olahraga lari. Namun saat ini juga populer digunakan untuk aktivitas santai maupun gaya kasual.
Ilustrasi Foto Jogging. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 15 Agu 2025, 13:35 WIB

Cara Baik Komunitas Jaeminnesia, Rayakan Ultah Idol dengan Proyek Donasi Kemanusiaan

Jaeminnesia adalah salah satu komunitas penggemar Jaemin NCT Dream asal Indonesia.
Foto Jaemin NCT Dream dan sertifikat donasi ke Yayasan Gugah Nurani Indonesia (Sumber: x.com/@najaeminnesia)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 12:06 WIB

Menyusutnya Budidaya Jamur di Cisarua, Apakah Petani Masih Punya Harapan?

Kampung Cipeusing di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, telah lama dikenal sebagai sentra budidaya jamur tiram putih. Ratusan warga pernah menggeluti usaha ini, namun kini ju
Budidaya Jamur di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Biz 15 Agu 2025, 11:14 WIB

Canumer, Saksi Perjalanan Toni dari Driver Ojol Jadi Juragan Pisang Nugget Lumer

Perjalanan usaha Toni Anggara, pemilik brand kuliner Canumer, membuktikan bahwa kegigihan dan kreativitas bisa membuka pintu rezeki dari arah yang tak terduga.
Canumer, Pisang Nugget Lumer (Foto: Rizma Riyandi)
Ayo Jelajah 15 Agu 2025, 10:30 WIB

Hikayat Dukun Digoeng Bantai Warga Cililin, Gegerkan Wangsa Kolonial di Bandung

Dukun Digoeng diduga jadi otak kematian misterius di Cililin tahun 1938. Ilmu gaib, racun, dan pesanan nyawa gegerkan pemerintah adat.
Dukun zaman baheula. (Sumber: Tropenmuseum)