Kemerdekaan Pangan dan Idealisme Pembangunan yang Berkelanjutan

Willfridus Demetrius Siga
Ditulis oleh Willfridus Demetrius Siga diterbitkan Jumat 13 Jun 2025, 16:12 WIB
Upacara Kampung Adat Cireundeu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Upacara Kampung Adat Cireundeu. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Ditulis oleh Benedict Erick Mutis, Putu Jovita Nareswary, dan Willfridus Demetrius S. 

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan begitu banyak pulau dan keberagaman budaya. Salah satunya adalah Kampung Adat Cireunde yang terletak di kecamatan Cimahi Selatan, Leuwigajah, Jawa Barat.

Kampung Adat Cirendeu masih mempertahankan budaya dan warisan leluhur di tengah dinamika peradaban yang selalu mengedepankan semangat eksploitasi dan konsumtif.

Masyarakat Adat Cireundeu memiliki ikatan batin yang kuat dengan alam yang diwariskan oleh leluhur dan senantiasa dilestarikan dan dihidupi. Hal ini nampak dari cara mereka menjaga alam, merawat, dan mengelola pangan secara bijaksana.

Arti ‘Cirendeu’, menurut para sepuh berasal dari dua kata ‘ci’ (air) dan “rendeu” (pohon ‘rendeu’, ‘sarendeu’: kebersamaan, kekompakan). Konon, Kampung Adat Cireundeu sudah eksis sejak abad 16M. Kampung tersebut secara periodik telah mengalami perubahan sosial, salah satunya akibat gelaran kolonialisme-imperialisme Belanda. Pada 1918, para sepuh menggagas ide yang dinamakan: ‘nendeun kersanyai’, bermakna menyimpan padi dengan alasan mulia untuk kemerdekaan lahir-batin, luar-dalam masyarakat Kampung Adat Cireundeu.

Sebagaimana tercatat dalam sejarah, bahwa praktik kolonialisme Belanda melakukan perampasan kekayaan alam sekaligus mendukung niat Gubernur Jenderal Daendels yang merencanakan pemindahan Ibu Kota Batavia ke Kota Bandung. Dengan demikian, butuh pasokan logistik cukup besar untuk mewujudkan rencana tersebut.

Kampung Adat Cireundeu menjadi salah satu pemasok bahan pangan kepada pemerintah kolonial saat itu. Para sepuh menggunakan tanda-tanda alam, berupa padi-padian sebagai simbol kemerdekaan lahir batin. Salah satu pendahulu Kampung Adat Cireundeu, bernama Abu Sepuh mendapatkan piagam penghargaan sebagai ‘pahlawan pangan’.

Menjaga api semangat Abu Sepuh dan sesepuh lain masyarakat Kampung Adat Cireundeu bertekad merawat sistem ketradisian hingga saat ini. Menggarisbawahi ketahanan pangan yang berkelindan dalam tradisi dan kebudayaan dapat kita telusuri dalam visi ‘kemerdekaan pangan’ menjadi salah satu pilar pembangunan yang berkelanjutan - Sustainable Development Goals (SDGs).

SDGs merupakan kompendium aspirasi global untuk mengeliminasi kemiskinan, menghapus kelaparan, memastikan kehidupan yang sehat dan sejahtera, menyediakan pendidikan berkualitas, mencapai kesetaraan gender, menyediakan air bersih dan sanitasi yang layak, menawarkan energi bersih dan terjangkau, menciptakan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, mendorong industri, inovasi, dan infrastruktur, mengurangi kesenjangan, membangun kota dan pemukiman yang berkelanjutan, menerapkan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, menangani perubahan iklim, melestarikan ekosistem laut dan darat, serta mempromosikan perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh, serta membangun kemitraan untuk mencapai tujuan global. Tujuh belas pilar SDGs, merangkum inti permasalahan dunia masa kini, langkah mitigasi serta solusinya hingga tahun 2030.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk merangkul berbagai elemen sosial, seperti komunitas adat, pemerintah, dan berbagai lapisan masyarakat. Kolaborasi, memegang peranan penting di sini. Seluruh stakeholder, saling kait-mengait mewujudkan kesejahteraan umum, menutup kesenjangan, pemerataan manfaat sosio-ekonomis, dan memberi penekanan pada pembangunan berkelanjutan. Masyarakat adat, turut dilibatkan dalam proses pencapaian SDGs. Pengetahuan lokal (local genius), agrikultur, dan konsistensi menjaga warisan leluhur menguatkan komunitas adat untuk tetap adaptif - kontekstual dengan peradaban masa kini.

SDGs merupakan ‘cetak biru’ (blueprint) sinergi atas keragaman masyarakatnya, mulai dari etnis, ras, dan bahasanya. Pilar SDGs yang relevan dengan semangat ketahanan pangan Kampung Adat Cireundeu adalah ‘Tanpa Kelaparan’ (Zero Hunger). Pilar tersebut, berkorelasi dengan laku sosio-kultural masyarakat Kampung Adat Cireundeu. Merencanakan, membangun, dan merawat pola ketahanan pangan mandiri berimplikasi pada lepasnya ketergantungan pada pola konsumsi beras. Mereka mengembangkan sumber pangan lokal berbasis singkong atau yang dikenal dengan rasi (beras singkong) yang memiliki lebih banyak kandungan serat dan rendah glukosa.

Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Upacara Tutup Tahun Kampung Cireundeu, Merawat Tradisi dan Syukur Kepada Ibu Bumi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Inisiasi yang dihidupi oleh Masyarakat Adat Cirendeu tak hanya menjaga keberlanjutan pangan lokal, melainkan menjadi strategi budaya untuk menekan risiko kelaparan akibat krisis ketersediaan beras nasional. Prinsip "jika sudah lepas dari beras, berarti sudah dekat dengan kemerdekaan," Masyarakat Adat Cireundeu selalu mengakarkan kemandirian pangan dan kecukupan gizi bagi semua individu tanpa terkecuali. Strategi ini mencerminkan poin dua SDGs, yakni memastikan aksesibilitas kecukupan, kebergizian, dan keberlanjutan pangan masyarakat luas.

Strategi yang dipraktikan oleh Masyarakat Adat Cireundeu berbarengan dengan pengetahuan dan pemeliharaan ekosistem hijau, rantai pasok pangann nasional, dan pertimbangan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Ideologi ‘ketahanan pangan’ dapat dicapai tanpa merusak biodiversitas alam setempat. Bukan sebaliknya, monokulturisasi alam dengan dalil meraih ‘kemerdekaan pangan’, justru menampilkan manusia sebagai ‘serigala’ atas alam. Falsafah Sunda Wiwitan tentang alam: “Indung Nu Teu Ngandung” (alam sebagai ibu yang tak mengandung), berarti alam secara cuma-cuma melahirkan, merawat, menimang kehidupan manusia.

Kang Tri, salah satu warga Kampung Adat Cireundeu menuturkan bahwa secara saintifik, singkong cocok bagi para penderita diabetes dan bagi mereka yang menjalankan program diet. Skema ekologis yang berakar pada kemandirian pangan, berdampak pula pada variasi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat umum.

Di lain pihak, ruang kolektivitas dalam kegiatan panen, penyimpanan, dan pengolahan makanan memberi makna tersendiri. Kebudayaan lokal menyatu dengan aktivitas agrarianya melalui semangat gotong royong, urun rembuk, welas asih, dan rasa syukur atas tanah pemberi kehidupan.

Kampung Adat Cireundeu memberikan contoh konkret, bagaimana komunitas adat mampu memajukan keberlanjutan pangan yang senada, selaras dengan alam. Kepastian distribusi dan aksesibilitas terkait ketercukupan, kebergizian, dan keberlanjutan pangan perlu diperkuat dengan regulasi yang berpihak pada kebaikan bersama (bonum commune).

Sistem pangan berkelanjutan perlu dipertimbangkan secara serius dalam konteks pertumbuhan dan populasi yang cepat, urbanisasi, pola konsumsi yang terus berubah, globalisasi, perubahan iklim dan penipisan sumber daya alam. Perkembangan dalam sistem pangan telah menghasilkan banyak hal positif.

Perspektif sosial budaya menganggap sistem pangan dapat dikatakan berkelanjutan apabila ada keadilan distribusi yang berakar pada tradisi kelompok adat tertentu dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Poin kuncinya adalah praktik baik sistem pangan berkelanjutan perlu dan terus berkontribusi pada kemajuan dan keutuhan sosio-kultural seperti nutrisi, kesehatan masyarakat, tradisi, etos kerja, dan kesejahteraan.

Baca Juga: 6 Tulisan Orisinal Terbaik Mei 2025, Total Hadiah Rp1,5 Juta untuk Netizen Aktif Berkontribusi

Masyarakat Adat Cirendeu telah membuktikan bahwa setiap individu memiliki peran vital dalam menjaga keberlanjutan sistem pangan mulai dari pengolahan lahan sampai pascakonsumsi. Beras singkong yang menjadi bahan makanan pokok dijaga keberlanjutannya melalui harmoni, sinergi, dan perilaku baik yang diwariskan turun temurun.

Bersinergi dengan alam! Kata para sepuh, lamun urang nyaah ka alam, alam ge bakal nyaah. Lamun leuweung maneh ruksak, maranehna (orang yang punya bisnis) rugi moal? Kan moal, maranehna mah da nyokot kauntungan hungkul. Lamun halodo cai béak, lamun hujan pasti banjir. (*)

Ditulis oleh Benedict Erick Mutis, Putu Jovita Nareswary, dan Willfridus Demetrius S., merupakan dosen dan mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan.

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Willfridus Demetrius Siga
Dosen yang akrab disapa Willy memulai karirnya sejak tahun 2014 di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Aktif dalam riset, pengabdian, dan penulis.
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

News Update

Ayo Netizen 19 Des 2025, 16:01 WIB

Maribaya Natural Hotspring Resort: Wisata Alam, Relaksasi, dan Petualangan di Lembang

Maribaya Natural Hotspring Resort menawarkan pengalaman wisata alam dan relaksasi di tengah kesejukan Lembang.
Maribaya Lembang. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 15:13 WIB

Bukit Pasir sebagai Benteng Alami dari Hempasan Tsunami 

Sand dune yang terbentuk oleh proses angin dan gelombang dapat mengurangi efek tsunami.
Teluk dengan pantai di selatan Jawa Barat yang landai, berpotensi terdampak hempasan maut tsunami. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T. Bachtiar)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:22 WIB

Jualan setelah Maghrib Pulang Dinihari, Mi Goreng ‘Mas Sam’ Cari Orang Lapar di Malam Hari

Mengapa mesti nasi goreng “Mas Iput”? Orangnya ramah.
SAM adalah nama sebenarnya, tapi para pelanggannya telanjur menyebutnya “Mas Iput”. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 14:12 WIB

5 Hidden Gem Makanan Manis di Pasar Cihapit, Wajib Dicoba Saat Main ke Bandung!

Semuanya bisa ditemukan dalam satu area sambil menikmati suasana Pasar Cihapit.
Salah satu tempat dessert di Pasar Cihapit, yang menjadi tujuan berburu makanan manis bagi pengunjung. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 12:57 WIB

Twig Café Maribaya: Tempat Singgah Tenang dengan Pemandangan Air Terjun yang Menyegarkan Mata

Suasana Cafe yang sangat memanjakan mata dan pikiran lewat pemandangan nyata air terjun yang langsung hadir di depan mata.
Air terjun yang langsung terlihat dari kafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 11:46 WIB

Program CSR sebagai Alat Penembusan dosa

CSR harus dikembalikan ke inti, yaitu komitmen moral untuk mencegah kerusakan ekosistem sejak awal
Ilustrasi kayu hasil penebangan. (Sumber: Pexels/Pixabay)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 10:21 WIB

Keberlangsungan Suatu Negara dalam Bayang-Bayang Deformasi Kekuasaan

Sering kali ada pengaruh buruk dalam jalannya suatu pemerintahan yang dikenal dengan istilah deformasi kekuasaan.
 (Sumber: Gemini AI)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:24 WIB

Kota Bandung: Hak Trotoar, Pejalan Kaki, dan PKL

Antara hak pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang harus diseimbangkan pemerintah Kota Bandung
Pejalan kaki harus melintas di jalan yang diisi oleh para pedagang di trotoar Lengkong Street Food, Kamis, 4 Desember 2025. (Sumber: Dokumentasi pribadi | Foto: Taqiyya Tamrin Tamam)
Ayo Netizen 19 Des 2025, 09:13 WIB

Cibaduyut: Sentra Sepatu yang Berubah Menjadi Sentra Kemacetan

Cibaduyut tidak hanya menjadi pusat penjualan sepatu di Kota Bandung, tapi juga sebagai salah satu pusat kemacetan di kota ini.
Tampak jalanan yang dipenuhi kendaraan di Jln. Cibaduyut, Kota Bandung (04/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Yudhistira Rangga Eka Putra)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 21:16 WIB

Sambel Pecel Braga: Rumah bagi Lidah Nusantara

Sejak berdiri pada 2019, Sambel Pecel Braga telah menjadi destinasi kuliner yang berbeda dari hiruk- pikuk kota.
Sambel Pecel Braga di tengah hiruk pikuk perkotaan Bandung. (Foto: Fathiya Salsabila)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:42 WIB

Strategi Bersaing Membangun Bisnis Dessert di Tengah Tren yang Beragam

Di Tengah banyaknya tren yang cepat sekali berganti, hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi pengusaha dessert untuk terus mengikuti tren dan terus mengembangkan kreatifitas.
Dubai Truffle Mochi dan Pistabite Cookies. Menu favorite yang merupakan kreasi dari owner Bonsy Bites. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 20:08 WIB

Harapan Baru untuk Taman Tegallega sebagai Ruang Publik di Kota Bandung

Taman Tegallega makin ramai usai revitalisasi, namun kerusakan fasilitas,keamanan,dan pungli masih terjadi.
Area tribun Taman Tegalega terlihat sunyi pada Jumat, 5 Desember 2025, berlokasi di Jalan Otto Iskandardinata, Kelurahan Ciateul, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Ruth Sestovia Purba)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 19:38 WIB

Mengenal Gedung Sate, Ikon Arsitektur dan Sejarah Kota Bandung

Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat.
Gedung Sate merupakan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi ikon Jawa Barat. (Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 18:30 WIB

Kondisi Kebersihan Pasar Induk Caringin makin Parah, Pencemaran Lingkungan di Depan Mata

Pasar Induk Caringin sangat kotor, banyak sampah menumpuk, bau menyengat, dan saluran air yang tidak terawat, penyebab pencemaran lingkungan.
Pasar Induk Caringin mengalami penumpukan sampah pada area saluran air yang berlokasi di Jln. Soekarno-Hatta, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung, pada awal Desember 2025 (Foto : Ratu Ghurofiljp)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:53 WIB

100 Tahun Pram, Apakah Sastra Masih Relevan?

Karya sastra Pramoedya yang akan selalu relevan dengan kondisi Indonesia yang kian memburuk.
Pramoedya Ananta Toer. (Sumber: Wikimedia Commons | Foto: Lontar Foundation)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 17:42 WIB

Hikayat Jejak Kopi Jawa di Balik Bahasa Pemrograman Java

Bahasa pemrograman Java lahir dari budaya kopi dan kerja insinyur Sun Microsystems dengan jejak tak langsung Pulau Jawa.
Proses pemilahan bijih kopi dengan mulut di Priangan tahun 1910-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 17:21 WIB

Komunikasi Lintas Agama di Arcamanik: Merawat Harmoni di Tengah Tantangan

Komunikasi lintas agama menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial di kawasan ini.
Monitoring para stakeholder di Kecamatan Arcamanik (Foto: Deni)
Ayo Jelajah 18 Des 2025, 16:40 WIB

Eksotisme Gunung Papandayan dalam Imajinasi Wisata Kolonial

Bagi pelancong Eropa Papandayan bukan gunung keramat melainkan pengalaman visual tanjakan berat dan kawah beracun yang memesona
Gunung Papandayan tahun 1920-an. (Sumber: KITLV)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 15:16 WIB

Warisan Gerak Sunda yang Tetap Hidup di Era Modern

Jaipong merupakan jati diri perempuan Sunda yang kuat namun tetap lembut.
Gambar 1.2 Lima penari Jaipong, termasuk Yosi Anisa Basnurullah, menampilkan formasi tari dengan busana tradisional Sunda berwarna cerah dalam pertunjukan budaya di Bandung, (08/11/2025). (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Satria)
Ayo Netizen 18 Des 2025, 14:59 WIB

Warga Cicadas Ingin Wali Kota Bandung Pindahkan TPS ke Lokasi Lebih Layak

Warga Cicadas menghadapi masalah lingkungan akibat TPS Pasar Cicadas yang penuh dan tidak tertata.
Kondisi tumpukan sampah menutupi badan jalan di kawasan Pasar Cicadas pada siang hari, (30/11/2025), sehingga mengganggu aktivitas warga dan pedagang di sekitar lokasi. (Foto: Adinda Jenny A)