Risiko Jebakan Citra pada Medsos Pejabat Publik-Politisi Tanah Air

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Ditulis oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diterbitkan Rabu 27 Agu 2025, 13:59 WIB
Gubernur Jabar KDM (Kang Dedi Mulyadi). (Sumber: Pemprov Jabar)

Gubernur Jabar KDM (Kang Dedi Mulyadi). (Sumber: Pemprov Jabar)

Dalam media sosial pejabat publik, terutama berbasis politisi, dan lebih dalamnya lagi sosok Gubernur Jabar KDM (Kang Dedi Mulyadi), maka akan mudah terlihat feed yang dibuat semata kebutuhan audiens. 

Ada unsur konten “aspiratif” di sana, karena konten dibuat tak sepenuhnya angan personal, tapi dominan merujuk sesuatu yang sedang ramai, atau mudahnya masyarakat sebut sedang “viral”. Kalaupun tidak sedang trending, unggahan (biasanya video) dibuat agar jadi ramai dibahas warganet (netizen). 

Salah satu yang masuk kategori ini adalah video saat KDM menjadi Inspektur Upacara HUT Polri di Polda Jabar, awal Juli lalu. Saat upacara sudah dinyatakan selesai oleh pemimpin upacara, dan di luar kelaziman protokoler kenegaraan, sang gubernur tetiba inspeksi pasukan. 

Alih-alih bubar jalan seperti lazimnya upacara peringatan, Dedi selepas inspeksi tersebut kembali ke podium. Dan, ini yang pastinya disukai netizen, dia mengumumkan akan berikan uang puluhan juta bagi anggota polisi tertua yang lama kenaikan pangkatnya mangkrak. 

Bergemuruh-lah pemirsa, baik di lapangan Mapolda Jabar dan apalagi di medsos. Prosedur tata acara protokol tak apa dilanggar. Toh konten “khas” KDM nyawer-nyawer selalu ada, anggota polisi ada yang dapat duit dan …. trafik memuncak! 

Jauh sebelum ini, sejenak kita kembali ke masa kampanye Pilpres 2024 lalu. Dari tiga paslon, yang berlaku sesuai tuntutan netizen, sudah pasti didominasi sosok yang kini jadi Presiden RI ke-8: Prabowo Subianto. Apalagi kalo bukan sosok baru: gemoy. 

Setelah bertarung dalam tiga Pilpres dengan bangun kreasi citra sebagai sosok tegas khas militer, Prabowo berubah total dengan joget di banyak panggung. Bukan sekedar nari-nari tapi juga diiringi dengan musik dan tempik sorak dari Gen Z sebagai pemilih dominan saat itu. 

Prabowo tak lagi ber-baret tapi ber-joget. Tak lagi berapi-api tapi berdansa-dansi. Tak lagi teriak kencang tapi menghibur lantang. Persoalan karakter pribadi “tergadaikan” tidaklah mengapa karena yang penting pemilih mayoritas suka dan tak lagi khawatir memilih sosok berbau loreng.

Dan, KDM serta Prabowo, sejatinya adalah gambaran mikroskopik. Nun jauh di negara yang mendaki kampiun demokrasi dunia, Amerika Serikat, kita pun dengan mudah menemukan unggahan politisi yang tak lagi karakter dirinya serta condong penuhi tuntutan “sutradara” khalayak. 

Telaahan Cendekia

Gubernur Jabar, Kang Dedi Mulyadi (KDM). (Sumber: ppid.jabarprov.go.id)
Gubernur Jabar, Kang Dedi Mulyadi (KDM). (Sumber: ppid.jabarprov.go.id)

Apa yang terjadi pada panggung politik ini sejatinya sudah tertera sejak lama (dan termasuk kontemporer) oleh para cendekia humaniora. 

Guy Debord dalam bukunya, The Society of the Spectacle (1967), sudah memprediksi lahirnya masyarakat spektakel. Yakni masyarakat yang menghargai yang tampak/visual itu lebih penting daripada karya nyata.

Pemimpin dinilainya akan didorong lebih banyak menangis bersama rakyat daripada membangun sistem yang adil bagi rakyat. Hubungan sosial tidak lagi dibangun berbasis kepercayaan, tapi lebih dominan berdasarkan gambar-gambar yang direkayasa dan disebarkan. 

Maka, dalam dunia politik konteks spektakel ini, janji bisa lebih dulu menjadi tajuk berita sebelum menjadi kebijakan yang bisa diukur. “Atraksi” di media sosial yang menghanyutkan rasa dan karsa jauh lebih penting dari kebijakan teknorasi terukur.  

Erving Goffman, salah seorang pemikir penting yang banyak dikutip sarjana komunikasi, berpikiran seragam delapan tahun sebelum Guy. Dalam bukunya The Presentation of Self in Everyday Life (1959), dia menyebut bahwa kehidupan sosial adalah panggung. Sementara manusia di atas panggung tersebut, terutama politisi/pejabat publik, adalah aktor yang menampilkan diri sesuai tuntutan audiens. Tidak ada yang benar-benar genuine

Dalam konteks itu, identitas pemimpin adalah performa yang dibentuk, bukan cerminan kerja nyata. Apakah Prabowo dengan gemoy, serta Jokowi yang blusukan memeriksa saluran got, sesungguhnya merasa nyaman ikuti alur yang ditentukan “sutradara”tersebut? Belum tentu jika merujuk dua premis klasik ini. 

Beralih ke pemikiran kontemporer. Paolo Gerbaudo dalam The Digital Party (2018) menyebut fenomena tersebut sebagai populisme digital. Yakni perancangan, pembangunan, dan pemeliharan impresi sebagai wakil rakyat langsung dengan melewati prosedur politik formal. 

Politisi Indonesia sudah ngolotok bahwa empati digital itu sering lebih penting dari kedalaman kebijakan. Maka itu, daripada mengedukasi masyarakat terkait tata kelola pemerintahan, populisme digital lebih mementingkan pejabat publik cum politisi harus jadi influencer politik: memikat perhatian dengan spontanitas/terencana, rajin respons isu viral, serta membangun popularitas melalui algoritma konten visual menarik.

Zizi Papacharissi dalam Affective Publics (2015) menyebutkan, medium media sosial adalah pembentuk ruang publik berbasis emosi kolektif. Pemimpin yang mampu memanfaatkan momen krisis atau kisah inspiratif akan mendapat dukungan lebih kuat daripada yang hanya mengandalkan data.

Karenanya, Indonesia hari ini dan sangat mungkin seterusnya, akan terus menemui bukan lagi “Gubernur Konten” tapi juga menteri, kepala dinas, kepala desa, bahkan mungkin RT/RW yang sangat sadar konten bernuansa emosi kolektif. 

Pejabat publik boleh jadi lebih fokus membangun komunikasi politik sesuai perilaku konsumsi informasi netizen dan citizen. Di sinilah risiko besar mengaga di negeri ini, manakala risiko jebakan citra akan menepikan program kerja pemeritahan yang terukur, matang, dan berdampak. 

Apakah para tokoh publik dengan karakteristik semacam ini lahir dari society of spectacle tersebut? Lalu, sadarkah publik dengan peran mereka yang demikian? (*)

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Muhammad Sufyan Abdurrahman
Peminat komunikasi publik & digital religion (Comm&Researcher di CDICS). Berkhidmat di Digital PR Telkom University serta MUI/IPHI/Pemuda ICMI Jawa Barat
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

Mencari Tuhan di Layar Ponsel

Mayantara 20 Jul 2025, 11:57 WIB
Mencari Tuhan di Layar Ponsel

News Update

Ayo Netizen 16 Des 2025, 20:46 WIB

Bandung Dikepung Awan Gelap: Mengapa Banjir Kilat dan Angin Ekstrem Kini Sering Terjadi?

Mengkaji peningkatan banjir kilat dan angin ekstrem di Bandung akibat dinamika cuaca, perubahan iklim, dan perubahan tata guna lahan.
Warga memanfaatkan delman untuk melintasi jalan permukiman yang terendam banjir, saat akses kendaraan bermotor terganggu akibat genangan air. (Sumber: Dokumentasi Warga | Foto: Dokumentasi Warga)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 20:23 WIB

Siklus Tahunan yang Tak Kunjung Diakhiri di Kota Bandung

Kerusakan infrastruktur dan salah kelola lingkungan picu banjir tahunan di Bandung.
Banjir yang terjadi akibat tersumbatnya saluran air di Gang Nangkasuni, (07/03/2025). (Sumber: Irene Sinta)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:55 WIB

Mencicipi Cita Rasa Bakmi Ayam Madu di Sudut Kota Bandung

Bakmi OBC toping ayam madu dan panggang, Jln. Rancabentang I No. 12 Ciumbuleuit, Bandung, Jumat (28/11/2025).
Bakmi OBC toping ayam madu dan panggang, Jl. Rancabentang I No. 12 Ciumbuleuit, Bandung, Jumat (28/11/2025). (Sumber: Dok. pribadi | Foto: Arini Nabila)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:30 WIB

Jejak Rempah di Sepiring Ayam Geprek Favorit Anak Kos

Ayam geprek rempah dengan bumbu yang meresap hingga ke dalam daging, disajikan dengan kailan krispi dan sambal pedas yang nagih.
Ayam Geprek Rempah dilengkapi dengan kailan crispy dan sambal pedas yang nagih. (Sumber: Dokumentasi penulis | Foto: Firqotu Naajiyah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 18:07 WIB

Wali Kota Farhan, Mengapa Respons Call Center Aduan Warga Bandung Lambat Sekali?

Warga Bandung mengeluh, Call Center Pemkot lambat merespons.
Gambaran warga yang menunjukkan rasa frustasi mereka saat menunggu jawaban dari Call Center Pemkot Bandung yang tak kunjung direspons. (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:46 WIB

Nasib Naas Warga Sekitar Podomoro Park, Banjir Kiriman Jadi Rutinitas Musim Hujan

Pembangunan Podomoro Park yang selalu memberikan dampak negatif dan tidak memprihatinkan kenyamanan lingkungan penduduk sekitar.
Genangan air, imbas dari tidak adanya irigasi yang lancar (14/12/2025). (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Shafwan Harits A.)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 17:30 WIB

Seharusnya Ada Peran Wali Kota Bandung: Warga Harus Nyaman, Konvoi Bobotoh Tetap Berjalan

Kemenangan persib bandung selalu memicu euforia besar di kalamgan masyarakat Jawa Barat terjadi setiap persib meraih juara.
Ribuan bobotoh memenuhi ruas jalan Bandung saat merayakan kemenangan Persib Bandung pada Minggu sore, 25 Mei 2025. (foto: Della Titya)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:32 WIB

Pungutan Liar Menjadi Cerminan Buruknya Tata Kelola Ruang Publik Bandung

Pungutan liar yang masih terjadi di berbagai ruang publik Bandung tidak hanya menimbulkan keresahan.
Parkir liar yang tidak dibatasi menimbulkan kemacetan di Jln. Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Minggu (5/12/2025) (Foto: Zivaluna Wicaksono)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 16:12 WIB

Nasi Kulit di Cibiru, Harga dan Rasa yang bikin Semringah

Kuliner baru di daerah Cipadung yang cocok untuk mahasiswa, menyajikan makan berat yang enak namun dengan harga yang murah dan ramah di dompet
foto nasi kulit Jatinangor (Sumber: Camera HP | Foto: Alfi Syah)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 15:44 WIB

Sensasi Makan Lesehan di Al Jazeerah Signature Bandung

Al Jazeerah Signature Bandung menawarkan sensasi makan lesehan dengan sajian Kabsah Lamb khas Timur Tengah.
Dua porsi Kabsah Lamb di Al Jazeerah Signature Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Seli Siti Amaliah Putri)
Beranda 16 Des 2025, 15:18 WIB

Antara Urusan Rumah dan Lapak, Beban Ganda Perempuan di Pasar Kosambi

Beban ganda justru menuntut perempuan untuk terus bekerja di luar rumah, sekaligus memikul hampir seluruh pekerjaan domestik.
Punya beban ganda, perempuan pekerja menjadi pahlawan ekonomi sekaligus pengelola rumah tangga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:11 WIB

Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Riwayat Panjang di Balik Ramainya Cibiru

UIN Sunan Gunung Djati Bandung lahir dari keterbatasan lalu berkembang menjadi kampus Islam negeri terbesar di Jawa Barat.
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (Sumber: uinsgd.ac.id)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 15:05 WIB

Wayang Windu Panenjoan, Tamasya Panas Bumi Zaman Hindia Belanda

Jauh sebelum viral Wayang Windu Panenjoan dikenal sebagai destinasi kolonial yang memadukan bahaya keindahan dan rasa penasaran.
Wayang Windu Panenjoan. (Sumber: Tiktok @wayangwindupanenjoan)
Beranda 16 Des 2025, 14:57 WIB

Seni Lukis Jalanan di Braga Hidupkan Sejarah dan Ruang Publik Kota Bandung

Beragam tema dihadirkan, mulai dari potret tokoh terkenal hingga karya abstraksi penuh warna, yang terpampang di dinding-dinding bangunan sepanjang jalan
Ian seorang pelukis lokal dan karya lukisannya yang dipajang di trotoar Jalan Braga. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Toni Hermawan)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:57 WIB

Kang Ripaldi, Sosok di Balik Gratisnya Komunitas 'Teman Bicara'

Ripaldi, founder teman bicara yang didirikannya secara gratis untuk mewadahi anak muda yang ingin berlatih public speaking, mc wedding, mc event, mc birthday, hingga voice over secara gratis.
Ripaldi Endikat founder Teman Bicara (Sumber: Instagram Ripaldi Endikat | Foto: Tim Endikat Teman Bicara)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 12:04 WIB

Dari Hobi Menggambar Jadi Brand Fasion Lokal di Bandung

Bringace adalah merek fesyen lokal yang didirikan di Bandung pada tahun 2023.
 T-Shirt "The Unforgotten" dari Bringace. (Istimewa)
Ayo Jelajah 16 Des 2025, 10:07 WIB

Sejarah Universitas Padjadjaran, Lahirnya Kawah Cendikia di Tanah Sunda

Sejarah Universitas Padjadjaran bermula dari tekad Jawa Barat memiliki universitas negeri sendiri di tengah keterbatasan awal kemerdekaan.
Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran. (Sumber: Wikimedia)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:36 WIB

Dari Panggung Gigs ke Aksi Sosial di Flower City Festival 2025

Flower City Festival (FCF) 2025 sukses mengumpulkan dana senilai Rp56.746.500 untuk korban bencana di Sumatera.
Suasana Flower City Festival 2025 di Kopiluvium, Kiara Artha Park, Bandung (11/12/2025) (Sumber: Dokumentasi panitia FCF 2025 | Foto: ujjacomebackbdg)
Ayo Netizen 16 Des 2025, 09:10 WIB

Berjualan di Trotoar, PKL Caringin Menginginkan Ruang Publik dari Wali Kota Bandung

PKL di Caringin yang berjualan di trotoar berharap ada penataan agar mereka bisa berjualan lebih tertib.
Sejumlah pedagang kaki lima yang tetap berjualan meski hujan di malam hari di kawasan Caringin 30-11-2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Raifan Firdaus Al Farghani)
Beranda 16 Des 2025, 07:38 WIB

Suara Perempuan di Garis Depan Perlawanan yang Disisihkan Narasi Kebijakan

Dari cerita personal hingga analisis struktural, diskusi ini membuka kembali pertanyaan mendasar: pembangunan untuk siapa dan dengan harga apa.
Suasan diskusi buku “Pembangunan Untuk Siapa: Kisah Perempuan di Kampung Kami” Minggu (14/12) di perpustaakan Bunga di Tembok, Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Halwa Raudhatul)