Ekspresi Kemerdekaan Warganet di Media Sosial

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah, M.Hum diterbitkan Kamis 21 Agu 2025, 11:13 WIB
Dalam konteks modern, makna kemerdekaan tidak hanya muncul melalui upacara atau perayaan formal, melainkan juga melalui interaksi digital yang melintasi ruang dan waktu. (Sumber: Unsplash/ Inna Safa)

Dalam konteks modern, makna kemerdekaan tidak hanya muncul melalui upacara atau perayaan formal, melainkan juga melalui interaksi digital yang melintasi ruang dan waktu. (Sumber: Unsplash/ Inna Safa)

Kemerdekaan Indonesia bukan sekedar peristiwa sejarah yang tercatat pada 17 Agustus 1945, tetapi juga sebuah konsep yang terus direfleksikan, dikonstruksi, dan dipraktikkan oleh masyarakat dari generasi ke generasi.

Dalam konteks modern, makna kemerdekaan tidak hanya muncul melalui upacara atau perayaan formal, melainkan juga melalui interaksi digital yang melintasi ruang dan waktu.

Media sosial telah menjadi arena baru di mana warga mengekspresikan kemerdekaan, mengartikulasikan kritik sosial, memperingati sejarah, dan membangun identitas kolektif secara partisipatif.

Sebelum era digital, ekspresi kemerdekaan bersifat terpusat dan formal. Upacara di sekolah, kantor, atau alun-alun menjadi momen utama, sementara media arus utama (Televisi, Radio, dan Surat Kabar) mengontrol narasi kemerdekaan, sedangkan rakyat berperan sebagai audiens.

Di era digital, pola ini mengalami pergeseran fundamental. Media sosial memungkinkan warga menjadi produsen konten yang partisipatif, terfragmentasi, dan personal.  

Setiap tanggal 17 Agustus, warganet Indonesia kini tidak hanya menunggu siaran upacara bendera di televisi, tetapi juga menyalurkan semangat kemerdekaan melalui media sosial.

Dari Instagram hingga TikTok, warga membagikan foto lomba panjat pinang, video flashmob, meme kritik sosial, hingga thread panjang mengenang jasa pahlawan.

Fenomena ini menunjukkan pergeseran ekspresi kemerdekaan yang kolektif-formal menjadi partisipatif-digital, di mana setiap individu menjadi produser sekaligus konsumen makna.

Henry Jenkins (2006) menekankan bahwa participatory culture memungkinkan audiens tidak hanya menonton atau membaca, tetapi aktif memproduksi dan menyebarkan konten, berpartisipasi dalam narasi budaya.

Pada konteks kemerdekaan Indonesia, warganet tidak sekadar menonton perayaan, mereka menghidupkan ulang ritual dan simbol nasional melalui cara yang kreatif dan personal. Misalnya, video lomba tarik tambang yang diunggah di TikTok bukan sekadar dokumentasi lomba fisik, tetapi sudah melalui proses seleksi momen dramatis, editing, dan pemolesan visual agar menarik bagi penonton digital (Elshinta, 2025).

Selain itu, convergence media (Jenkins, 2006) menjelaskan bagaimana media lama dan baru saling bertemu. Upacara bendera, yang dulunya hanya bisa disaksikan secara langsung atau di televisi, kini dapat ditayangkan ulang di media sosial.

Rekaman upacara dari sekolah atau kantor bisa diunggah di YouTube, dibagikan di Instagram, dan di-remix menjadi meme atau klip pendek di TikTok.

Proses ini menunjukkan bahwa warga Indonesia mampu menghubungkan pengalaman offline dengan ruang digital, sehingga ekspresi kemerdekaan tidak lagi terikat pada tempat atau waktu tertentu.

Ekspresi yang muncul di media sosial sangat beragam. Beberapa warganet memanfaatkan platform untuk mengekspresikan kegembiraan dan kebersamaan, seperti mengunggah video lomba tradisional atau pesta rakyat. Contohnya, video lomba makan kerupuk atau lomba bakiak diunggah dengan caption kreatif yang mendorong partisipasi netizen lain melalui komentar atau tantangan serupa.

Di sisi lain, media sosial juga menjadi arena kritik sosial dan refleksi politik. Film animasi Indonesia One for All, misalnya, memicu diskusi publik tentang kualitas industri kreatif nasional dan representasi nilai-nilai kemerdekaan.

Meme-meme kritis mengenai isu kenaikan gaji DPR, tagar protes, atau komentar satir menunjukkan bahwa warganet menggunakan ruang digital untuk mengartikulasikan opini dan menegakkan akuntabilitas sosial.

Fenomena ini adalah contoh nyata participatory culture, di mana warga aktif memproduksi, mengomentari, dan menyebarkan konten, sehingga opini dapat tersebar luas dari lingkaran kecil hingga menjadi trending topic nasional (Kompasiana.com, 2024).

Tak kalah penting, media sosial memungkinkan warga mengekspresikan identitas dan sejarah personal. Thread panjang tentang pahlawan lokal, foto kunjungan ke museum sejarah, atau unggahan peringatan 17 Agustus di kampung halaman, semuanya menunjukkan bahwa ekspresi kemerdekaan kini fragmentaris dan personal.

Ini berbeda dengan masa sebelum era digital, di mana narasi kemerdekaan lebih homogen dan dikontrol media arus utama. Partisipasi individu di era digital menunjukkan kemampuan warga untuk mengartikulasikan makna kemerdekaan sesuai konteks lokal dan identitas pribadi (Chen, 2020).

Dalam konteks modern, makna kemerdekaan tidak hanya muncul melalui upacara atau perayaan formal, melainkan juga melalui interaksi digital yang melintasi ruang dan waktu. (Sumber: Pexels/Jon Tyson)
Dalam konteks modern, makna kemerdekaan tidak hanya muncul melalui upacara atau perayaan formal, melainkan juga melalui interaksi digital yang melintasi ruang dan waktu. (Sumber: Pexels/Jon Tyson)

Media sosial juga memperlihatkan bagaimana ekspresi kemerdekaan bisa bersifat ironis atau sarkastik, terutama bagi generasi muda. Meme, video parodi, dan komentar satir terhadap isu politik menunjukkan bahwa partisipasi digital tidak selalu serius atau formal, tetapi tetap menjadi bentuk keterlibatan warga dalam memahami dan mengartikulasikan nilai-nilai kemerdekaan.

Di sinilah teori Jenkins sangat relevan, budaya partisipatif memungkinkan kreativitas warga berkembang, bahkan ketika ekspresinya kritis atau bermain-main, karena nilai partisipasi dan kolaborasi lebih diutamakan daripada bentuk formal ekspresi.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting, bagaimana makna kemerdekaan dibentuk dalam ruang digital? Jenkins menekankan bahwa partisipatory culture melibatkan negosiasi makna dan kolaborasi kreatif.

Unggahan seorang remaja tentang lomba tujuhbelasan, misalnya, bisa memicu respons, remix, atau reinterpretasi oleh pengguna lain, membentuk dialog kreatif yang memperluas pemahaman kolektif tentang kemerdekaan. Tidak ada satu narasi tunggal; sebaliknya, ada jaringan interaksi yang memproduksi makna bersama.

Peran media sosial dalam ekspresi kemerdekaan juga berkaitan dengan pembelajaran lintas generasi. Anak muda dapat mempelajari sejarah, tradisi, dan simbol nasional melalui konten yang dibuat oleh pengguna lain atau lembaga resmi.

Misalnya, video sejarah pahlawan di TikTok atau Instagram bisa mengedukasi generasi baru sambil tetap mempertahankan gaya komunikasi yang relevan dengan budaya digital saat ini.

Namun, partisipatory culture tidak sepenuhnya tanpa batas. Terdapat ketimpangan akses dan partisipasi, di mana sebagian warganet lebih terlihat karena kemampuan teknologi, akses internet, atau popularitas.

Selain itu, algoritma platform menentukan konten apa yang muncul, sehingga ekspresi kemerdekaan yang viral bisa berbeda dari realitas offline.

Dengan demikian, ekspresi kemerdekaan di era digital adalah gabungan antara ritual tradisional, kreativitas individual, kritik sosial, dan kolaborasi digital. Warga Indonesia memanfaatkan ruang digital untuk menegaskan identitas, menyalurkan kreativitas, dan membangun pemahaman kolektif tentang kemerdekaan.

Di era digital, kemerdekaan bukan hanya soal merdeka dari penjajahan fisik, tetapi juga tentang merdeka dalam mengekspresikan diri, menegosiasikan makna, dan berpartisipasi dalam budaya digital yang dinamis.

Media sosial menjadi arena di mana setiap warga dapat menjadi sutradara, aktor, dan penonton dari narasi kemerdekaan mereka sendiri.

Fenomena ini menegaskan bahwa participatory culture bukan sekadar konsep akademik, tetapi praktik nyata yang membentuk cara masyarakat memahami, merayakan, dan memproduksi kemerdekaan di dunia modern. (*)

Referensi

  • Chen, W. (2020). Digital Identity in the Age of Social Media. London: Routledge.
  • Elshinta. (2025). Nasionalisme Kerakyatan dan Perayaan HUT RI di Kampung Digital.
  • Jenkins, H. (2006). Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York: NYU Press.
  • Jenkins, H. (2009). Confronting the Challenges of Participatory Culture: Media Education for the 21st Century. Cambridge, MA: MIT Press.
  • Kompasiana.com. (2024). Makna Kemerdekaan di Era Digital: Kritik Film Animasi One for All.

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Netizen 21 Agu 2025, 20:18 WIB

Cara Kerja Rezim Algoritma

Opini ini meninjau kembali kebijakan yang putuskan atas pemblokiran rekening bank oleh pemerintah.
Opini ini meninjau kembali kebijakan yang putuskan atas pemblokiran rekening bank oleh pemerintah. (Sumber: Pexels/Defrino Maasy)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 18:26 WIB

Demam K-Beauty di Bandung, Klinik Kecantikan Berlomba Hadirkan Perawatan ala Korea

Tren K-beauty berkembang pesat, mendorong lahirnya berbagai klinik kecantikan yang mengusung filosofi dan teknologi Korea sebagai daya tarik utama.
Standar kecantikan Korea Selatan telah menjadi acuan global dalam beberapa tahun terakhir. Kulit wajah sehat, lembap, dan glowing bukan lagi sekadar impian para penggemar K-beauty. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 17:16 WIB

Investor Rugi, Negara Untung? Menakar Keadilan Pajak Kripto

Menelaah efek kenaikan PPh final pada pasar kripto dan dampaknya untuk investor.
Investor yang merugi tetap dikenakan pajak (Sumber: Ilustrasi oleh AI)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 16:38 WIB

Di Kota yang Tak Pernah Kehabisan Gaya, Adi Wardana Menyulap Sneaker Jadi Identitas

Kota Bandung bukan hanya rumah bagi musisi, seniman, dan desainer, tapi juga menjadi ekosistem subur bagi budaya sneaker yang terus tumbuh.
Adi Wardana, seorang disk jockey asal Kota Bandung yang menjadikan sneaker sebagai bagian dari identitas dan narasi hidupnya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Jelajah 21 Agu 2025, 16:07 WIB

Jejak Sejarah Freemason di Bandung, Loji Sint Jan yang Dilarang Soekarno

Jalan Wastukencana dulu bernama Logeweg karena Loji Sint Jan. Kini, jejak sejarah Freemason di Bandung tertutup Masjid Al Ukhuwah.
Loji Sint Jan yang menyimpan sejarah jejak Freemason di Bandung (Sumber: Ayobandung)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 16:00 WIB

Membaca Makna Kemerdekaan Indonesia Timur dari Buku Karya Dian Purnomo

Sejatinya kemerdekaan juga seharusnya menjadi hak bagi mereka yang tinggal di timur Indonesia.
Buku Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 15:09 WIB

Prof Wanjat Kastolani dan Formula Sederhana untuk Menyelesaikan Sampah dari Akarnya

Wanjat Kastolani tidak sedang menciptakan teknologi revolusioner. Ia justru menantang paradigma lama dengan pendekatan yang nyaris tak terdengar, menyelesaikan sampah dari akarnya.
Wanjat Kastolani tidak sedang menciptakan teknologi revolusioner. Ia justru menantang paradigma lama dengan pendekatan yang nyaris tak terdengar, menyelesaikan sampah dari akarnya. (Sumber: Ayobandung.id)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 14:47 WIB

Ci Geureuh, Sungai yang Bergemuruh

Ketika toponimi itu diberikan pada aliran Sungai Ci Geureuh, keadaan aliran airnya menimbulkan suara bergemuruh yang menggetarkan. 
Ci Genter di dalam Taman Nasional Ujungkulon saat tenang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 12:37 WIB

Rahasia Rujak Ciherang Bertahan Bertahan Lebih Satu Abad

Sekilas, Rujak Ciherang terlihat sama seperti rujak buah pada umumnya. Potongan mangga, bengkuang, jambu air, hingga aneka buah segar lain berpadu dengan bumbu kental berwarna cokelat.
Sambal Rujak Ciherang (Foto: GMAPS)
Ayo Jelajah 21 Agu 2025, 11:46 WIB

Pertempuran Ciseupan Subang 1949, Pasukan Siliwangi di Lembah Dua Sungai

Pasukan Divisi Siliwangi berhasil memukul mundur Belanda di Ciseupan, lembah dua sungai Subang, dengan korban besar di pihak lawan.
Pertempuran Ciseupan Subang 1949. (Sumber: Wikimedia)
Mayantara 21 Agu 2025, 11:13 WIB

Ekspresi Kemerdekaan Warganet di Media Sosial

Kemerdekaan Indonesia bukan sekadar peristiwa sejarah yang tercatat pada 17 Agustus 1945.
Dalam konteks modern, makna kemerdekaan tidak hanya muncul melalui upacara atau perayaan formal, melainkan juga melalui interaksi digital yang melintasi ruang dan waktu. (Sumber: Unsplash/ Inna Safa)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 10:44 WIB

Pidato Presiden Prabowo Isyaratkan Arah Baru Perlindungan Konsumen di Indonesia

Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Wilayah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, Firman Turmantara, menilai pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan Rancangan APBN 20
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia)
Ayo Biz 21 Agu 2025, 09:25 WIB

Baso Saturnus, Kuah Pedasnya Selalu Jadi Andalan

Di Bandung, ada satu warung bakso yang selalu jadi perbincangan karena rasanya juara dan tempatnya luas. Namanya Baso Saturnus, berlokasi di Jalan Saturnus, Margahayu, Rancasari, dengan cabang lain di
Baso Urat Saturnus yang memiliki kuah pedas. (Foto: Dok. Ayobandung.com)
Ayo Netizen 21 Agu 2025, 08:05 WIB

Rahasia Menjadi Guru yang Dirindukan oleh Murid-muridnya

Tak semua orang mampu menjadi guru yang baik, terlebih guru yang selalu dirindukan kehadirannya.
Gambar buku "Guru yang Dirindu" (Sumber: saya | Foto: Sam)
Ayo Netizen 20 Agu 2025, 20:06 WIB

Haruskah Olahraga Padel Dikenakan Pajak? PBJT Kota Bandung Segera Diterapkan

Esai ini membahas PBJT pada olahraga padel di Kota Bandung sebagai olahraga mewah untuk menambah pendapatan daerah.
Lapangan padel bermunculan di berbagai titik kota, ramai dipadati oleh anak muda dan pekerja yang menjadikan padel sebagai pilihan gaya hidup. (Sumber: Pexels/Ercan Evcimen)
Ayo Netizen 20 Agu 2025, 17:06 WIB

Benjang Masih Jadi Primadona di Pesta HUT RI ke-80

Setiap tanggal 17 Agustus, Ujungberung menjadi panggung hidup bagi tradisi yang telah mengakar di masyarakat, yaitu Benjang.
Fesival Benjang di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)
Ayo Biz 20 Agu 2025, 14:34 WIB

Menelisik Awal Mula Bisnis Bakso Ikan Sinar Bahari yang Makin Menggurita

Di tengah siang terik Kota Bandung, banyak orang mencari makanan pedas untuk menambah energi sekaligus menyegarkan suasana. Salah satu kuliner yang kini banyak diburu adalah bakso ikan mercon dan jand
Produk Bakso Ikan Bahari (Foto: Dok. Bakso Ikan Bahari)
Ayo Netizen 20 Agu 2025, 14:21 WIB

Bukan Sekadar Hobi, Industri Game Online Jadi Peluang Karier Success Before 30

Dari hobi menjadi profesi, game online membuka jalan baru menuju kesuksesan finansial dan karier di era digital.
gamer yang membuka seluruh peluang karier menuju jenjang ekonomi yang lebih baik (Sumber: Ilustrasi oleh AI)
Ayo Jelajah 20 Agu 2025, 13:58 WIB

Sejarah Es Cendol Elizabeth Bandung, Berawal dari Bon Toko Tas

Dari gerobak sederhana H. Rohman, Es Cendol Elizabeth tumbuh jadi ikon kuliner Bandung yang melegenda hingga kini.
Es Cendol Elizabeth, kuliner legendaris Bandung sejak 1970-an. (Sumber: Instagram @escendolelizabethofficial)
Ayo Biz 20 Agu 2025, 11:25 WIB

Jabar Media Summit 2025 Segera Digelar di Bandung, Cek Tanggalnya

Komunitas media yang diwakili oleh Ayo Bandung.id, Radar Cirebon, dan Suara.com akan menggelar Jabar Media Summit 2025 di Kota Bandung pada Kamis, 11 September 2025.
Jabar Media Summit 2025 (Foto: Logo)