Benjang Masih Jadi Primadona di Pesta HUT RI ke-80

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Ditulis oleh Femi Fauziah Alamsyah, M.Hum diterbitkan Rabu 20 Agu 2025, 17:06 WIB
Fesival Benjang di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)

Fesival Benjang di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)

Setiap tanggal 17 Agustus, Ujungberung menjadi panggung hidup bagi tradisi yang telah mengakar di masyarakat, yaitu benjang.

Tradisi yang awalnya merupakan bentuk permainan gulat para pemuda perkebunan kini telah berevolusi menjadi sebuah helaran, iring-iringan budaya yang memadukan musik, atraksi visual, dan nilai-nilai sosial.

Pada perayaan HUT RI ke-80 tahun ini, benjang kembali membuktikan eksistensinya, tetap menjadi primadona di tengah gempuran hiburan populer dan budaya digital yang semakin masif.

Awalnya, benjang dikenal sebagai seni beladiri, permainan gulat yang dimainkan di atas jerami oleh para pemuda. Nama “benjang” diyakini berasal dari akronim sasamben budak bujang, yang berarti “arena para jejaka”.

Permainan ini adalah gabungan tiga teknik tradisional: dogongan (saling dorong dengan pundak), seredan (saling dorong dengan kepala), dan mumundingan (dorongan kepala dalam posisi tertentu).

Benjang gelut berfungsi sebagai latihan fisik sekaligus ritual sosial. Pemuda belajar disiplin, keberanian, sportivitas, dan batas kemampuan tubuh. Arena gulat menjadi ruang pembelajaran sosial sekaligus simbol identitas lokal, tempat generasi muda menunjukkan keberanian dan kemampuan mereka dalam kerangka komunitas.

Transformasi benjang menjadi helaran terjadi sekitar tahun 1938. Helaran awalnya bagian dari prosesi khitanan, namun seiring waktu berkembang menjadi pertunjukan yang lebih kompleks.

Kini, helaran memadukan musik tradisional (bedug, gong, jampana), elemen visual seperti sisingaan, kuda renggong, bangbarongan, kuda lumping dan kostum warna-warni, sehingga pertunjukan terasa lebih menghibur.

Benjang Helaran dan Perayaan HUT RI ke-80

Seperti tahun-tahun sebelumnya, benjang masih menjadi primadona. Ribuan warga berdesakan di pinggir lapang, mata mereka tertuju pada iring-iringan yang akan segera datang.

Ada rasa tegang, kagum, takut, sekaligus penasaran dengan apa yang akan terjadi Dari kejauhan, suara kendang mulai terdengar, menghentak cepat, melambat, lalu kembali menggelegar. Irama itu menjadi penanda bahwa helaran segera dimulai.

Anak-anak yang tadi asyik bermain langsung merapat ke pinggir jalan, sementara orang dewasa penasaran dan bersiap menyambut tontonan yang selalu penuh kejutan.

Satu per satu atraksi melintas. Bangbarongan dengan wajah menyeramkan bergerak lincah, membuat penonton kecil menjerit-jerit di antara rasa takut dan kagum. Tak lama, rombongan kuda lumping tampil, para penarinya menari dengan tatapan tajam dan tubuh yang bergerak penuh tenaga, seolah kerasukan.

Sorak-sorai penonton membahana, sebagian ikut terhanyut dalam magis pertunjukan. Lalu muncul badut topeng dengan wajah-wajah jenaka. Mereka menari dengan gerakan kaku sekaligus lucu, memancing tawa yang memecah ketegangan.

Di sela itu, alunan musik kendang terus mengiringi, memantulkan irama yang membuat dada bergetar, menambah rasa dramatis yang tak bisa diabaikan.

Fesival Benjang di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)
Fesival Benjang di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Mildan Abdalloh)

Puncaknya adalah ketika benjang helaran tampil. Iring-iringan pemain dengan kostum warna-warni, gerakan yang teratur namun penuh energi, membuat suasana mencapai klimaks.

Ada formasi yang rapi, lalu tiba-tiba berubah jadi gerakan dinamis, penuh hentakan, kadang hampir chaos namun tetap terkendali. Ketegangan penonton tak terbendung, takut ada yang tersungkur, kagum pada kekuatan dan ketangkasan, sekaligus bangga karena ini adalah bagian dari warisan budaya sendiri.

Di momen itu, Ujungberung benar-benar hidup dengan warna, suara, dan energi yang membahana di alun-alun. Keramaian ini bukan sekadar tontonan hiburan semata, melainkan cermin kearifan lokal yang masih dijaga dan dihargai masyarakat.

Rasa bangga terlihat jelas di wajah-wajah penonton, bangga karena tradisi leluhur tetap terpelihara, bangga karena anak-anak mengenal akar budaya mereka sendiri, dan bangga karena benjang helaran terus menjadi simbol kebersamaan serta identitas Ujungberung di tengah gempuran budaya populer dari luar.

Eksistensi Benjang di era digital

Eksistensi benjang di era digital tidak lepas dari kemampuannya beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Salah satunya adalah pemanfaatan media digital, kanal YouTube, grup WhatsApp, dan platform media sosial lainnya menjadi sarana penting untuk mendokumentasikan pertunjukan, mempromosikan helaran, dan sekaligus memberi edukasi kepada masyarakat luas tentang sejarah serta filosofi benjang.

Dengan cara ini, penonton dari luar kota atau bahkan luar provinsi dapat menyaksikan pertunjukan, sehingga tradisi lokal tidak terbatas hanya pada yang hadir secara fisik.

Selain itu, pembangunan komunitas penggemar menjadi kunci lain. Grup penggemar memungkinkan interaksi yang aktif; anggota saling berbagi jadwal pertunjukan, video, hingga cerita pengalaman menonton benjang.

Komunitas semacam ini memperluas jaringan budaya, menguatkan identitas bersama, dan membuat generasi muda merasa memiliki keterikatan emosional dengan tradisi lokal yang dulunya mungkin terasa jauh dari kehidupan mereka.

Adaptasi kreatif tanpa kehilangan identitas juga menjadi strategi penting. Elemen-elemen baru seperti penambahan musik, kostum warna-warni, atraksi visual tambahan, dan pengaturan formasi yang dinamis membuat pertunjukan tetap relevan dan menarik perhatian penonton modern.

Seni benjang gulat.
Seni benjang gulat.

Meski demikian, esensi benjang, nilai kebersamaan, disiplin, dan identitas lokal tetap dijaga, sehingga tradisi ini tidak kehilangan akar budaya yang membentuknya sejak awal.

Lebih dari itu, benjang selalu dikaitkan dengan momen nasional, seperti perayaan HUT RI. Dengan menampilkan helaran di tengah perayaan kemerdekaan, pertunjukan ini menegaskan relevansi budaya lokal dalam konteks nasional.

Masyarakat bukan hanya menyaksikan atraksi yang memukau, tetapi juga merasakan bangga akan kekayaan tradisi mereka yang terus hidup dan memberi warna pada perayaan kebangsaan.

Melalui strategi-strategi ini, benjang menunjukkan bahwa budaya tradisional bisa bertahan, berkembang, dan tetap dicintai di era digital, tanpa harus kehilangan identitasnya yang asli. Tradisi lokal pun tidak sekadar menjadi tontonan, tetapi menjadi bagian dari interaksi sosial, edukasi budaya, dan simbol kebanggaan bersama.

Refleksi HUT RI ke-80 melalui Benjang

Perayaan HUT RI ke-80 di Ujungberung adalah cermin dari harmoni antara nasionalisme dan budaya lokal. Benjang helaran menjadi simbol bahwa kemerdekaan tidak hanya soal sejarah atau politik, tetapi juga kemampuan masyarakat menjaga identitas budaya.

Ribuan warga menyaksikan, berinteraksi, dan menikmati pertunjukan, sementara generasi muda mengabadikan momen melalui kamera dan ponsel, kemudian membagikannya ke dunia digital. Ini menegaskan bahwa budaya tradisional tidak kalah dengan budaya populer global, bahkan mampu menciptakan penggemar setia, komunitas, dan ruang identitas yang kuat.

Setiap gerakan benjang adalah pengingat: meski zaman berubah, budaya lokal yang dikelola dengan cerdas dan kreatif selalu menemukan ruang di hati masyarakat. Ia adalah bukti bahwa tradisi dapat hidup, berkembang, dan tetap relevan, bahkan di tengah gempuran hiburan digital dan budaya populer.

Benjang helaran hari ini bukan sekadar atraksi HUT RI; ia adalah simbol kebanggaan lokal, identitas budaya, dan strategi bertahan tradisi di era digital. Grup benjang dengan penggemar banyak, kanal YouTube yang populer, dan komunitas penggemar aktif menunjukkan bahwa budaya tradisional tetap hidup, dicintai, dan relevan.

Benjang tetap menjadi primadona di perayaan HUT RI, menyatukan generasi lama dan muda, menghubungkan masa lalu dan masa kini, serta menegaskan bahwa budaya lokal dapat bersinar di era modern. Dari gulat sederhana hingga helaran yang megah, benjang adalah warisan hidup yang terus bergerak, berkembang, dan tetap dicintai masyarakatnya. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Femi  Fauziah Alamsyah, M.Hum
Peminat Kajian Budaya dan Media, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 06 Okt 2025, 20:33 WIB

Bandros Bandung, Wisata Kota yang Menghidupkan Cerita dan Ekonomi Lokal

Bandros bukan hanya kendaraan, tapi juga simbol kreativitas dan keramahan Bandung sebagai kota wisata.
Bandros, bus wisata keliling kota yang sejak pertama kali hadir, selalu membawa cerita dan keceriaan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 19:18 WIB

Bandung, Futsal, dan Masa Depan Sport Tourism Nasional

Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru.
Di tengah geliat komunitas dan kampus, futsal bukan sekadar olahraga, tapi sudah menjelma jadi gerakan sosial dan peluang ekonomi baru. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Biz 06 Okt 2025, 18:36 WIB

Pasar Properti Bandung 2025: Celah Investasi di Tengah Lonjakan Permintaan

Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian.
Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi lokal, pembangunan infrastruktur, dan migrasi urban dari kota-kota sekitar menjadikan Bandung sebagai magnet baru bagi bisnis hunian. (Sumber: dok. Summarecon)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 18:18 WIB

Partisipasi Publik yang Hilang dalam Proses Kebijakan

Partisipasi publik adalah ruh demokrasi.
Pekerja Pariwisata Unjukrasa di Gedung Sate Tuntut Cabut Larangan Study Tour. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 17:02 WIB

10 Netizen Terpilih September 2025: Karya Berkualitas tentang Bandung

Hari ini Ayobandung.id merilis daftar 10 penulis terpilih yang memberikan kontribusi luar biasa di kanal AYO NETIZEN selama September 2025.
AYO NETIZEN merupakan kanal yang menampung tulisan para pembaca Ayobandung.id. (Sumber: Lisa from Pexels)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 15:42 WIB

12 Agama yang Membentuk Hidup Kita

Agama membantu kita untuk berpikir ulang tentang eksistensi.
Menerima Kitab Yang Empat Konghucu (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Salah Seorang Kawan Penulis)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 14:18 WIB

Sejarah Julukan Bandung Parijs van Java, dari Sindiran Jadi Kebanggaan

Iklan seorang pedagang Belanda tahun 1920 melahirkan julukan “Parijs van Java”. Kini, Bandung dikenal sebagai kota fesyen dan kreatif.
Persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan tahun 1910-an. (Sumber: kitlv)
Ayo Jelajah 06 Okt 2025, 13:15 WIB

Hikayat Urban Legend Rumah Gurita Bandung, Geger Disebut Tempat Pemujaan Setan?

Urban legend Rumah Gurita bukan hanya cerita horor, tapi cermin budaya urban Bandung yang kaya imajinasi dan sejarah arsitektur kreatif.
Potret Rumah Gurita di kawasan Sukajadi, Kota Bandung.
Beranda 06 Okt 2025, 10:50 WIB

Jejak Panjang Harry Suliztiarto Merintis Panjat Tebing Indonesia

Sebagai seorang perupa, ia terbiasa menciptakan sesuatu dari keterbatasan. Maka ketika belum ada peralatan panjat di Indonesia, Harry membuat semuanya sendiri.
Harry Suliztiarto orang yang pertama kali memperkenalkan olah raga panjat
tebing ke Indonesia. (Sumber: IG sultan_tanah_tinggi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 10:12 WIB

Pangsi, Iket, dan Ki Sunda

Inilah salah satu cara kita untuk ngamumule budaya Sunda. Jika bukan kita yang melakukannya, lalu siapa lagi?
Pesilat dari Paguron Gajah Putih Baleendah menampilkan gerakan pencak silat pada gelaran Bandung Lautan Pangsi, Selasa 11 Juli 2023. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Netizen 06 Okt 2025, 07:51 WIB

Pelukan Metodologi Pembelajaran yang tidak Bersentuhan dengan Realitas

Fakta pendidikan di Indonesia, salah satunya metodologi pembelajaran yang tidak dekat dengan realitas.
Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Eko Prasetyo Milik Perpustakaan Salman ITB (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 20:20 WIB

Suara Pembebasan dan Agama-Agama yang Jarang Diceritakan

Di balik agama-agama mapan, banyak tradisi yang lahir dari keresahan sosial dan keberanian menantang ketidakadilan.
Toko Bernama "Religion" (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 15:01 WIB

Jain dan Sunda di Restoran 'Hijau' Bandung

Di Kota Bandung, ada restoran bernama Kehidupan Tidak Pernah Berakhir yang unik.
Salah Satu Sudut di Restoran "Kehidupan Tidak Pernah Berakhir" di Bandung (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 13:26 WIB

Mitigasi Gempa Bumi bila Patahan Baribis Bergoyang

Memahami pentingnya mitigasi dalam segala hal, bukan sekedar apel kesiagaan.
Singkapan patahan di Desa Cibuluh, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: T Bachtiar)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 12:00 WIB

HAM Omong Kosong di Kota Kreatif: Kasus Bandung Zoo dan Hak Masyarakat atas Ruang Publik

Bandung Zoo bukan hanya tempat rekreasi murah meriah. Ia adalah ruang edukasi lingkungan bagi sekolah, mahasiswa, dan keluarga.
Suasana Kebun Seni saat ini yang satu amparan dengan Kebun Binatang (Foto: Dokumen pribadi)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 11:10 WIB

Shinto, Sunda, dan Saikeirei: Sejarah Agama dan Kekuasaan

Saikeirei selama pendudukan Rezim Militer Jepang menyingkap benturan antara iman, kekuasaan, dan identitas lokal.
Sketsa Saikeirei (Sumber: Gambar Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Netizen 05 Okt 2025, 10:03 WIB

Berkelana sembari Membangun Rumah Belajar bersama Bookstagram Alwi

Perjalanan seorang pegiat literasi bernama Alwi Johan Yogatama.
Perjalanan Alwijo Nebeng ke NTT untuk Bangun Rumah Belajar (Sumber: Instagram | alwijo)
Ayo Jelajah 05 Okt 2025, 08:05 WIB

Sejarah Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, Wariskan Beban Gunungan Utang ke China

Jepang bawa Shinkansen, Tiongkok bawa pinjaman. Sejarah proyek kereta cepat Jakarta–Bandung sarat persaingan dan beban utang.
Proses pembangunan jalur Kereta Cepat Whoosh yang juga berdampak terhadap sejumlah lahan warga. (Sumber: Ayobandung | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 17:34 WIB

Bisnis Sport Tourism di Bandung Makin Bergairah Berkat Tren Padel

Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor.
Olahraga padel muncul sebagai magnet baru yang menjanjikan, bukan hanya bagi penggiat olahraga, tapi juga bagi pelaku bisnis dan investor. (Sumber: The Grand Central Court)
Ayo Biz 04 Okt 2025, 15:37 WIB

Harga Tiket Masuk dan Wahana di Skyward Project: Wisata Tematik Baru di Bandung

Berlokasi di kawasan Pasir Kaliki, Skyward Project bukan sekadar tempat bermain tapi juga ruang belajar, eksplorasi, dan nostalgia yang dirancang untuk semua kalangan.
Mengusung konsep edutainment, Skyward Project membangun narasi dari sejarah lokal yang nyaris terlupakan. (Sumber: dok. Skyward Project)