Sangat menjengkelkan, ketika sedang bersantai ataupun berkegiatan, lewatlah motor yang sudah dimodifikasi dengan knalpot racing. Suaranya memekikan telinga, membuyarkan fokus yang ada, menaikan tensi dalam darah, pun sebagian lagi, asapnya menyesakkan dada.
Motor racing, umumnya digunakan pada sirkuit balap atau lintasan yang memang sudah dirancang khusus untuk digunakan dalam kegiatan otomotif. Penggunaan yang dilakukan di jalan raya atau pemukiman padat penduduk menjadi sebuah bentuk pelanggaran dan menyebabkan kebisingan.
Hari ini knalpot modifikasi ini sudah banyak digunakan oleh kalangan masyarakat rentang usia remaja hingga menjelang manula, dari perkotaan hingga pelosok perdesaan.
Banyak bengkel-bengkel kecil pinggir jalan yang mengerjakan proyek ini dan seringkali untuk melakukan pengecekan, kalangan ini hilir-mudik menggaungkan gasnya, jelas tanpa rasa malu apalagi bersalah.
Motor sendiri merupakan salah satu transportasi yang penggunaannya untuk kebutuhan mobilitas masyarakat. Hadirnya motor tentu membantu berbagai kalangan untuk menempuh tujuan yang tidak mampu jika ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan sepedah.
Namun seiring berjalannya waktu motor pun mengalami beberapa perubahan fungsi di masyarakat.
Motor Sebagai Gaya Hidup Masyarakat
Menilik sedikit ke berbagai negara maju seperti Amerika, Jepang, Korea dan beberapa negara maju lainnya, penggunaan motor sangat terbatas sekali jumlahnya.
Negara tersebut memaksimalkan transportasi umum seperti kereta dan busway untuk melakukan kegiatan sehari- hari seperti sekolah, bekerja bahkan berwisata. Adapun secara pribadi, biasanya penggunaan sepedah menjadi alternatif utama selain jalan kaki.
Meskipun Indonesia sebagai negara berkembang, menempati posisi ke tiga sebanyak 85% setelah Thailand dan Vietnam sebagai pengguna motor tertinggi di dunia.
Fenomena ini tentu menimbulkan beberapa dampak lain, misalnya kebiasaan masyarakat Indonesia yang seringkali menggunakan motor, padahal jarak tempuh ke tujuan tidak lebih dari 500 meter. Kondisi ini tentu menjadi penyumbang angka tertinggi bagi penyakit diabetes.
Sebagian besar makanan pokok indonesia yang berupa karbohidrat akan sulit terbakar tanpa adanya kegiatan yang bisa mengurai bahan tersebut menjadi sebuah energi. Kebiasaan malas ini yang membuat gaya hidup masyarakat menjadi kurang sehat.
Selain itu, motor juga menjadi alat yang digunakan untuk menunjukkan status sosial seseorang, dari masyarakat mapan, hingga menengah ke bawah pun dipastikan memiliki satu buah motor.
Bagi masyarakat mapan, motor mewah keluaran Ducati, Kawasaki atau Harley-Davidson menjadi sebuah alat untuk menunjukkan kemewahan.
Motor juga menjadi alat flexing yang digunakan untuk menguatkan branding suatu usaha scam berkedok investasi, seperti sebuah kasus yang pernah terjadi di Indonesia beberapa tahun silam. Pada beberapa waktu bahkan komunitas ini turun ke jalanan yang merasa paling menguasai medan.
Lampu merah di terobos, pengawalan aparat untuk menengadahi masyarakat yang berontak, semua pengguna jalan harus melipir ke samping untuk memberikan akses bagi mereka yang bak seperti seorang raja.
Bagi masyarakat menengah dengan gaji yang pas-pasan, motor seringkali menjadi sebuah kebutuhan tapi tidak terlepas juga untuk memenuhi gaya hidup. Kantor leasing yang semakin berjamur di Indonesia pun turun serta menyumbang kehadiran motor di masyarakat.
Biaya Down Payment (DP) yang memikat serta cicilan dalam jangka waktu yang panjang, membuat masyarakat berlomba-lomba memiliki motor. Masalahnya motor bukan lagi menjadi kebutuhan primer tapi sudah menjadi sekunder.
Jika diperhatikan setiap rumah dan anggota keluarganya memiliki motor masing-masing, ibu, ayah dan anak yang bahkan belum layak memiliki SIM, sudah diberikan motor oleh orangtuanya. Belum lagi ketika angsuran kredit yang terhambat tentu membuat masalah baru dalam sisi ekonomi.
Berlanjut pada modus oknum leasing yang seringkali menghampiri calon korban dengan mengitimidasi bahwasannya motor belum lunas dan akan ditarik secara paksa. Hal ini menimbulkan efek domino dari sebuah motor yang penggunannya telah berubah menjadi gaya hidup.
Selain itu, motor juga sudah merubah beberapa kalangan masyarakat untuk menunjukan eksistensi sebuah komunitas. Sebagian pengguna motor dengan modifikasi knalpot racing, umumnya terafiliasi dalam sebuah perkumpulan.
Antara satu kelompok dan kelompok lainnya saling adu performa di jalanan sempit dan tak jarang menimbulkan perkelahian, entah dengan pengendara normal atau antar komunitas yang lain. Seringkali masalah ini memang menggangu kenyamanan.
Namun terkadang masyarakat pun sudah muak untuk menegur dan memilih skeptis juga apatis terhadap kalangan tersebut.
Dampak Penggunaan Knalpot Racing

Selain mengganggu telinga, penggunaan knalpot racing juga bisa meningkatkan pembuangan gas emisi. Modifikasi motor berarti mengubah stelan pabrik terhadap suatu knalpot dari bagian mufler tip hingga header sebagai penahan gas emisi.
Kondisi pembuangan emisi gas yang tinggi ini dapat menurunkan kualitas udara yang dihirup oleh paru-paru. Knalpot racing juga menyumbang polusi suara bagi pendegarnya. Kondisi jalan yang macet, diperparah dengan suara bising knalpot tentu semakin membuat jengkel dan mengganggu gendang telinga.
Sebetulnya sudah ada undang-undang yang mengatur knalpot racing sebagai sebuah pelangaran peraturan lalu lintas. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 mengenai ambang batas kebisingan kendaraan bermotor tipe baru. Namun tentu dalam pelaksanaanya tidak mudah diaplikasikan di masyarakat.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Kota Aceh yang ditulis oleh Setiawan Jodi, dkk dalam judul "Low Enforcement Againts Motor Vehicles Using Racing Mufflers in Banda Aceh City".
Hasil penelitian menunjukkan sanksi hukum terhadap pelanggar yang menggunakan kendaraan bermotor dengan knalpot racing terjadi karena beberapa faktor diantaranya kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kesadaran yang lemah terhadap standar penggunaan motor racing, kurangnya pemahaman terhadap dampak penggunaan knalpot racing, serta maraknya pembuatan knalpot racing yang lengah dari pengawasan.
Sementara dalam penelitian lain yang dilakukan di Kota Jakarta yang ditulis ole Achmad Gilang Safrudin berjudul "Analisis Penegakan Hukum Terhadap Penggunaan Knalpot Racing Pada Kendaraan Bermotor Di Polres Metro Jakarta Selatan", disebutkan hambatan yang dialami aparat penegak hukum adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam mentaati peraturan serta kurangnya petugas yang melakukan operasi penegakan hukum.
Sedangkan menurut pengamatan penulis, maraknya penggunaan knalpot racing ini akibat dari masyarakat yang abai dengan perasaan orang lain. Pelaku merasa bahwasannya apa yang dilakukan sama sekali tidak mengganggu orang lain karena tidak ada yang menegur aktivitas mereka.
Adapun ketika ada pihak yang menegur, pelaku seringkali tidak terima dan ujungnya mengakibatkan pertengkaran. Selain itu juga sumber daya manusia yang sulit diatur menjadikan penegakan hukum berjalan alot atau tidak berkesinambungan.
Peraturan yang ada seolah menjadi sebuah ajakan untuk dilanggar, bahkan meski sudah di denda, pelaku akan mengulangi hal yang sama. Tentu Knalpot racing bukan lagi digunakan untuk kepentingan olahraga di sirkuit tapi sudah menjelma menjadi gaya hidup yang meresahkan. (*)
Jangan Lewatkan Podcast AyoTalk: