Suara lirih terdengar dari kamar sederhana di sudut Kota Bandung. Di sela kesibukannya sebagai mahasiswi, Nurul A’ini menutup matanya sejenak, membiarkan alunan Queen of the Night memenuhi ruang kecil itu. Lagu klasik yang dulu sempat membuatnya frustrasi kini menjadi kenangan manis tentang perjuangan dan ketekunan. Ia tersenyum saat mengenangnya suatu bentuk bahagia yang lahir dari nada.
Bernyanyi bagi Nurul bukan sekadar panggung dan tepuk tangan penonton. Ia sudah mengenal dunia vokal sejak kecil, namun baru saat bergabung dengan Paduan Suara Mahasiswa (PSM) kampusnya, ia menyadari betapa besar pengaruh musik terhadap dirinya. Dari latihan rutin hingga tampil di konser vokal, semua pengalaman itu menumbuhkan rasa percaya diri yang dulu tak pernah ia punya. Dalam ajang Jakarta International Choral Festival, Nurul dan timnya bahkan berhasil meraih gold medal pencapaian yang ia sebut sebagai salah satu momen paling berharga dalam hidupnya.
Setiap kali bernyanyi, Nurul memiliki ritual kecil yang tak pernah ia lewatkan. Ia selalu mengunyah kencur sebelum tampil. Kebiasaan itu ia yakini bisa membuat tenggorokannya terasa lega dan suaranya lebih lepas.
“Aku suka makan kencur sebelum nyanyi, biar tenggorokannya ngeplong,” ujarnya sambil tertawa ringan. Meski sederhana, kebiasaan itu menjadi bagian dari kedisiplinan dan perhatian kecil yang membuat penampilannya selalu berkesan.
Lagu-lagu yang ia nyanyikan pun beragam. Dari lagu pop hingga klasik, setiap nada memiliki makna tersendiri. Namun di antara banyak lagu yang pernah ia bawakan, Merakit milik Rahal dan Kaifai adalah yang paling menggambarkan hidupnya saat ini tentang semangat, perjuangan, dan keberanian merangkai mimpi. Ia merasa setiap nada dalam lagu itu seperti potongan perjalanan hidup yang sedang ia susun perlahan.
Kini, ketika masa aktifnya di PSM hampir usai, Nurul mulai belajar melepaskan. Ia akan merindukan latihan panjang, suasana konser, hingga momen saat membimbing adik tingkatnya. Namun satu hal yang pasti, suara itu tak akan benar-benar berhenti. Ia akan terus bernyanyi, entah di kamar, di jalan, atau di hati, karena bagi Nurul, bernyanyi adalah cara paling tulus untuk memahami diri sendiri dan merakit hidup menjadi melodi yang utuh. (*)