Sejak penayangannya pada tanggal 11 Juli 2025, Film garapan Korea Selatan ini sempat mencuri perhatian. S-Line sendiri merupakan drama korea yang terdiri dari enam episode. S-Line menceritakan tentang seorang anak SMA yang memiliki kemampuan unik sejak kecil.
Shin Hyeon Heup (A Rin) dapat melihat garis merah yang melayang pada kepala seseorang. Garis merah ini memiliki makna keterikatan hubungan seks antara satu orang dengan yang lainnya. S-Line juga menjadi sebuah representasi dari pengalaman atau jumlah seseorang melakukan hubungan seksual.
Gempuran informasi yang hadir di media sosial, silih berganti selalu menghasilkan beberapa tren setelahnya. Pengguna media sosial seringkali Fomo (Fear Of Missing Out) terhadap apapun yang sedang terjadi di dunia maya.
Perasaan takut tertinggal seringkali menghantui beberapa penggunanya. Keterlibatan influencer dan konten kreator didalamnya semakin membuat masyarakat ingin terlibat dalam tren yang ada.
Beberapa tren dilakukan karena ketidaktauan pengguna pada makna dibalik konten yang sedang viral. Salah satunya influencer dakwah dengan akun @Kadamsidik sempat mengira bahwa S-Line menunjukkan berapa banyak orang yang dicintai dalam waktu yang bersamaan. Beruntungnya sebelum posting kadam berpikir bahwa tren ini tidak masuk akal.

Ketika mencari tahu arti S-Line yang sebenarnya kadang ikut tercengang dengan tren ini karena sangat menjijikan bagi dirinya. Bahkan di akhir video kadam mengingatkan bagi para netizen utuk tidak mengikuti tren tersebut karena sesungguhnya Allah sudah menutup aib setiap orang. Lantas kenapa sebagai manusia dengan percaya diri membeberkannya ke khalayak umum.
Drama atau film seringkali merepresentasikan kondisi sosial, politik, ekonomi, kesehatan suatu negara. Di Korea sendiri hubungan seks di luar nikah tidak dianggap sebagai hal yang ilegal setelah dicabutnya hukum perzinahan pada tahun 2015.
Sementara Indonesia sebagai negara yang berbudaya dan menjungjung tinggi etika, hubungan seksual di luar nikah menjadi hal tabu bahkan dilarang dari sudut pandang agama dan norma sosial.

Meski demikian, beberapa orang mengikuti tren di atas berdasarkan kesadaran diri sendiri. Alasan setiap pengguna juga sangat beragam. Ada yang dengan bangga menampilkan garis S-Line bercabang-cabang bahkan sampai layar penuh dengan warna merah. Hal ini menyiratkan bahwa seseorang tersebut sangat bangga dalam pencapaian melakukan hubungan seksual.
Bahkan yang paling mengerikan tren ini juga membuka para penyuka sesama jenis (LGBT) untuk semakin terang-terangan menyuarakan perihal penyimpangan yang mereka lakukan. Hujatan bukan lagi suatu hal yang bisa mengguncang mental tapi dijadikan sebagai panggung normalisasi kalangan tersebut.

Dari sudut pandang agama, membuka aib adalah sesuatu yang dilarang. Bukan hanya berdampak buruk bagi reputasi diri tapi Tuhan pun sudah dengan sangat baik menutupi aib setiap hambanya. Lantas kenapa yang sudah ditutupi justru malah dibuka oleh diri sendiri hanya berdasarkan ingin dianggap keren karena mengikuti tren yang ada.
Bahkan terlepas dari sudut pandang agama perihal menyikapi tren ini. Sebetulnya tren ini jika disikapi dari seorang manusia yang memiliki akal secara rasional akan berpikir dua kali mengikuti tren di atas.
Bukan hanya kita membuka siapa diri kita yang sebenarnya kepada orang lain, terlepas setiap manusia pun pasti memiliki aibnya sendiri tapi cukup untuk tidak di umbar. Tren ini menunjukan kualitas diri dan citra buruk di masa yang akan datang. Ingat ini media digital, semua akan terekam dan terdokumentasi.
Meski kita sudah menghapusnya tapi tidak ada yang tahu jika orang lain sudah screen shoot foto tersebut dan sampai kapan pun tidak akan hilang dari jejak digital.
Jadi alangkah lebih baik pengguna media sosial lebih bijak lagi menyikapi setiap tren yang ada. Tidak semua tren yang hadir itu baik, jangan sampai justru ketakutan untuk merasa tertinggal menjadi bumerang bagi kita di masa yang akan datang. (*)