Merenungi Perubahan Iklim lewat Senja di Bandung Utara

Djoko Subinarto
Ditulis oleh Djoko Subinarto diterbitkan Minggu 10 Agu 2025, 14:48 WIB
Salah satu sudut kawasan Bandung Utara. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)

Salah satu sudut kawasan Bandung Utara. (Sumber: ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)

SUASANA senja tak jarang menggetarkan hati. Di kawasan Bandung Utara, senja tak jarang tampil memukau -- sebagaimana dilukiskan dalam lirik lagu Senja Jatuh di Bandung Utara, karya Iwan Abdulrachman.

Saat senja jatuh itu, langitnya merah, lalu berubah kelabu. Nah, warna merah dan kelabu sering kita anggap indah. Kita pun tak lupa segera memotretnya. Dan langsung kita unggah ke media sosial. Kita rayakan itu seolah pertunjukan alam yang wajar dan mempesona.

Padahal, tidak semua warna senja adalah pesan keindahan. Ada saatnya, langit merah kelabu adalah sinyal dari langit yang lelah. Ia menyampaikan pesan ihwal Bumi yang memanas.

Ditentukan partikel dan gas

Dalam teori sains atmosfer, warna langit ditentukan oleh partikel dan gas di udara. Ketika senja turun, cahaya matahari melewati atmosfer dalam sudut rendah. Partikel-partikel di udara membiaskan cahaya, menciptakan efek warna-warni.

Menurut National Aeronautics and Space Administration (NASA), warna merah pada langit senja bisa diperkuat oleh keberadaan aerosol, polusi, dan partikel halus dari aktivitas manusia. Di kota-kota padat, senja cenderung bisa lebih merah, bukan karena romantisme, melainkan karena polutan. 

Semakin banyak polutan di udara, semakin kompleks pembiasan cahaya yang terjadi. Kita bisa menyebutnya sebagai keindahan yang lahir dari luka, ketika langit memantulkan sisa-sisa pembakaran kendaraan, pabrik, dan limbah rumah tangga ke dalam palet senja.

Tak luput dari polusi

Kawasan Bandung Utara, meski dikenal sebagai kawasan sejuk dan masih berhutan, walau sebagian, kini tak luput dari belenggu polusi. Urbanisasi mendorong pembangunan masif ke arah utara. Hutan kian menyusut. Jalan dan vila terus bertambah.

Buntutnya bisa terlihat di langit. Senja yang dulu bening dan hangat, kini bisa lebih merah pekat dan cepat berubah kelabu. Perubahan itu bisa jadi alarm ekologi yang tak banyak disadari.

Teori dari James Lovelock tentang Gaia Hypothesis menyebutkan bahwa Bumi adalah organisme hidup yang merespons tekanan. Ketika manusia menekan terlalu keras, Bumi sontak bereaksi.

Reaksi itu bisa dalam bentuk cuaca ekstrem. Bisa juga suhu naik atau perubahan pola langit. Nah, senja merah kelabu bisa dilihat sebagai ekspresi Bumi yang mencoba menyeimbangkan dirinya kembali.

Berdampak besar

Menurut analisis tren suhu dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang dirangkum dalam penelitian Jurnal Geografi periode 1990–2019, suhu rata-rata tahunan di Bandung mengalami kenaikan sekitar 0,025 °C per tahun.

Jika diakumulasikan, tren ini berarti terjadi peningkatan sekitar 0,66 °C dalam 30 tahun terakhir. Dengan perhitungan sederhana, untuk kurun waktu dua dekade terakhir saja, kenaikannya diperkirakan sekitar 0,5 °C -- lebih tinggi dari angka 0,3 °C yang sering disebut.

Kenaikan ini mungkin terdengar kecil, tetapi secara klimatologis berdampak besar. Perubahan suhu sekecil 0,5 °C dapat memengaruhi pola kelembapan udara, meningkatkan laju penguapan, memicu pergeseran pola curah hujan, dan memperbesar peluang terjadinya cuaca ekstrem. Fenomena ini sejalan dengan tren nasional. BMKG mencatat suhu rata-rata Indonesia meningkat sekitar 1,02 °C dalam 44 tahun terakhir.

Kenaikan suhu ini tidak hanya mempengaruhi kenyamanan hidup sehari-hari, tetapi juga membuka pintu bagi risiko ekologis yang lebih serius. Bandung, sebagai kota besar, tidak terlepas dari pemanasan global sekaligus pemanasan lokal akibat urbanisasi. Lapisan aspal, beton, minimnya ruang terbuka hijau, serta polusi udara memperkuat efek pemanasan, sehingga perubahan iklim terasa nyata di skala kota.

Salah satu dampak lanjutan dari kenaikan suhu adalah meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan di wilayah sekitar. Ketika kebakaran ini terjadi, asap yang dihasilkan menyumbang partikel-partikel halus ke udara. Partikel ini turut memperkuat warna merah yang tampak pada langit senja, menjadikan pemandangan sore hari lebih pekat dan dramatis.

Tak hanya kebakaran hutan, aktivitas kendaraan bermotor dan pembakaran sampah rumah tangga juga memperkaya atmosfer dengan karbon dan sulfur. Kedua unsur ini memengaruhi cara cahaya matahari berinteraksi dengan awan dan partikel di udara. Semakin tinggi konsentrasi partikel tersebut, semakin pekat pula gradasi warna merah pada senja yang kita saksikan di Bandung.

Faktor alami seperti keberadaan pepohonan sebenarnya bisa menjadi penahan dampak ini. Namun, di Bandung Utara, pohon-pohon cemara yang dulu berfungsi menyaring udara dan menyerap karbon dioksida kini makin berkurang. Hilangnya pepohonan ini membuat langit kehilangan penyeimbang alaminya, sehingga polusi udara dan efek pemanasan menjadi semakin terasa.

Mengalami stres iklim

Observatorium Bosscha di Lembang. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)
Observatorium Bosscha di Lembang. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Restu Nugraha)

Sebuah studi dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2023 menyebut bahwa kawasan pegunungan tropis mengalami stres iklim lebih cepat. Bandung Utara termasuk di dalamnya. Perubahan vegetasi, curah hujan, dan suhu bergerak dalam kecepatan yang mengkhawatirkan. 

Kawasan-kawasan yang dahulu dikenal sebagai penyeimbang suhu kini ikut menjadi zona rawan. Perubahan ini tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga berdampak sosial. Ia berdampak langsung pada kehidupan masyarakat dan ekosistem di Bandung Utara. 

Misalnya, pergeseran musim hujan yang tidak menentu dapat mengganggu pertanian dan ketersediaan air bersih, sementara perubahan vegetasi mengancam habitat satwa lokal serta mengurangi fungsi hutan sebagai penyerap karbon. Kondisi ini menuntut upaya adaptasi dan mitigasi yang terintegrasi agar kawasan pegunungan tetap lestari dan mampu mendukung kehidupan generasi mendatang.

Ketika senja turun dan langit berubah warna, ia sebetulnya sedang menunjukkan apa yang tak bisa diucapkan. Langit memberi tanda bahwa sesuatu sedang berubah. Kita kerap lupa bahwa alam memiliki cara sendiri untuk bicara. Ia bicara lewat suhu, lewat angin, lewat warna, bahkan lewat kesunyian.

Bukan membenci senja

Bagi kita, senja yang merah kelabu mungkin terasa syahdu. Tapi, di balik syahdu itu, tersimpan jejak karbon, polutan, dan udara yang semakin kotor. Tentu, ini bukan ajakan untuk membenci senja. Justru sebaliknya. Kita bisa belajar melihat senja sebagai refleksi dari gaya hidup kita sendiri. 

Mari kita bertanya kepada diri kita: apakah kita masih suka bakar-bakar sampah atau bakar-bakar ban bekas saat demo? Apakah kita masih membiarkan kendaraan bermotor mendominasi kehidupan kita? Apakah kita membiarkan ruang-ruang hijau digantikan beton?

Refleksi kecil ini penting, karena perubahan iklim bukan sesuatu yang jauh terjadi di Kutub Utara. Ia ada di dekat kita, dalam warna langit yang kita pandangi setiap sore.

Langit merah kelabu bisa menjadi panggilan bagi kita untuk kembali ke kesadaran ekologis, untuk hidup lebih hemat energi, lebih ramah lingkungan, dan lebih sadar akan jejak kita. 

Kita tidak bisa terus-menerus menutup mata dan menyebut semua ini sebagai pemandangan yang menenangkan. Ada tanggung jawab moral dalam setiap nafas dan langkah yang kita ambil di bawah langit yang berubah. Alam sesungguhnya sudah memberitahu kita tanpa suara, tanpa marah, hanya lewat warna yang dimunculkan saat senja.

Masih ada harapan

Kawasan Bandung Utara masih memiliki harapan. Di sana, masih ada hutan, juga masih terlihat ada pohon cemara, dan masih ada angin bersih jika kita mau menjaganya. Akan tetapi, harapan itu tak akan bertahan jika kita terus mengabaikan kerusakan yang terjadi.

Langkah kecil bisa dimulai dari hal sederhana. Mengurangi penggunaan plastik. Menanam pohon. Mengganti kendaraan bermotor dengan bersepeda. Dan memilih transportasi umum. Setiap tindakan kecil yang kita lakukan akan berdampak besar bila dilakukan bersama-sama.

Karena saat kita berupaya menjaga Bumi, senja akan kembali bicara dengan bahasa yang lebih ramah. Ia akan datang dengan warna hangat, bukan tanda peringatan. Itulah saat alam memberikan hadiah bagi mereka yang peduli dan bertindak.

Langit bisa menjadi cermin dari apa yang kita lakukan di Bumi selama ini. Ketika langitnya merah kelabu, mungkin Bumi sedang memberi pesan agar kita mau berubah. (*)

Artikel Rekomendasi Untuk Anda

Disclaimer

Tulisan ini merupakan artikel opini yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Pandangan yang disampaikan dalam artikel ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan organisasi dan redaksi AyoBandung.id.

Djoko Subinarto
Penulis lepas, blogger
Nilai artikel ini
Klik bintang untuk menilai

Berita Terkait

News Update

Ayo Biz 27 Sep 2025, 10:49 WIB

Menikmati Bandrek dan Bajigur Hangat di Tengah Kota Kembang

Bandrek adalah salah satu minuman tradisional Sunda yang tak pernah lekang oleh waktu. Terbuat dari jahe dan gula merah, bandrek menghadirkan rasa pedas hangat berpadu manis alami yang menenangkan.
Ilustrasi Foto Bandrek (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 27 Sep 2025, 10:02 WIB

'Proyek Besar' Putri Kusuma Wardani Mengalahkan 4 Pemain Top Dunia

Kabar baik kembali datang dari Putri Kusuma Wardani, pelapis kedua sektor Tunggal Putri. 
Pebulu tangkis Indonesia, Putri Kusuma Wardani. (Sumber: Dok. PBSI)
Beranda 27 Sep 2025, 07:35 WIB

Revitalisasi Trotoar di Kota Bandung, Menjawab Kebutuhan Pejalan Kaki atau Pedagang Kecil?

Kalau berhasil dijaga, bukan tidak mungkin wajah Bandung sebagai kota ramah pejalan kaki makin nyata.
Pejalan kaki melintas di trotoar yang sudah diperbaiki di Jalan Lombok, Kota Bandung. (Sumber: ayobandung.id | Foto: Ikbal Tawakal)
Ayo Biz 27 Sep 2025, 06:43 WIB

Jangan Lewatkan Lumpia Basah Saat Berkunjung ke Bandung

Bandung tidak hanya dikenal dengan udara sejuk dan panorama indah, tetapi juga dengan ragam kuliner khasnya yang menggoda. Salah satu jajanan yang tak pernah kehilangan penggemar adalah lumpia basah.
Ilustrasi Foto Lumpia Basah. (Foto: Freepik)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 20:29 WIB

Sunda dan Buddha yang Langka Kita Baca

Sejarah menunjukkan pada dunia bahwa Sunda milik semua orang.
Mengintip Rupang Sang Buddha dari Samping Jendela Luar di Vihara Buddha Gaya, Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi | Foto: Arfi Pandu Dinata)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 18:43 WIB

Ombram dan Bandung yang Tak Pernah Sepi Nada

Ombram, band yang digawangi Brahmana Amsal (vokal), Opit Bey (gitar), dan Magi (drum) adalah simbol regenerasi, proyek yang lahir dari pertemuan tak terduga.
Ombram, band yang digawangi Brahmana Amsal (vokal), Opit Bey (gitar), dan Magi (drum) adalah simbol regenerasi, proyek yang lahir dari pertemuan tak terduga. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 18:04 WIB

Advokasi Kebijakan dan Komunikasi Publik: Jalan Menuju Pemerintahan Partisipatif

Pentingnya sinergi advokasi kebijakan dan komunikasi pejabat publik agar aspirasi rakyat tersalurkan dan kebijakan lebih partisipatif.
Pentingnya sinergi advokasi kebijakan dan komunikasi pejabat publik agar aspirasi rakyat tersalurkan dan kebijakan lebih partisipatif. (Sumber: Pexels/Tara Winstead)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 16:55 WIB

Bandung dan Tren Gaya Hidup Terintegrasi, Bobobox Jadi Simbol Inovasi Lokal

Kota Bandung telah lama menjadi pusatnya kreativitas bagi generasi muda yang haus akan eksplorasi, baik dalam seni, teknologi, maupun kuliner.
Chief Commercial Officer Bobobox, Bayu Ramadhan. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 16:01 WIB

Merawat Inovasi: Kunci Keberlanjutan Gerakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Bandung jadi gudang inovasi sampah. Keberlanjutan inovasi ASN akan mendorong pengelolaan sampah yang murah dan efektif.
Petugas memasukan sampah organik ke dalam drum komposter di Pasar Sederhana, Kota Bandung, Selasa 15 Oktober 2024. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 15:28 WIB

Kisah Bebek Kaleyo Menaklukkan Bandung, Ketika Kuliner Legendaris Bertemu Gaya Hidup Kekinian

Dari rendang hingga rawon, dari soto hingga bebek goreng, kuliner Indonesia terus beregenerasi, menjawab selera zaman tanpa kehilangan identitas.
Flagship outlet Bebek Kaleyo di Jalan Sumatera No. 5, Kota Bandung yang mempertemukan kuliner tradisional dengan estetika kekinian. (Sumber: dok. Bebek Kaleyo)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 14:03 WIB

Dua Wajah Zaman Berlari di Bandung

Tentang perbedaan kegiatan lari di Kota Bandung pada tahun 1980-an dengan tahun 2020-an.
Warga melakukan aktivitas lari pagi di kawasan Dago, Bandung. (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Djoko Subinarto)
Ayo Jelajah 26 Sep 2025, 14:00 WIB

Jejak Sejarah Terowongan Kereta Lampegan Cianjur, Tertua di Indonesia

Dibangun pada 1879 oleh Staatsspoorwegen, Terowongan Lampegan menjadi jalur kereta tertua di Indonesia. Kini, lorong 415 meter ini tak hanya saksi sejarah kolonial, tetapi juga terkenal dengan legenda
Terowongan Kereta Lampegan Cianjur, tertua di Indonesia. (Sumber: KITLV)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 11:03 WIB

Bukan Hanya Sekedar Olahan Susu, Yogurt Punya Segudang Manfaat

Yogurt merupakan produk olahan susu yang dibuat melalui proses fermentasi bakteri baik, seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Hasil fermentasi ini menghasilkan rasa asam
Ilustrasi Foto Yougurt (Foto: Pixabay)
Ayo Biz 26 Sep 2025, 10:03 WIB

Kedai Susu Murni Legendaris di Jalan Pungkur

Susu murni sejak lama dikenal sebagai minuman bergizi tinggi yang kaya akan protein, baik untuk menjaga kebugaran tubuh. Di Bandung, minuman ini mudah ditemui karena wilayahnya dikelilingi sentra
Ilustrasi Susu Murni (Foto: Pixabay)
Ayo Netizen 26 Sep 2025, 09:30 WIB

Cara Baru ASN Naik Kelas: Belajar Diakui, Karier pun Melaju

Corpu dan RPL membuka jalan baru untuk ASN, diakui jadi syarat karier ataupun studi lanjut.
Ilustrasi PNS di Bandung Raya. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Jelajah 25 Sep 2025, 21:10 WIB

Hikayat Konflik Lahan Dago Elos yang jadi Simbol Perlawanan di Bandung

Dari eigendom verponding peninggalan Belanda, konflik tanah Dago Elos menjelma simbol perlawanan warga kecil melawan modal besar.
Forum Dago Melawan di Depan Polrestabes Bandung. (Sumber: Ayobandung | Foto: Irfan Al Faritsi)
Ayo Netizen 25 Sep 2025, 20:03 WIB

Islam dengan Citra Rasa Lokal

Sungguh tak berlebihan bila kita meneguhkan Sunda dan kemajemukan budaya sebagai napas bersama.
Indahnya Masjid Raya Al Jabbar. (Sumber: Ayobandung.com | Foto: Irfan Al-Faritsi)
Ayo Biz 25 Sep 2025, 18:30 WIB

Gercep, FOMO, dan Instagramable: Milenial dan Gen Z Membentuk Arah Baru Industri Kuliner Kekinian

Industri kuliner kekinian di Indonesia tengah mengalami transformasi besar, didorong oleh perubahan perilaku konsumsi generasi milenial dan Z.
Industri kuliner kekinian di Indonesia tengah mengalami transformasi besar, didorong oleh perubahan perilaku konsumsi generasi milenial dan Z. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Kavin Faza)
Ayo Biz 25 Sep 2025, 17:28 WIB

Sinergi UMKM dan Institusi, Bechips Jadi Bukti Ekspor Bukan Mimpi

Bandung kembali menegaskan reputasinya sebagai kota kreatif yang melahirkan pelaku usaha tangguh, salah satu kisah sukses terbaru datang dari UMKM Bechips.
Kisah sukses terbaru datang dari Bechips, salah satu UMKM Kota Bandung yang berhasil menembus pasar ekspor Jepang secara mandiri. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)
Ayo Netizen 25 Sep 2025, 17:17 WIB

Bandung Menjelang Sore di Kawasan Kopo Area

Bandung menjelang sore di kawasan kopo area layaknya pesta pora, riuh dan ramai oleh sejumlah kendaraan yang memadati jalanan.
Kemacetan di Kawasan Kopo, Senin, 22 September 2025 (Sumber: Dokumentasi Penulis | Foto: Dias Ashari)