AYOBANDUNG.ID -- Di balik setiap senyum percaya diri yang terpancar dari para wanita ketika mengenakan Wardah, tersimpan kisah perjalanan seorang pejuang yang tak kenal menyerah. Di tengah gemerlap kesuksesan kosmetik Wardah yang kini melejit di pasar Indonesia, ada sosok perempuan penuh inspirasi yang telah menaklukkan badai kegagalan dan merajut mimpi dari nol.
Nurhayati Subakat, nama yang tak asing di telinga para pecinta kecantikan, adalah pendiri utama Wardah sekaligus jiwa yang memompa semangat dalam setiap inovasi di PT Paragon Technology and Innovation. Lahir di Padang dan menyandang gelar lulusan program studi farmasi dari ITB, perjalanan hidupnya begitu banyak menyimpan liku sebelum merengkuh kesuksesan.
Nurhayati bercerita, membangun usaha dari nol memang bukan perkara mudah. Dari awal karier menapaki dunia industri kecantikan di Jakarta sebagai staf quality control, Nurhayati telah mengumpulkan pengalaman berharga yang nantinya menjadi fondasi bagi usaha rumahan yang kelak bersinar.
Namanya telah menjadi sinonim keberanian, ketekunan, dan keyakinan yang membawa secercah harapan bagi jutaan hati yang pernah meragukan kemampuan diri mereka sendiri.
"Saya pernah bekerja di pabrik kosmetik selama 5 tahun, karier saya berawal dari seorang karyawan. Awalnya saya juga tidak melihat peluang, tapi saat itu saya juga agak kesulitan karena punya tiga anak, kerjanya Bogor-Jakarta, ditambah atasan agak galak di kantor dulu, akhirnya saya pilih resign," cerita Nurhayati kepada wartawan.
Sebuah pengakuan yang menyiratkan betapa kerasnya keputusan harus meninggalkan zona nyaman demi meraih mimpi. Tak ingin berhenti sampai di situ, Nurhayati pun memanfaatkan ilmu dan pengalaman untuk menciptakan produk-produk yang akhirnya memperteguh posisinya di industri kecantikan.
Dengan semangat pantang menyerah, ia memulai dengan merintis usaha sampo bermerek Putri yang diperkenalkan secara personal dari salon ke salon, dan perlahan diterima oleh masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu, ujian demi ujian terus datang. Pabrik usaha sampo yang telah dirintisnya sempat dilalap api, mengoyak setiap harapan dan mengepungnya dengan utang yang menunggu untuk dilunasi.

Meski begitu, menyerah tak ada di kamus Nurhayati, semangatnya tak pernah pudar. Justru dari reruntuhan itulah ia mengumpulkan kembali energi untuk membangun segalanya dari nol lagi. Setiap tetes keringat yang tumpah di ruang-ruang sempit usaha itu, kini telah berubah menjadi inspirasi yang menembus tembok-tembok skeptisisme.
"Membangun Paragon sendiri sudah puluhan tahun yang lalu. Alhamdulillah dengan kerja keras, dan selama perjalanan itu saya lihat banyak sekali pertolongan Allah," ungkapnya.
Momen dramatis yang mengubah arah perjalanan hidupnya pun akhirnya terjadi pada tahun 2009, ketika re-branding besar-besaran Wardah digelar hampir bersamaan dengan pesatnya tren hijab di seluruh negeri.
Seolah alam semesta terkonspirasi untuk memberikan ruang bagi kecantikan sejati, produk Wardah pun mulai menyentuh kalbu para hijaber yang ingin tampil elegan tanpa harus mengorbankan nilai kehalalan.
Dalam dinamika yang sarat haru itu, tantangan demi tantangan dihadapi dengan ketabahan dan inovasi, hingga akhirnya timnya menemukan formula yang tepat, bukan sekadar produk, tetapi simbol identitas dan harapan.
"Wardah juga enggak langsung berhasil, saya coba berbagai cara lain Alhamdulillah berbuah. Hingga akhirnya Wardah diluncurkan ulang pada 2009, saat tren hijaber kebetulan booming di 2009," tuturnya.
Tak hanya Wardah, inovasi lain rupanya terus mengalir. Saat produk Emina menginjak usia tiga tahun, timnya pun menciptakan varian yang khusus untuk kaum milenial, menjadi sebuah strategi yang kembali membawa momen berharga.
"Kembali lagi kami dapat momen yang pas. Saya melihat beberapa kali kami menemukan momentum pas, dan saya anggap itu pertolongan Allah," kenang Nurhayati.
Nurhayati menyebutkan bahwa pengalaman kerja di perusahaan kosmetik asing menjadi sumber inspirasi besar. Pasalnya, di balik setiap keberhasilan, tersimpan proses panjang yang penuh pengorbanan.
"Insirasi awalnya karena saya lulusan farmasi dengan dasar pengalaman di tempat saya bekerja dulu. Akhirnya saya bisa membangun dan kerjakan dengan kecil-kecilan, dan akhirnya saya mencoba menjual produk sendiri ke salon-salon," ungkapnya.
Dari usaha rumahan yang dijual door to door itu lah yang kini bertransformasi menjadi perusahaan kosmetik raksasa yang menaungi berbagai merek ternama seperti Wardah, Instaperfect, Make Over, Emina, dan tentunya Putri, perjalanan Nurhayati adalah bukti nyata bahwa mimpi besar terwujud melalui kerja keras, doa, dan inovasi.
Oleh karenanya, di setiap langkahnya, Nurhayati selalu menyadari bahwa bukan persaingan yang harus ditakuti, melainkan hilangnya kesempatan untuk terus berbenah dan belajar. Bagi Nurhayati, persaingan bukan tentang melawan, melainkan tentang bersama-sama mengangkat nama produk lokal untuk menantang dominasi raksasa multinasional.
"Membangun usaha tentu enggak semudah apa yang dipikirkan tapi kuncinya jangan pernah puas, terus kembangkan, dan yakini bahwa setiap cobaan adalah batu loncatan menuju keberhasilan,' katanya.
Cerita Nurhayati Subakat tak hanya sekadar kisah sukses di dunia bisnis, tetapi juga sebuah pelajaran tentang keberanian, ketekunan, dan kekuatan doa. Ia mengajarkan bahwa setiap rintangan bisa diubah menjadi peluang dan setiap kegagalan adalah fondasi menuju keberhasilan.
Perjalanan karirnya pun dimulai jauh dari kemewahan etalase besar. Tapi kini kisahnya pun telah berkembang menjadi legenda hidup. Sebuah kisah yang layak untuk terus dikenang dan dijadikan sumber inspirasi bagi siapa saja yang percaya bahwa mimpi besar selalu dimulai dari keberanian untuk mencoba.
"Kuncinya yang selalu saya pegang itu ketuhanan, kepedulian, kesederhanaan, kerja keras. Jangan berhenti untuk mau belajar, ulet, dan inovasi. InsyaAllah kita bisa sukses dengan karakter itu," pungkas Nurhayati.