Kegiatan para anggota dari Komunitas Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika dalam usaha konveksinya. (Sumber: Dok. KPM Dewi Sartika)

Ayo Biz

Berdaya di Tengah Derita, Cara Santi Safitri Menulis Ulang Takdir Masyarakat Jalanan

Rabu 17 Sep 2025, 16:26 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Kepedulian tak mengenal batas ruang dan waktu. Ia bisa tumbuh dari kejenuhan, dari ketidakpastian, bahkan dari rasa tak berdaya. Begitulah awal mula perjalanan Santi Safitri, seorang perempuan lulusan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), yang memilih jalan tak biasa dengan membentuk gerakan pemberdayaan masyarakat jalanan di Kota Bandung.

Lulus pada tahun 2001, Santi menghadapi kenyataan pahit, di mana selama enam tahun ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Namun, alih-alih menyerah, ia memanfaatkan pengalaman berorganisasi semasa sekolah untuk memulai sesuatu yang bermakna.

“Awalnya 2001 saya lulus kuliah di STKS. Tapi dari 2001-2007 itu saya enggak dapat kerjaan dan mikir bosan enggak ada kegiatan. Dan enggak tahu datang dari mana idenya, langsung kepikiran buat urus anak jalanan. Mampu gak?” ungkap Santi saat berbincang dengan Ayobandung.

Ide itu tak sekadar wacana. Santi turun langsung ke jalan, melakukan observasi selama dua tahun dengan cara mengamen. Ia menyelami kehidupan anak-anak dan keluarga jalanan, menyaksikan kerasnya realita yang kerap luput dari perhatian publik.

“Sedihnya itu mereka kehilangan masa tumbuh kembangnya sebagai anak-anak dan saya pada saat itu tidak bisa berbuat apapun,” tutur Santi.

Pengalaman itu menjadi titik balik. Santi merasa terpanggil untuk melakukan perubahan. Ia ingin menciptakan ruang aman dan berdaya bagi anak-anak, remaja, dan perempuan yang hidup di jalanan.

Namun, jalan menuju pemberdayaan tak selalu mulus. Tantangan demi tantangan menghadang, mulai dari minimnya minat ibu-ibu hingga kasus pencurian oleh anak-anak binaan.

Dipikir-pikir nanaonan saya teh? Dibayar ge henteu (dipikir-pikir saya itu ngapain? dibayar juga engga),” ujarnya.

Meski sempat goyah, semangat Santi tak padam. Ia terus mencari pendekatan yang tepat, termasuk menggandeng mahasiswa dari berbagai universitas yang sedang melakukan kegiatan sosial.

“Mau tidak mau pendekatan yang harus dilakukan memang harus ada yang diberikan, salah satunya lewat pembagian sembako. Soalnya kalau tidak seperti itu mereka malas. Nah, baru dari situ kita bisa sedikit-sedikit kasih pengarahan dan mengajaknya membentuk organisasi,” beber Santi.

Dari proses panjang itu, lahirlah Komunitas Perempuan Mandiri (KPM) Dewi Sartika pada tahun 2007. Komunitas ini menjadi wadah bagi masyarakat jalanan untuk membentuk mental kerja dan kreativitas.

“Menurut saya, anak jalanan dan ibu-ibu jalanan ini harus berpikir maju. Setidaknya memiliki pekerjaan dan keluarga yang normal. Dan etos yang saya ingin ubah bukan mental jalanan, tapi mental kerja dan berdaya,” tegas Santi.

KPM Dewi Sartika kini bergerak dengan sistem pembagian wilayah, menjaring anak-anak dan ibu-ibu jalanan di berbagai sudut Kota Bandung. Fokus utamanya adalah membentuk usaha ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Salah satu program unggulannya adalah pelatihan menjahit dan produksi konveksi.

“Sekarang program pemberdayaan kita itu udah jalan ke arah koperasi dan konveksi menerima pesanan jahit. Intinya saya ingin mengajak mereka untuk berkarya dan menghasilkan jangan hanya berpikir instan seperti mengandalkan dari penghidupan di jalanan,” ungkap Santi.

Di balik gerakan ini, tersimpan cita-cita pribadi yang telah tumbuh sejak kecil. Santi ingin menjadi orang yang berguna bagi lingkungan sekitar.

“Memang dalam diri saya dari kecil ada keinginan jadi orang yang berguna bagi orang lain. Saya harus berkarya lewat jalur dan dari hal apapun itu,” ucapnya.

Menjadi pionir di KPM Dewi Sartika bukan sekadar pilihan, melainkan panggilan hidup. Santi meyakini bahwa jalan yang ia tempuh adalah takdir yang dituliskan Tuhan untuknya.

“Mungkin inilah yang menjadi jalan hidup saya. Saya harus membuat satu karya dan kebermanfaatan buat semua orang khususnya untuk KPM Dewi Sartika,” ujar Santi.

Gerakan ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal membangun identitas dan harga diri. Santi percaya bahwa perempuan memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan sosial. Ia mengajak seluruh perempuan untuk berpikir dan bertindak demi kebaikan bersama.

“Hayuk berpikir bagaimana membuat yang terbaik karena yang bisa berbuat di atas penderitaan itulah yang berhasil,” katanya.

Peluang yang terbuka dari gerakan ini sangat besar. Selain menciptakan lapangan kerja alternatif, komunitas ini juga menjadi ruang edukasi dan transformasi sosial. Namun, tantangannya pun tak sedikit, di antaranya stigma masyarakat, keterbatasan dana, dan fluktuasi semangat anggota menjadi ujian yang terus dihadapi.

Meski begitu, Santi tak pernah menjadikan apresiasi sebagai tujuan utama. Baginya, kebermanfaatan adalah bentuk tertinggi dari pencapaian manusia.

“Sebagai manusia, bisa memberikan yang terbaik bagi lingkungan dan mencoba meningkatkan hubungan spiritual dengan Tuhan lah yang disebut sebagai bentuk hakikat kebermanfaatan seorang manusia,” tuturnya.

Sedianya, KPM Dewi Sartika menjadi simbol harapan di tengah kerasnya kehidupan jalanan. Pemberdayaan ini bukan sekadar komunitas, melainkan gerakan yang menyalakan semangat hidup, kerja, dan kreativitas. Di tangan Santi, pemberdayaan bukan hanya wacana, tapi aksi nyata yang terus tumbuh.

“Sebagai perempuan yang berdaya di bidang ini, saya mengajak seluruh perempuan, hayuk kita bisa berbuat yang terbaik di bidang apa saja yang kita mampu,” ujar Santi.

Alternatif produk kreatif atau UMKM serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/gGkn1zVOq
  2. https://s.shopee.co.id/7fQV7v2MDp
  3. https://s.shopee.co.id/2B5YZqNWDu
Tags:
pemberdayaan masyarakatKomunitas Perempuan Mandiriekonomi kreatifpelatihanperubahan sosial

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor