AYOBANDUNG.ID -- Langkah kecil yang dimulai pada Agustus 2017 kini menjelma menjadi gerakan pemberdayaan yang menjangkau desa-desa. Creative Village, atau yang dikenal sebagai Creavill, hadir bukan sekadar sebagai komunitas relawan, melainkan sebagai katalis perubahan sosial yang mengakar dari literasi dan semangat kewirausahaan.
Creavill memulai kiprahnya dengan mendirikan Rumah Baca Kreatif (Rumba) di Desa Pasil Langu, Kecamatan Cisarua. Desa yang terletak di bawah kaki Gunung Burangrang ini dipilih karena menyimpan potensi sumber daya manusia dan alam yang belum tergarap maksimal. Rumba menjadi titik awal membangun ruang belajar yang inklusif dan partisipatif.
Creavill juga memperluas wilayah binaannya ke Kelurahan Braga, Kota Bandung. Wilayah ini dikenal sebagai pusat wisata kuliner dan sejarah, namun juga memiliki potensi sosial yang besar. Di RW 03 Kecamatan Sumur Bandung, Rumba hadir sebagai ruang komunitas yang menghubungkan anak-anak, pemuda, dan warga dalam semangat belajar bersama.
"Pertama di wilayah itu harus punya potensi, baik potensi SDM, ataupun potensi lain. Semisal Braga memiliki potensi wisata kuliner dan lain yang tentu bisa dikembangkan. Kedua, harus ada juga pemuda aktif lokal seperti karang taruna yang aktif dan bisa mengelola rumah baca ini," ungkap Ketua Komunitas Creavill Bandung, Rindra Nuriza saat ditemui Ayobandung.
Rumba bukan sekadar perpustakaan, melainkan juga ruang hidup yang menjadi basecamp belajar, tempat berkumpul, dan laboratorium ide. Anak-anak belajar membaca, pemuda berdiskusi, dan warga mulai merancang masa depan wilayah mereka dengan cara yang baru berbasis literasi dan kolaborasi.
Creavill lahir dari keprihatinan terhadap rendahnya indeks membaca masyarakat Indonesia, sebagaimana ditunjukkan oleh survei UNESCO. Namun, di balik angka itu, tersimpan semangat membaca yang tinggi. Celah inilah yang ditangkap Creavill sebagai peluang untuk membangun jendela keberdayaan.
Sejak awal, Rindra dan timnya tidak hanya membangun ruang baca, tetapi juga membangun ekosistem belajar yang berkelanjutan. Teknologi, kewirausahaan, dan kreativitas menjadi fondasi program lanjutan yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap wilayah binaan. Literasi menjadi pintu masuk menuju kemandirian.
"Misi kami, Rumah Baca Kreatif menjadi jendela keberdayaan. Jadi nanti masyarakat sendiri yang memajukan wilayahnya. Kami hanya fasilitator saja mengadakan rumah baca. Tapi nantinya mereka yang ngajar, mengadakan aktivitas, dan mengelola semuanya," sambung Rindra.

Creavill mengusung dua program utama yakni One Village One Product dan One Village One Brand. Melalui pendekatan ini, komunitas didorong untuk menggali potensi lokal dan mengemasnya menjadi produk unggulan yang memiliki nilai jual dan identitas khas. Literasi menjadi landasan untuk membangun brand komunitas.
Di Braga misalnya, potensi kuliner lokal mulai dikembangkan sebagai produk komunitas. Anak-anak muda dilatih memahami branding, pemasaran, dan storytelling bisnis. Rumba menjadi titik awal, tetapi tujuan akhirnya adalah kemandirian ekonomi berbasis komunitas. Produk lokal bukan hanya soal jualan, tapi soal identitas dan keberlanjutan.
“Harapannya tentu Rumba kreatif ini dapat bermanfaat serta meningkatkan minat baca dan menambah semangat belajar anak-anak di sini," tuturnya.
Namun, perjalanan Creavill bukan tanpa tantangan. Keterbatasan dana, regenerasi relawan, dan dinamika sosial di tiap wilayah binaan menjadi ujian konsistensi. Rindra mengakui, membangun komunitas bukan hanya soal program, tetapi soal kepercayaan dan keberlanjutan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Creavill mulai menjalin kolaborasi dengan pelaku UMKM, akademisi, dan komunitas kreatif lainnya. Mereka percaya bahwa pemberdayaan bukan kerja satu arah, melainkan ekosistem yang saling menguatkan. Kolaborasi menjadi kunci agar gerakan ini terus hidup dan berkembang.
Kini, Creavill tak hanya dikenal sebagai komunitas literasi, tetapi juga sebagai inkubator bisnis sosial. Mereka merancang model pemberdayaan yang bisa direplikasi di desa-desa lain, dengan tetap menjaga nilai lokal dan partisipasi warga. Setiap desa punya cerita, dan Creavill hadir untuk membantu menuliskannya.
Di tengah arus digitalisasi dan urbanisasi, Creavill menjadi pengingat bahwa pembangunan tak selalu harus megah. Kadang, cukup dimulai dari sebuah rumah baca kecil, dengan semangat besar untuk berubah. Literasi menjadi lentera, dan komunitas menjadi pelita yang menyalakan harapan.
Dengan semangat relawan dan strategi bisnis berkelanjutan, Creavill terus menyalakan lentera pemberdayaan. Bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan desa-desa yang ingin berdiri di atas kaki sendiri.
"Harapan jangka panjang kami nanti wilayah itu bisa terangkat dari segi kewirausahaan. Misalnya Braga,bisa punya produk yang bisa dijual atau bisa membantu perekonomian warga dan punya penghasilan sendiri sehingga nanti bisa mandiri," ujarnya.
Alternatif produk literasi dan UMKM serupa: