Di tengah arus musik populer dan digitalisasi industri hiburan, komunitas jazz Bandung tetap eksis dan adaptif. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Bandung dan Jazz: Sepuluh Tahun Menjaga Napas Musik yang Merangkul

Minggu 21 Sep 2025, 16:35 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Di Bandung, musik jazz bukan sekadar genre, namun juga napas yang mengalir di antara lorong-lorong kota, tumbuh bersama komunitas, dan terus berevolusi sebagai bagian dari identitas budaya. Dari masa kolonial hingga era digital, jazz telah menemukan ruangnya di Bandung sebagai medium ekspresi, edukasi, dan perjumpaan lintas generasi.

Sejarah mencatat bahwa geliat jazz di Indonesia mulai terasa sejak awal abad ke-20, ketika pengaruh musik Barat masuk melalui pelabuhan dan pusat hiburan.

Bandung, sebagai kota pendidikan dan budaya, cepat menyerap semangat improvisasi dan kebebasan yang dibawa jazz. Di era 1950–1970-an, kampus-kampus dan klub musik menjadi titik awal lahirnya komunitas jazz lokal yang aktif.

Kini, semangat itu tidak padam. Di tengah arus musik populer dan digitalisasi industri hiburan, komunitas jazz Bandung tetap eksis dan adaptif. Mereka hadir dalam bentuk jam session mingguan, kelas musik terbuka, kanal YouTube edukatif, hingga kolaborasi lintas disiplin seni. Jazz bukan hanya dimainkan, tetapi juga dipelajari, didiskusikan, dan diwariskan.

Salah satu cerminan nyata dari keberlanjutan ini adalah The Papandayan Jazz Fest (TPJF), yang sejak 2015 telah menjadi ruang budaya yang konsisten merawat ekosistem jazz. TPJF bukan hanya festival tahunan, tetapi juga simbol komitmen terhadap keberlangsungan musik jazz sebagai bagian dari denyut kehidupan kota.

“Sepuluh tahun perjalanan The Papandayan Jazz Fest adalah sebuah perayaan atas rasa dan semangat yang kami bangun bersama,” ujar General Manager The Papandayan sekaligus Founder TP Jazz Management, Bobby Renaldi.

Kutipan Bobby ini bukan sekadar refleksi atas sebuah festival, tetapi juga tentang bagaimana jazz menjadi bagian dari identitas Bandung.

“Sejak awal, TPJF bukan hanya festival musik, melainkan panggung budaya, ruang perjumpaan, dan simbol keterbukaan yang kami hadirkan dari Bandung untuk dunia,” kata Bobby.

Pernyataan ini mempertegas bahwa jazz di Bandung tumbuh dari semangat inklusif dan kolaboratif, bukan dari eksklusivitas. TPJF juga aktif dalam menyelenggarakan program edukatif seperti masterclass, mentoring musisi muda, dan dokumentasi sejarah jazz Indonesia.

General Manager The Papandayan sekaligus Founder TP Jazz Management, Bobby Renaldi. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Program-program ini menjadi jembatan antara generasi lama dan baru, memperkuat regenerasi dan memperluas pemahaman tentang jazz sebagai seni yang hidup dan dinamis.

Di Bandung, jazz tidak hanya hadir di panggung besar, tetapi juga di ruang-ruang kecil yang intim. Kafe independen, studio komunitas, dan taman kota menjadi tempat di mana musisi dan penikmat bertemu tanpa batas. Di sinilah jazz menjadi bahasa yang menyatukan, bukan sekadar pertunjukan.

Komunitas jazz Bandung juga dikenal aktif dalam mengangkat isu sosial dan budaya melalui musik. Kolaborasi dengan seniman visual, penulis, dan pelaku UMKM menjadi bagian dari ekosistem kreatif yang saling menguatkan. Jazz menjadi medium untuk menyuarakan keberagaman, inklusivitas, dan semangat lokal.

Dalam konteks ini, TPJF berperan sebagai katalisator. Ia tidak hanya mengelola agenda musik, tetapi juga membangun narasi tentang bagaimana jazz bisa menjadi bagian dari solusi budaya, pendidikan, dan ekonomi kreatif. Dengan pendekatan yang berbasis komunitas, TPJF menjadikan Bandung sebagai model kota yang merawat musik dengan cara yang berkelanjutan.

“Jazz adalah bahasa universal yang mampu merangkul semua orang, melampaui batas usia, latar belakang, atau identitas,” ujar Bobby.

Pernyataan ini menjadi fondasi dari semua aktivitas TPJF bahwa musik adalah ruang terbuka, bukan sekat. Geliat jazz di Bandung hari ini pun adalah hasil dari kerja kolektif yang panjang.

Semangat ini tidak lahir dari satu panggung, tetapi dari ribuan interaksi, diskusi, dan eksperimen musikal yang terus berlangsung. TPJF menjadi salah satu simpul penting dalam jaringan ini, menjaga agar resonansi jazz tetap terdengar dan dirasakan.

Dengan dukungan komunitas, musisi, dan ruang-ruang kreatif, jazz di Bandung akan terus hidup sebagai bagian dari budaya kota. Ia bukan hanya tentang nada, tetapi tentang nilai, tentang perjumpaan, dan tentang semangat yang tak pernah padam.

“Di tengah harmoni musik jazz dan kehangatan budaya, TPJF mengajak semua orang untuk merasakan getaran budaya yang otentik, menikmati momen kebersamaan, dan menjadi bagian dari sejarah perjalanan jazz di Indonesia,” pungkas Bobby.

Alternatif kebutuhan alat musik jazz atau serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/9KYpV0zOqh
  2. https://s.shopee.co.id/9fBftie6le
  3. https://s.shopee.co.id/1VpyApADi6
Tags:
Bandungmusik jazzkomunitas

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor