AYOBANDUNG.ID -- Angka Rp189,22 triliun bukan sekadar capaian statistik. Di balik nominal penyaluran Kredit UMKM Jawa Barat per Juli 2025 itu, tersimpan jutaan cerita tentang daya juang, adaptasi, dan harapan.
Provinsi ini menempati posisi kedua secara nasional dalam penyerapan kredit UMKM, hanya terpaut dari Jawa Timur. Namun, yang membuat Jawa Barat menarik bukan hanya besarnya angka, melainkan kompleksitas ekosistem usaha kecil yang terus bergerak meski menghadapi ketimpangan dan tekanan struktural.
Di pasar-pasar tradisional, bengkel rumahan, studio kreatif, hingga warung kopi pinggir jalan, denyut UMKM terasa nyata. Sebanyak 44.326 pelaku usaha telah memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan total penyaluran Rp2,42 triliun.
Mayoritas berasal dari sektor mikro, yang menyerap 68,12 persen dari total outstanding KUR. Persentase ini menunjukkan bahwa akar ekonomi Jawa Barat masih bertumpu pada usaha berskala kecil yang padat tenaga kerja dan berbasis komunitas.
“UMKM Jabar ada 12 juta-an. Ini bukan angka kecil. Mereka adalah tulang punggung ekonomi lokal,” ujar Kepala OJK Provinsi Jawa Barat, Darwisman.
Ia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat saat ini berada di atas rata-rata nasional, didorong oleh lima sektor utama yakni industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, dan transportasi.
Namun, pertumbuhan itu belum sepenuhnya merata. Ketimpangan pendapatan masih membayangi. Jumlah pengangguran terbuka mencapai 1,18 juta orang atau 6,74 persen, sementara tingkat kemiskinan berada di angka 7,02 persen.
"Pengeluaran pemerintah Jabar masih di-drive oleh pengeluaran rumah tangga. Makanya pemerintah harus menjaga daya beli dan mendorong belanja daerah agar pembangunan tetap bergerak,” tambah Darwisman.

Meski demikian, tantangan digitalisasi, akses pasar, dan literasi keuangan masih menjadi hambatan. Banyak pelaku usaha yang belum terhubung dengan ekosistem digital, padahal platform online terbukti mampu memperluas jangkauan dan meningkatkan efisiensi. Pemerintah daerah mulai menggulirkan program literasi digital dan inkubasi bisnis, namun skalanya masih terbatas.
Darwisman menyebutkan bahwa KUR perumahan juga akan didorong sebagai bagian dari strategi mempercepat pergerakan ekonomi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan sektor-sektor unggulan. Kuncinya adalah kolaborasi dan ekosistem yang kita bangun bersama,” ujarnya.
Stabilitas sektor UMKM bukan hanya soal pembiayaan, tapi juga soal keberlanjutan. Ketika pelaku usaha memiliki akses terhadap pelatihan, teknologi, dan pasar, mereka lebih tahan terhadap guncangan ekonomi. Jawa Barat memiliki potensi besar untuk membangun ekosistem UMKM yang resilien, inklusif, dan berbasis komunitas.
Dalam konteks nasional, posisi Jawa Barat sebagai penerima kredit UMKM terbesar kedua menunjukkan bahwa provinsi ini memiliki daya serap tinggi terhadap kebijakan pembiayaan. Namun, untuk naik kelas, UMKM perlu didorong agar tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh dan bertransformasi.
Pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan komunitas bisnis perlu bersinergi dalam membangun ekosistem yang mendukung. Dari pelatihan kewirausahaan hingga akses ekspor, setiap elemen harus saling menguatkan.
“UMKM adalah wajah ekonomi rakyat. Kita akan dorong agar ekonomi cepat bergerat khususnya pad masyarakat berpenghasilan rendah atau pelaku UMKM. Ini kuncinya kolaborasi dan ekosistem yang kita bangun,” pungkas Darwisman.
Alternatif produk UMKM Jawa Barat atau serupa: