Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Ayo Biz

Transformasi Wisata Halal dari Tren Spiritual ke Peluang Ekonomi

Kamis 02 Okt 2025, 19:35 WIB

AYOBANDUNG.ID -- Wisata halal bukan lagi segmen kecil dalam industri pariwisata. Sektor ini telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual.

Di Indonesia, geliatnya terasa semakin kuat, terutama sejak negara ini menempati peringkat kedua dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2024, hanya di bawah Malaysia.

Menurut laporan Mastercard-CrescentRating, jumlah wisatawan muslim global diperkirakan mencapai 230 juta pada tahun 2028. Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki peluang besar untuk menjadi pusat wisata halal dunia. Namun, peluang ini datang bersamaan dengan tantangan yang tak ringan.

“Wisata halal itu sudah menjadi tren, dan memang tidak hanya muslim yang suka dengan konsep halal,” ujar pengurus DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Jawa Barat, Andri Hardiansyah kepada Ayobandung.

Andri mengatakan, kecenderungan tren ini mencerminkan bahwa wisata halal bukan hanya soal agama, tetapi juga soal kenyamanan dan nilai universal seperti kebersihan, ketenangan, dan kepastian layanan.

Konsep halal dalam wisata mencakup lebih dari sekadar makanan. Konsep ini bagan menyentuh seluruh aspek perjalanan dari pengaturan transportasi, akomodasi, hingga fasilitas ibadah.

“Yang dicari halal itu bukan artinya hanya konteks makanan saja yang kita siapkan halal. Tapi semua akomodir, land arrangement, mulai dari pengaturan seluruhnya, bahkan area sholatnya juga kita utamakan,” jelas Andri.

Untuk optimisme pelaku industri, peluang besar terlihat pada segmen ibadah seperti umroh dan haji. Meski ekonomi global mengalami perlambatan, permintaan untuk perjalanan spiritual tetap tinggi.

“Keinginan orang, terlebih kaum muslimin untuk berangkat ibadah umroh, melaksanakan ibadah ke tanah suci, tidak berkurang bahkan menambah terus,” kata Andri.

Wisata halal telah menjelma menjadi arus utama yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan lokal, dan regenerasi gaya hidup spiritual. (Sumber: Ayobandung.id | Foto: Eneng Reni Nuraisyah Jamil)

Namun, tantangan utama terletak pada infrastruktur dan edukasi pasar. Banyak destinasi wisata di Indonesia belum sepenuhnya siap menyediakan layanan halal yang konsisten.

Sertifikasi halal untuk hotel, restoran, dan tempat wisata masih terbatas. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), baru 20 desa wisata yang menjadi pilot project sertifikasi halal pada 2025.

Selain itu, persepsi publik terhadap wisata halal masih perlu dibenahi. Sebagian masyarakat menganggapnya eksklusif atau hanya untuk kalangan tertentu. Untuk itu, pendekatan “pariwisata ramah muslim” mulai digunakan agar lebih inklusif dan mudah diterima.

Generasi muda muslim menjadi pendorong utama tren ini. Mereka mencari pengalaman spiritual yang tetap estetik, bisa dibagikan di media sosial, dan sesuai dengan gaya hidup modern. Travel agent dituntut untuk kreatif dalam merancang paket wisata yang relevan, otentik, dan tetap terjangkau.

Astindo Jawa Barat, lanjut Andri, melihat potensi besar dalam kolaborasi lintas sektor. Pelaku UMKM, pengelola destinasi, dan komunitas lokal bisa menjadi bagian dari ekosistem wisata halal yang berkelanjutan. Hal ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal pemberdayaan ekonomi umat dan regenerasi budaya.

Pemerintah pun mulai merespons dengan kebijakan strategis. Lewat program Indonesia Muslim Travel Index (IMTI), Kemenparekraf mendorong pengembangan destinasi halal yang terintegrasi dengan ekonomi kreatif dan digitalisasi layanan.

Namun, kata Andri, agar wisata halal benar-benar menjadi tulang punggung industri pariwisata nasional, dibutuhkan sinergi antara regulasi, inovasi, dan edukasi. Sertifikasi halal harus dipermudah, pelatihan SDM diperluas, dan promosi dilakukan secara cerdas, bukan sekadar label, tetapi pengalaman.

Andri menilai, dengan potensi pasar yang terus tumbuh dan semangat masyarakat yang tak surut, wisata halal bukan hanya peluang bisnis, tetapi juga jalan baru menuju pariwisata yang lebih bermakna.

“Untuk optimisme tahun ini, kita juga tetap melihat peluang ya karena ternyata permintaan untuk wisata juga terlebih untuk ibadah umroh. Bahkan haji kan tidak pernah ada berhentinya,” pungkas Andri.

Alternatif produk kebutuhan wisata halal atau UMKM serupa:

  1. https://s.shopee.co.id/4VTrUQbZbE
  2. https://s.shopee.co.id/6fYM4Qc8IM
  3. https://s.shopee.co.id/2Vin6maKt7
  4. https://s.shopee.co.id/LeIWodA5y
  5. https://s.shopee.co.id/1qT6Jbjhmv
Tags:
gaya hidup spiritualpertumbuhan ekonomiwisatawan muslimwisata halalindustri pariwisata

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Reporter

Eneng Reni Nuraisyah Jamil

Editor